MAKASSAR, UJUNGJARI–Sejumlah lembaga pegiat anti korupsi di Sulsel ramai-ramai meminta Aparat Penegak Hukum (APH) menyelidiki adanya aroma korupsi dalam kegiatan penggunaan anggaran pengelolaan limbah di Kawasan Industri Makassar (KIMA).

“Masalah pencemaran limbah di daerah bantaran sungai di sana itu tak pernah berhenti dan tak kunjung ada solusi. Terakhir masyarakat petani tambak yang berada di bantaran anak Sungai Tallo, Sungai Parangloe kembali kena imbas, ikan-ikan mereka mati diduga karena terkena limbah industri asal KIMA,” ucap Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) Kadir Wokanubun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Jadi saya kira sangat penting kasus ini diusut dan dibawah ke ranah tipikor, bagaimana sebenarnya pengelolaan limbah di KIMA itu, itu akan ada anggarannya dan sangat besar, tapi kok masih saja terjadi masalah limbah di sana yang dikeluhkan terus masyarakat sekitar KIMA,” Kadir menambahkan.

Ia menyakini, jika penggunaan anggaran pengelolaan limbah di KIMA berjalan sesuai peruntukannya dan tepat sasaran, maka tak ada muncul pencemaran lingkungan sekitar yang disebabkan oleh limbah industri. Paling tidak tingkat pencemaran lingkungan dari limbah industri bisa diminimalisir.

“Pertanyaannya kemudian, kenapa persoalan pencemaran lingkungan di area tersebut masih saja terjadi dan hingga saat ini masih terjadi. Artinya, ada yang tidak beres dari pengelolaan limbah di sana, dan sejauh mana anggaran pendukung untuk itu digunakan, apakah sudah maksimal dan sesuai peruntukannya, atau yakin sudah tepat sasaran,” terang Kadir.

Ia pun mempertanyakan penerapan visi-misi oleh PT KIMA yang mana memiliki misi untuk green area industry yang bermutu serta visi menjadi perusahaan pengelola kawasan yang smart, modern dan green dengan output terbesar.

“Ini yang harus dikedepankan PT KIMA sebagai pengelola tunggal kawasan industri di sana. Jadi pada dasarnya semua perusahaan industri yang ada di kawasan itu berstatus penyewa. Mereka menyewa tenan-tenan atau tempat yang disediakan oleh PT KIMA dan tentunya dengan fasilitas penunjang diantaranya ada fasilitas pengelolaan limbah,” tutur Kadir.

Ia meminta APH menyelidiki lebih dalam bagaimana SOP pengelolaan limbah yang dikelola oleh PT KIMA, mulai dari proses pemeriksaan, pengawasan, daya tampung atau kondisi tempat penampungan limbah yang tentunya seharusnya terjadi perubahan seiring meningkatnya aktivitas perusahaan-perusahaan penyewa tenan atau tempat di kawasan tersebut.

“Saya kira fokusnya harus ke sini karena ada kaitannya dengan pemanfaatan anggaran yang begitu besar keterkaitan dengan masalah pencemaran lingkungan akibat diduga dampak pengelolaan limbah yang masih buruk atau tidak sesuai ketentuan aturan yang ada. Kita tunggu keseriusan APH mengusut kasus ini,” Kadir menandaskan.

Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas persoalan pencemaran lingkungan anak Sungai Tallo, Sungai Parangloe, Kelurahan Parangloe, Kecamatan Tamalanrea, Makassar yang digagas oleh Komisi C DPRD Kota Makassar terungkap sejumlah poin penting.

Salah satunya, terungkap bahwa sejumlah perusahaan yang berada di KIMA telah menjalankan kewajiban membayar uang setiap bulannya kepada PT. KIMA selaku operator tunggal di kawasan industri tersebut sekaitan dengan pengelolaan limbah.

Kewajiban yang dibayarkan sejumlah perusahaan ke KIMA tersebut, disebutkan nilanya beragam. Ada yang menyetor perbulan sebesar Rp4 juta hingga Rp5 juta, tergantung dari volume limbah yang dihasilkan dari aktivitas perusahaan yang dimaksud.

“Jangan DLH atau siapapun menyalahkan perusahaan-perusahaan yang ada di KIMA, jangan disebut bahwa PT waktu itu begini dan begini yang bertanggungjawab terhadap kondisi limbah di KIMA itu bukan pengusaha dia kan bayar,” ungkap Ketua Komisi C DPRD Kota Makassar, Sangkala Saddiko saat memimpin RDP membahas persoalan pencemaran anak Sungai Tallo, Sungai Parangloe, Kecamatan Tamalanrea, Makassar di Ruang Banggar DPRD Makassar, Rabu 17 Mei 2023.

“PT wahyu berapa bayar? 4-5 juta?. Nah dia bayar, jadi kalau terjadi limbah seperti itu bukan tanggungjawabnya pengusaha, tanggungjawabnya ialah PT KIMA karena ini persoalan sudah lama. Nah tanggungjawab KIMA selama beberapa tahun ini ke mana?,” Sangkala Saddiko mengungkapkan.

Ia mengaku heran dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar yang turut hadir dalam RDP mengatakan sudah melakukan pemeriksaan dan lain sebagainya. Namun persoalan pencemaran lingkungan sekitar KIMA diduga akibat limbah industri masih saja terjadi.

“Kalau itu intens dilakukan pemeriksaan maka tidak terjadi seperti ini. Saya akui lingkungan hidup adalah mitra kami, saya selalu tanya kalau dia mengajukan regulasi seperti itu, tetapi yang menjadi pertanyaan kenapa masih terjadi seperti itu,” ucap Sangkala Saddiko.

“Ingat semua pengusaha yang ada di sana melakukan pembayaran, jangan dituduh PT ini PT ini yang limbahnya sebagainya, yang jelas saya tanya Indofood, saya tanya sari roti dan sebagainya, semuanya bermuara ke KIMA, karena dia mengatakan urusan limbah PT KIMA yang mengawasi, jadi itu semua bukan tanggungjawab pengusaha tanggungjawab adalah pengelola dalam hal ini PT KIMA,” beber Sangkala Saddiko.

Ia mengatakan, dirinya terpilih dari dapil Biringkanaya, Tamalanrea dan tahu persis kendala yang dialami oleh masyarakat terkait dengan limbah.

“Saya pernah bilang sama warga, masih bisakah bapak ibu tahan dengan bau seperti ini?. Andaikan itu sesuai dengan progres yang ada, maka tidak akan terjadi seperti itu kalau misalnya berjalan seperti itu, pengusaha di KIMA itu mau menjalankan aktivitasnya dengan baik makanya dia bayar memenuhi regulasi yang ada saya dikirimi bukti pembayaran mereka bayar,” Sangkala Saddiko kembali mengungkapkan.

Ia pun mengaku sebagai pengguna jalan rutin di Kapasa Raya. Di mana pada malam itu ia melintas dan sempat membuka kaca mobilnya. Bau busuk menghampiri.

“Makanya tadi dari Dinas Lingkungan Hidup saya tanya, andaikan limbah mekanisme berjalan, tidak akan terjadi seperti itu dan ini pak saya dua periode jadi anggota DPRD yang setiap harinya lewat di situ, malam yang lalu pak saya sempat buka buka kaca pintu saya masuk bau yang tidak sedap yang tadi dikatakan DLH sesuai mekanisme kok seperti itu,” terang Sangkala Saddiko.

Perwakilan PT KIMA yang hadir dalam RDP tersebut menjelaskan bahwa memang PT. KIMA itu di bawahnya ada sejumlah perusahaan dan terikat pada sebuah perjanjian.

Pada saat memulai melakukan perjanjian dengan tenan itu, ada lampiran baku mutu air limbah yang dipersyaratkan ke tenan.

“Kami punya itu,” jawab perwakilan PT KIMA tersebut dalam RDP.

“Kemudian terkait dengan bagaimana pengelolaan, dari kami itu operasional 24 jam kalau terkait suhu PH dan CO dan DO itu setiap minggu, jadi seluruh parameter yang dipersyaratkan sesuai dengan perusahaan itu kami analisa setiap pekan sebulan,” terang Perwakilan PT KIMA itu.

Ia pun menjelaskan sejak Tahun 2022, PT KIMA sudah dipersyaratkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup untuk menyediakan alat yang namanya sparing dan alat sparing. Dan alat itu sudah dipasang di outlet air limbah PT KIMA untuk memantau langsung ke lingkungan hidup.

“Itu kewajiban yang sudah kami lakukan,” ujar Perwakilan PT KIMA itu.

Adapun mengenai dengan kinerja lingkungan, ia mengaku telah mengadakan PROPER sejak 2004. Di mana PT KIMA meraih PROPER biru. Itu kinerja-kinerja lingkungan yang mungkin akan dilakukan pihaknya untuk saat ini.

“Kemudian terkait kenapa kok air limbah sampai ke anak Sungai Tallo itu hitam, sebenarnya kalau melihat dokumen lingkungan kami, sejak awal dokumen kami dibuat sebenarnya. Di mana tanggungjawab kami itu sampai ke badan air sebelum anak Sungai Tallo,” jelas Perwakilan PT KIMA itu.

“Namun melihat fakta saat ini bahwa di sepanjang kanal yang dibuat oleh KIMA itu sudah dikoneksi masyarakat maupun seluruh pengusaha yang ada di sana di luar KIMA, sehingga 2018 di Kementerian Lingkungan Hidup kami revisi dokumen, kementerian mengeluarkan bahwa itu tidak bisa lagi dibebankan PT KIMA terkait tanggungjawab sepanjang kanal itu,” lanjut Perwakilan PT KIMA itu.

“Kenapa, karena di sepanjang kanal sudah banyak konek dari terminal, dari pasar dan seluruh usaha UMKM, pengusaha tahu dan segala macam itu semua ada di situ. Sehingga tanggungjawab itu oleh pengendalian lingkungan hidup itu mengeluarkan ke kami jadi kami titik pantainya sampai di Polsek saja,” Perwakilan PT KIMA menambahkan.

Ia mengaku, yang menjadi permasalahan sekarang ini karena semuanya sudah terkoneksi. Dulu, lanjut dia, sewaktu temboknya masih utuh kemudian dibobol oleh Lurah Daya, ia pun bertanya kepada pejabat Pemkot Makasaar yang saat itu diketahui bernama Manai Sofyan.

“Saya tanya kenapa temboknya dibobol kasian nanti tercemar masyarakat, dia bilang mau ke mana lagi air masyarakat kalau tidak lewat sini. Jadi seperti itu alasannya, saya masih ingat waktu itu saya turun lapangan dan kami lihat itu di kanal-kanal kami itu sudah dikoneksi,” Perwakilan PT KIMA itu menandaskan.

Aduan Pencemaran Anak Sungai Tallo

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) kota Makassar menemukan beberapa fakta adanya dugaan pencemaran lingkungan yang terjadi di Sungai Parangloe, anak Sungai Tallo, Kelurahan Parangloe, Kecamatan Tamalanrea.

Yang pertama terdapat buih pada Sungai Parangloe, kemudian terdapat ikan dan udang yang mati pada tambak warga yang berjarak kurang lebih 50 meter dari lokasi sungai yang dimaksud.

Fakta temuan lapangan tersebut berdasarkan bukti dokumentasi berupa video dan foto yang dilaporkan oleh seorang warga kampung Bontoa, Kelurahan Parangloe, Kecamatan Tamalanrea tentang adanya buih dipermukaan badan air yang menyebar pada Sungai Parangloe.

“Nah setelah menemukan fakta itu, tim melakukan croscek dilapangan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan mengumpulkan data sebagai bahan analisa lebih lanjut,”ujar Plt Kepala DLH kota Makassar, Ferdi, Senin 15 Mei 2023.

Kemudian Ferdi mengungkapkan bahwa laporan pencemaran air Sungai Parangloe yang diduga akibat aktivitas industri diakuinya sudah ditemukan pada tahun sebelumnya oleh tim pengawas.

“Sehingga data dan verifikasi ini akan menjadi pelengkap atau pendukung untuk bahan tindak lanjut,”bebernya.

Kemudian adapun beberapa perusahaan yang beraktivitas dari titik hilir hingga Jalan lingkar Barat sepanjang Sungai Parangloe yakni PT. KTC, PT MT, PT BFM, PT FKS MA.tbk, PT CPI (RPHU).

“Masih ada beberapa perusahaan lainnya yang belum teridentifikasi,”paparnya.

Akan tetapi berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat sekitar lokasi diperoleh informasi bahwa terdapat lima saluran drainase pemukiman yang berhilir ke Sungai Parangloe.

“Ini belum teridentifikasi karena cuaca saat itu dalam kondisi hujan,”ucapnya.

Sementara lokasi saluran drainase warga Kampung Bontoa terdapat Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) Komunai yang dibangun oleh Dinas PU kota Makassar pada tahun 2019.

“Menurut pak RW setempat IPAL tersebut tidak lagi digunakan karena mengalami kebuntuan saluran sehingga otomatis air buangan Septik-tank warga mengalir ke drainase lalu ke Sungai,”ungkapnya.

Tak hanya itu rumah – rumah warga Kampung Bontoa ada yang melewati bibir Sungai Parangloe sehingga diperkirakan air limbah domestiknya langsung terbuang ke sungai.

“Terdapat penyempitan lebar sungai Parangloe pada koordinat 5° 5’47.93″S
119°28’21.60″E sehingga air sungai tidak mengalir lancar dan terjadi penumpukan sedimen yang menimbulkan bau dan air berwarna hitam,”jelasnya.

Meski demikian berdasarkan hasil uji parameter dilapangan terungkap bahwa Sungai Parangloe adalah anak Sungai Tallo yang berlokasi di dua Kecamatan yakni Tamalanrea dan Biringkanaya.

Aktivitas yang ada disepanjang Sungai Parangloe adalah kegiatan pemukiman, industri dan tambak. Sehingga aktivitas tersebut mempengaruhi daya dukung dan kualitas air Sungai Parangloe.

Bahkan bisa fatal jika jumlah penduduk semakin bertambah dan kegiatan industri di sepanjang Sungai Parangloe yang berpengaruh pada kondisi lingkungan Sungai Parangloe.

“Buangan air limbah domestik yang bersumber dari pemukiman dan industri yang tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan sedimentasi dan kualitas air sungai. Hal itu dapat dilihat secara fisik kondisi air Sungai Parangloe,”paparnya.

Selain air limbah domestik warga, kegiatan industri dan tambak juga memiliki andil terhadap kualitas air Sungai Parangloe. Apalagi industri yang tidak mengolah air limbahnya dengan baik akan menimbulkan keresahan masyarakat.

Ferdi menjelaskan kemunculan buih yang mengambang atau berbusa dapat disimpulkan juga faktor alam yaitu siklus alami turunnya hujan dari langit atau adanya pembuangan air limbah sekaligus dalam satu waktu.

“Untuk mengetahui itu dilakukan pengawasan terpadu yang melibatkan fungsional pengawasan lingkungan,” imbuhnya. (*)