MAKASSAR,UJUNGJARI.COM– Ratusan buruh berunjuk rasa di gedung DPRD Sulsel dalam memperingati hari buruh internasional (Mei Day), Senin (1/5).
Ketua DPRD Sulsel, Andi Ina Kartika Sari didampingi sejumlah anggota DPRD Sulsel menerima langsung para pengunjuk rasa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Andi Ina Kartika berjanji akan segera mengakomodir tuntutan para buruh usai menerima para perwakilan Federasi Buruh.
“Hasil pertemuan selama dua jam tadi, beberapa hal disampaikan dan menjadi harapan teman-teman buruh di Sulsel. Insya Allah, kami akan menindaklanjuti sesuai kewenangan kami,” kata Ina Kartika.
Politisi Partai Golkar itu menambahkan apa yang menjadi tuntutan para buruh yang menjadi kewenangan daerah segera ditindaklanjuti.
Sedangkan tuntutan yang sifatnya nasional seperti Perppu Cipta Kerja dan lainnya, tentu itu merupakan kewenangan DPR RI pusat.
“Pekan depan kami jadwalkan RDP (Rapat Dengar Pendapat) bersama Dinas Ketenagakerjaan, Biro Hukum Pemprov bersama-sama menyelesaikan tuntutan buruh,” katanya.
Ia berharap, hasil pertemuan dengan beberapa perwakilan federasi buruh serta naskah yang disepakati terkait tentang nasib kesejahteraan buruh akan segera dibahas dengan pihak terkait.
“Mari kita sama-sama menciptakan kondisi Sulsel baik dan harapan kita bersama menjaga situasi keamanan agar lebih kondusif,” papar politisi perempuan asal Fraksi Golkar ini menyemangati peserta aksi.
Presiden Konfederasi Serikat Nasional (KSN) Mukhtar Guntur Kilat di DPRD Sulsel menyampaikan sejumlah tuntutan yakni mendesak Pemerintah Pusat mencabut Undang-undang nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja melalui penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
KSN juga mendesak Gubernur Sulsel lebih berpihak kepada kepentingan pekerja, karena banyak persoalan perburuhan belum bisa diselesaikan Pemprov Sulsel.
“Khususnya terkait dengan pengawasan, di mana banyak perusahaan yang tidak menjalankan upah minimum, tapi kemudian tidak ditindak dengan tegas. Begitu pun juga banyaknya perusahaan yang melakukan PHK,” paparnya.
Ia mengungkapkan, PHK terjadi di mana-mana, tetapi kemudian buruh yang dikorbankan dan tidak dilindungi apalagi perusahaan enggan menunaikan kewajibannya membayar hak-hak pesangon pekerja sesuai aturan yang berlaku. (pap)