MAKASSAR,UJUNGJARI.COM--Sertifikasi untuk pembimbing haji merupakan sebuah investasi jangka panjang yang dampaknya akan dirasakan tidak hanya untuk tahun ini atau tahun besok saja, tapi juga untuk 10 sampai 15 tahun ke depan.

Sertifikasi adalah salah satu bentuk kaderisasi yang harus terus dilakukan dan beberapa provinsi di Indonesia telah menyiapkan forum-forum sertifikasi pembimbing haji mandiri sehingga banyak kalangan dari perguruan tinggi dan dosen, penyuluh, ASN Kementerian Agama, masyarakat sipil, ormas-ormas juga ikut dalam forum ini dalam rangka memperkuat ekosistem pengelolaan haji di masa akan datang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama Prof. H. Hilman Latief menyampaikan hal itu saat menjadi narasumber Sertifikasi Pembimbing Manasik Haji Mandiri VIII tahun 2023 secara virtual beberapa hari lalu.

“Saya mengapresiasi penyelenggara dan juga tentu saja kepada peserta yang saat ini hadir dan insya allah berhari-hari menyisihkan waktunya dalam satu bentuk ijtihad keagamaan atau keislaman yang mudah-mudahan menjadi amal jariah buat bapak ibu semua,” katanya.

Yang terpenting kata Hilman adalah ekosistem penyelenggara haji semakin kuat karena untuk pendampingan jamaah, tidak hanya dilakukan pada saat mereka melaksanakan ibadah haji, tapi justru yang sangat penting dan menjadi catatan dari laporan-laporan penyelenggaraan haji tahun sebelumnya, termasuk yang tahun kemarin.

“Betapa pekerjaan rumah kita masih panjang, ketika masih banyak jamaah yang belum mampu menyerap dan memahami serta mengimplementasikan hasil kajian atau manasik yang mereka lakukan. Kehadiran bapak-ibu memberikan satu nuansa baru, karena insya allah semua teman-teman yang mengikuti sertifikasi haji, itu setidaknya memiliki knowledge pemahaman, kemudian skill keterampilan dan juga mental yang sudah standar,” ungkapnya.

Hilman membeberkan jika pekerjaan rumah untuk menjadikan haji lebih baik masih besar. Dalam konteks pembimbingan kata dia, ada pembimbingan yang dilakukan pada pra haji, pada saat pelaksanaan sebelum haji. Sebelum operasional begitu juga manasiknya banyak sekali. Dibutuhkan banyak sdm-sdm yang standar.

“Selain itu, pada saat keberangkatan kita juga ada manasik, pada saat tiba di Saudi juga ada manasik, kita masih membutuhkan dokumen-dokumen, film-film ataupun video-video tentang pembinaan jamaah yang semakin bervariasi,’ bebernya.

Tahun ini kata Hilman, pemerintah akan memberangkatkan 221.000 jamaah dari berbagai kalangan dan termasuk di antaranya adalah sekitar 65.000 jamaah yang berkategori lansia. Hal tersebut semakin ramai perdebatannya, bagaimana metode, model dan pendekatan yang bisa diterapkan dalam melayani lansia.

“Ternyata haji bukan semata-mata ritual ibadahnya. Pembimbingannya iya, tapi juga kita membutuhkan pemahaman keislaman yang semakin kuat pada jamaah. Dasar dasar tentang rukun rukun islam, implementasinya dari rukun Islam yang pertama, kedua tentang salat, ketiga dan seterusnya zakat puasa dan juga haji, itu juga harus dipahami oleh jamaah karena bagaimanapun jamaah adalah berada dalam proses terakhir untuk penyempurnaan ibadahnya,” katanya.

Hilman tak lupa mengingatkan para peserta kegiatan tentang pentingnya manajemen. Menurutnya, pembimbingan tidak hanya terkait dengan pemahaman dan penguasaan materi, tetapi juga dengan manajemen. Pembimbing tahu proses bisnis haji dari A sampai Z dari materi yang dibutuhkan oleh jamaah, dari awal keberangkatan sampai pulang kembali ke Indonesia. Pemahaman pemahaman tentang ritual haji, tata kelolanya seperti apa dan lain-lain.

Hilman juga mengungkapkan terkait dengan data dan fakta bahwa jamaah dari berbagai provinsi memiliki karakteristik yang tidak sama. Latar belakang pendidikan juga berbeda beda. Rata-rata kebanyakan lulusan SMA, sebagian provinsi yang terbanyak hanya lulusan SD. Ada juga yang lulusan SMP dan sarjana jumlahnya kecil.

“Apa pendekatan yang akan kita gunakan dalam rangka memberikan pembimbingan. Karena itu untuk semua teman teman calon pembimbing ini juga harus aware dengan data. Data jamaah harus betul memahami siapa jamaah ini, latar belakangnya apa latar belakang pendidikannya latar belakang budayanya. Wawasan keislamannya apakah pintar mengaji semua jamaah belum tentu. Ini juga butuh model pendekatan dan metode yang kontekstual agar jamaah bisa lebih menerima pesan-pesan dari para pembimbing,” ungkapnya.

Hilman juga menyinggung soal biaya haji yang sedang ramai diperbincangkan. Pihaknya mengklaim jika tahun lalu porsi biaya haji antara 60 berbanding 40 persen. 60 persennya adalah dibiayai oleh nilai manfaat, 40 persennya dari jamaah.

“Kenapa demikian? Tahun lalu sebetulnya komposisinya sudah 50-50, 52 persen untuk jamaah, kemudian 48 persennya dari nilai manfaat. Tetapi kemudian harga masyair yang biasanya 3 juta setengah harganya atau 4 juta, berubah secara drastis menjadi 22 juta rupiah untuk 4 hari di tahun lalu yang pengumumannya diumumkan di akhir-akhir. Akhirnya biaya menjadi tidak terjangkau. Ada tantangan besar disitu,” imbuhnya.

Namun dirinya berjanji akan mencari solusi dan dapat menyusun pembiayaan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Hilman mengaku pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama tengah mencoba mengkonstruksi satu bangunan kebijakan yang diharapkan bisa memasilitasi dan mengayomi 5,3 juta jamaah Indonesia yang masuk dalam daftar tunggu.

Terpisah, Ketua panitia kegiatan, Dr Irwan Misbach, SE, M.Si mengatakan kegiatan sertifikasi Pembimbing Manasik Haji Mandiri Angkatan VII Tahun 2023 Makassar ini diselenggarakan oleh Jurusan Manajemen Haji dan Umrah, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar bekerjasama Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan. Diikuti sebanyak 93 peserta dan telah berlangsung sejak tanggal 4 hingga 12 Februari 2023 di Asrama Haji Sudiang Makassar. (drh)