KISAH ini sekitar 2012. Saat Ibu Mufidah Jusuf Kalla sedang jeda menyandang sebutan istri wakil presiden. Hari itu Ibu Mufidah memasang display picture blackberry messenggernya foto udang segar. Kala itu, aplikasi whatsapps belum seramai sekarang. Saya lalu “ping” dan menuliskan: Wow udangnya segar segar ya bu.
Tak berapa lama muncul balasan : _Egy mau? Ambil di rumah._
Saya pun bergegas ke rumah pribadi ibu Mufidah dan mengangkut pulang sekitar 3 kg udang segar. Dari bibi di rumah Jalan Brawijaya saya dapat info bahwa udang tersebut adalah hasil panen tambak udang milik ibu Mufidah Jusuf Kalla.
Begitulah Ibu Mufidah. Dalam hati, saya memang mau makan udang. Namun belum lagi terucap ingin meminta, beliau sudah _to the point_ menawarkan dan bahkan langsung memberi.
Konkret, gayung bersambut. Naluri seorang ibu yang bersahaja.
Nah kisah tentang tambak udang milik Ibu Mufidah yang berlokasi di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan ini penuh lika liku dan keringat perjuangan.
Memang bukan slogan yang bisa merubah batu jadi intan, tapi kerja keras bermandikan peluh.
Alberthiene Endah menuangkannya dengan apik dalam novel “JODOH 5 Dasawarsa Cinta Jusuf Kalla & Mufidah Jusuf” yang diluncurkan 2017 lalu.
Sebuah sajak cinta untuk Mufidah yang dituliskan Jusuf Kalla dan dibacakan malam itu mengharukan hadirin: setengah abad yang indah.
Diawali dengan pengembangan usaha Hajji Kalla, Jusuf Kalla membeli tambak di sekitar Pare Pare Sulawesi Selatan. Namun usaha tersebut terhenti karena panen udang selalu gagal dengan beragam persoalannya. JK sendiri memutuskan menutup usaha tersebut dan memilih melupakannya.
Diam diam Mufidah mencari tahu inti permasalahannya. Melalui para ahli dan juga pekerja di lapangan Mufidah mengorek informasi. Panen udang tergantung pada kualitas bibit, air, vitamin serta antisipasi penyakit udang rawan virus.
Mufidah bermimpi besar dan sungguh menemukan _passion_ dalam usaha tambak udang. Pengalaman bisnis udang di bawah bendera usaha suaminya itulah, justru melecut semangat Mufidah.
Apalagi Mufidah sudah mulai paham operasional tambak udang, termasuk resiko resikonya.
Tanpa sepengetahuan JK, Mufidah membeli lahan tambak seluas 2 hektar di daerah Takalar Sulawesi Selatan. Dibantu adiknya yang bernama Buyung, kerja senyap itu berlangsung tertutup. Panen pertama gagal. Panen kedua pun demikian. Panen ketiga tak ada hasil. Ke empat tetap total lost.
Tapi Mufidah tak keok. Pengalaman itu tak membuatnya surut. Layar sudah dikembangkan, tak kenal kata mundur. Mufidah seorang perempuan tangguh nan gigih. Hingga kemudian, akhirnya, berkah panen udang berpihak ke Mufidah.
Udang udang gemuk dan segar melimpah. Tujuh tambak mengalirkan udang tak habis habis. Udang siap panen mengalir mengikuti arus air yang dipicu oleh kincir angin menuju lorong yang akan berujung dengan jala.
Tambak udang Mufidah di Dusun Punaga ini luasnya mencapai 41 hektare dengan total 30 empang. Usaha tambak udang yang terletak sekitar 50 kilometer dari ibu kota Takalar itu dalam setahun bisa dua kali panen. Hasilnya dikirim langsung diekspor ke sejumlah negara seperti Singapura, Jepang, dan Tiongkok.
Tadinya usaha tambak Mufidah sama sekali tak terendus JK. Suatu hari JK mendapati sang cucu bermain dengan cangkang keong laut. JK bertanya ke sang cucu, kamu dapat dimana itu. Spontan sang cucu bilang, abis jalan jalan di tambak udang milik neneknya. Nah, rahasia yang berujung indah pun terkuak.
Secara berguyon Pak JK bilang, Ida (Panggilan JK ke Mufidah) lagi banyak dollar itu, panen udangnya berhasil. Produksi udang Mufidah memang mendulang dollar.
Dalam satu kesempatan ke Bucarest Rumania mendampingi Pak JK berbicara di forum Club Of Rome, Oktober 2012, saat mampir di Doha, Bu Mufidah menyelipkan dollarnya itu ke saya. Ini untuk beli oleh oleh anakmu Egy. Alhamdulillah.
Mufidah yang kini sudah dua kali menyandang predikat istri wakil presiden republik Indonesia, dengan jeda 5 tahun, memang tetap seorang ibu.
Senyum, keramahannya tak ada yang berubah. Bahkan meski menjadi istri orang nomor dua di negeri ini, Mufidah tetap terjun langsung di dapur meracik dan menyiapkan masakan, khususnya yang akan disantap oleh Pak JK sekeluarga.
Pernah, masakan bekal yang rutin dibawa ke kantor wapres turut dinikmati Presiden Jokowi yang ikut makan siang di ruangan kerja Pak JK.
Uni Lisa putri pertamanya yang kini menetap di London, suatu kali bercerita blak blakan dalam acara Mata Najwa. Sambel yang terhidang di atas meja dengan mudah ditebak oleh Pak JK apakah hasil olahan bibi rumah tangga atau ulekan tangan langsung ibu Mufidah. Tangan wanita Minang itu memang cetar di dapur.
Kisah yang lain, di penghujung 2017, saat syukuran pernikahan Halim Kalla terhidang masakan Kapau. Mata saya tertuju pada tiga menu andalan: Gulai Otak, Gulai Kikil mix Rebung Bambu Muda dan Rendang. Cita rasanya “nendang” bingits.
Pasti ini bukan orderan catering. Dugaan saya 100 persen tepat. Saya konfirmasi langsung, benar ini masakan olahan Ibu Mufidah Jusuf Kalla. Di setiap acara pribadi menu tersebut selalu hadir. Dan yang membuatnya sangat khas adanya campuran rebung pada gulai kikilnya.
Saya pun berbisik kepada ibu Mufidah untuk membungkusnya. Ibu Wapres pun ramah mempersilahkan dan bahkan menyuruh seorang petugas membagikan plastik ke saya untuk dibungkus.
Ketiga menu tersebut sangat cocok dengan pola makan saya saat ini, tinggi lemak, tapi NO Karbohidrat dan bebas gula.
Jadilah saya pasukan “Kolombus” yang artinya: Kelompok Bungkus Bungkus. Istilah Kolombus ini cukup viral dikalangan tamu tamu yang hadir ke pesta dan pulang membawa bungkusan.
Mufidah yang bernama asli Mufidah Mi’ad Saad lahir pada 12 Februari 1943 di kota Sibolga, Sumatera Utara. Ia merupakan putri dari H. Buya Mi’ad (ayah) dan Sitti Baheram (ibu), pasangan perantau Minang asal Lintau Buo, Tanah Datar, Sumatera Barat yang menetap di Sibolga sebelum berpindah ke Makassar,Sulawesi Selatan.
Ibu Mufidah menyambut tamu tamunya yang ramai berucap syukur atas hari jadinya. Karena banyak tamu, dan saya harus bergeser ke acara yang lain, maka acara “kolombus” tidak saya praktekkan.
Saya juga lupa bilang, setidaknya memberi saran, sebaiknya ibu Mufidah membuat buku kecil tips tips mengelola tambak udang. Pengalaman beliau kaya dan mumpuni serta layak dibagikan kepada generasi muda.
Selamat ulang tahun ibu,
ibu bersahaja,
ibu yang ramah kepada semua,
sehat ki selalu.
Egy Massadiah