Opini
Praktik Literasi yang Memerdekakan Murid
(Amkayus_SMPN 4 Tanasitolo, Kabupaten Wajo)
GEBRAKAN Mendikbudristek, Nadiem Makarim, melalui program merdeka belajar pada episode ke-23 dengan tajuk “Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia”, dengan menyiapkan 15 juta eksemplar buku bacaan menjadi angin segar bagi sekolah, terutama sekolah yang selama ini resah untuk melaksanakan program literasi sekolah karena kekurangan buku.
Selain pengadaan buku bacaan, Kemendikbudristek juga menyiapkan
desain kegiatan pelatihan dan pendampingan untuk membantu sekolah memanfaatkan buku-buku yang diterima. Harapannya, guru-guru dan pustakawan sekolah memahami dengan benar kegunaan dan kebermanfaatan buku yang diterima, sehingga tidak akan ada buku yang menumpuk di perpustakaan karena tidak dimanfaatkan.
Pertanyaan yang muncul dan menggelitik penulis, sekaitan dengan kebijakan penyediaan buku dan pelatihan, bahwa “apakah pihak sekolah penerima manfaat kebijakan tersebut dapat memenuhi ekspektasi pemerintah dalam menyelesaikan masalah rendahnya kemampuan literasi anak-anak Indonesia. Jawabanya tentu
terpulang kembali ke stakeholder sekolah, kekonsistenan untuk melakukan praktik baik lterasi yang berpihak kepada murid.
Tulisan ini mencoba menawarkan gagasan pemikiran tentang usaha menggiatkan literasi yang berpihak kepada murid atau memerdekan murid. Orientasi tulisan adalah sekolah yang berniat menyusun dan melaksanakan program pembiasaan membaca melalui GLS (Gerakan Literasi Sekolah).
Konten dan teknis yang uraikan pada tulisan ini juga bukanlah gagasan yang sifatnya mutlak dan paten. Sekolah bisa saja melakukan pengembangan teknis dan prosedur yang lebih kreatif dan dianggap sesuai dengan kondisi sekolah.
Mendesain Lingkungan Literasi yang Merdeka
Secara psikologi, dorongan seseorang untuk membaca berkaitan dengan setting membaca, seperti suasana yang aman dan nyaman serta lingkungan yang memiliki estetik keindahan alam. Oleh karena itu, praktik berliterasi yang masih disetting konvesional (indoor) seperti ruangan perpustakaan, sudah perlu disandingkan dengan konsep merdeka, yaitu memberikan kebebasan kepada murid
untuk berliterasi di sekitar lingkungan (outdoor).
Hal ini diperkuat dengan pemahaman bahwa setiap murid memiliki gaya belajar (membaca) yang beragam. Ditinjau dari tempatnya, sebagian murid senang membaca di ruang terbuka daripada di ruang tertutup.
Demikian juga suasananya, sebagian senang dengan suasana hening, sebagian dengan suasana riang. Mencermati kondisi keberagaman tersebut maka stakeholder sekolah idealnya melakukan penataan lingkungan sekolah yang berbasis literasi dengan cara membangun sarana literasi di tempat-tempat yang strategis, ramah, dan kondusif. Dengan demikian, warga sekolah dengan mudah dan nyaman melakukan aktivitas literasi.
dibaca : 221