KABUT putih mulai turun berarak. Beberapa di antaranya terselip di antara rimbunnya hutan pegunungan Puncak Jaya, Papua Tengah. Hari itu, Rabu, 1 Februari 2023, Ketua Umum PPAD, Letjen TNI Purn Dr HC Doni Monardo, menghadiri sekaligus menutup kegiatan Bakti Sosial “Kitorang Melihat Terang”.
Agenda itu disebutnya sebagai kolaborasi tanpa batas. “Tidak hanya kolaborasi pentahelix, tapi multihelix. Banyak pihak yang mendukung dan terlibat,” ujar Doni Monardo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Syahdan, matahari baru saja turun ke peraduan. Suhu udara di Distrik Mulia, Ibu Kota Puncak Jaya mendekati angka 10 derajat Celcius. Ketahuilah, Puncak Jaya berada di kawasan Pegunungan Tengah, Provinsi Papua Tengah. Secara geografis kabupaten dengan populasi 219 ribu jiwa itu berada di kawasan Pegunungan Tengah Papua dengan ketinggian antara 500 sampai 4.500 M di atas permukaan laut.
Bahkan, 95% wilayahnya berbukit-bukit dan bergunung-gunung dengan struktur tanah berbatu-batu. Panorama Puncak Jaya adalah seindah-indahnya indah. Empat pegunungan yang mengepung Puncak Jaya adalah Pagaleme, Puncak Merah Putih, Kulirik, dan Terineri. Tak heran jika kabut turun meski di siang bolong.
Tuan rumah Pj Bupati Tumiran didampingi istri, Ny Manikem Tumiran, menyambut para tamu dengan hangat. Doni Monardo bersama jajaran PPAD yang terlibat dalam kepanitiaan Baksos. Hadir pula Pangdam XVII/Cendrawasih, Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa (Akmil 1991) dan staf, Dandim 1714/Puncak Jaya, Letkol Inf Denny Salurerung, Kapolres Puncak Jaya, AKBP Kuswara, Perdami (Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia), Himpunan Bersatu Teguh (HBT), dan lain-lain.
Menu khas ubi dan pisang Puncak Jaya, aneka sayur, ikan dan papeda terhidang. Bupati Tumiran menyampaikan terima kasih atas baksos “Kitorang Melihat Terang”. Baksos ini disebutnya sangat menyenangkan masyarakat Puncak Jaya. Data BPS menyebutkan, Puncak Jaya termasuk satu di antara 62 daerah tertinggal di Indonesia.
Selain gelar operasi katarak, juga pembagian tak kurang dari 3.000 paket sembako, selimut, peralatan olahraga (bola kaki, bola voli, dan sarung tinju), dan bantuan Sekolah Minggu Jemaat Antiokia GIDI (Gereja Injil Di Indonesia) Distrik Mulia, Puncak Jaya. Usai menggunting pita tanda diresmikannya Sekolah Minggu tersebut, Doni Monardo menyumbangkan satu unit alat musik organ electric untuk gereja GIDI Mulia.
Permintaan Wabup Deinas
Doni Monardo meluncurkan kisah di balik terselenggaranya Baksos “Kitorang Melihat Terang”. “Ini bermula dari pertemuan saya dengan Wakil Bupati lama, Deinas Geley di Jakarta sekitar pertengahan 2022. Ia menyampaikan berbagai kendala pembangunan serta kondisi masyarakat Puncak Jaya. Di antaranya banyak rakyatnya menderita katarak,” kata Doni Monardo.
Seketika ia teringat sahabatnya, Andreas Sofiandi, Ketua Himpunan Bersatu Teguh (HBT). Organisasi ini merupakan perkumpulan sosial masyarakat Tionghoa yang ada di daerah Sumatera Barat dan Riau. HBT berpusat di Padang dan mempunyai cabang di berbagai kota. Usia HBT sudah ratusan tahun.
“Pak Andreas saya juluki komandan relawan. Selama saya menjabat Kepala BNPB, 2019 – 2021, hampir di mana pun terjadi bencana, saya pasti ketemu dia bersama relawan kesehatan. Orangnya sangat dermawan dan memiliki kepedulian sosial yang sangat tinggi. Ibaratnya, saya dan pak Andreas itu seperti botol ketemu tutup,” puji Doni.
Atas “curhat” Wabup Deinas, Doni pun menghubungi Andreas. Bertemulah mereka bertiga: Doni Monardo, Deinas Geley, dan Andreas Sofiandi. Saat itu juga disepakati baksos operasi katarak, Agustus 2022.
Maraknya katarak di Puncak Jaya –dan daerah lain di Papua, utamanya di Lembah Baliem—disinyalir karena asap dapur yang terletak di honai, rumah tradisional mereka. Secara umum, bentuk bangunan honai adalah bundar dengan diameter 4-6 meter. Umumnya, honai berlantai tanah, berdinding anyaman, dan beratap jerami. Honai tidak berjendela dan hanya memiliki satu pintu.
Seringnya mata terkena asap saat mereka memasak, mengakibatkan iritasi dan berujung katarak. Mulai dari yang hanya satu titik hingga memenuhi seluruh permukaan lensa mata, dan mengakibatkan kehilangan daya penglihatan.
Alhasil, baksos operasi katarak pun disambut antusias masyarakat. Operasi yang dilakukan tim dokter mata Perdami sangat professional, dan menggunakan obat-obatan serta peralatan yang mutakhir. Tercatat 246 penderita katarak Puncak Jaya berhasil dioperasi, dan mereka bisa kembali melihat terangnya dunia. “Kitorang Melihat Terang”, menjadi tagline yang sangat pas.
“Saat baksos operasi katarak yang pertama, Agustus 2022 kebetulan saya terkena covid-19 yang kedua, sehingga tidak bisa ke sini. Dari pada baksos kedua awal Februari 2023 ini saya hadir dengan lingkup kerjasama tanpa batas. Dengan skala yang lebih besar,” tambahnya.
Rajut Kolaborasi
Pada baksos “Kitorang Melihat Terang”, Doni tak ingin hanya operasi katarak. Harus lebih dari itu. Untuk mewujudkannya, pertama-tama Doni menghubungi Dr. Velix Vernando Wanggai, SIP, MPA yang menjabat Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan dan Wawasan Kebangsaan, Sekretariat Wakil Presiden RI. Velix Wanggai juga duduk di Badan Percepatan Pembangunan Papua.
“Sebab, tanpa dukungan dari pusat, akan sangat besar tantangan untuk mewujudkannya. Pak Wanggai menyambut positif, bahkan mengambil alih pertemuan berikutnya. Semua pihak yang terkait pun diundang rapat di Kantor Set Wapres. Hadir dari Mabes TNI, TNI-AD, TNI-AU, TNI-AL, Polri, Ditjen Pajak, dan unsur-unsur lain,” papar Doni.
Ditambah, lanjut Doni, bergabungnya Yayasan Pundi Amal Peduli Kasih (YPP). Sebuah wadah yang merupakan komitmen Grup Elang Mahkota Teknologi (EMTEK) dalam bidang sosial dan kemanusiaan sebagai wujud tanggungjawab sosial perusahaan. Aktivitas sosial mereka adalah Pundi Amal di SCTV dan Peduli Kasih di Indosiar.
“Selain Emtek, belasan perusahaan swasta menyatakan diri ikut memberi bantuan. Karena itulah, paket sembako yang kami bagikan bisa mencapai 3.000. Anak-anak juga kami bawakan obat cacing dan obat pilek akut. Karena saya lihat banyak sekali anak-anak yang menderita itu,” kata Doni.
Sumbangan lain berupa mainan anak-anak, alat olahraga (bola sepak, bola voli dan sarung tinju), dan selimut. “Untuk mengangkut logistik sebanyak itu ke Wamena, lanjut ke Puncak Jaya, jelas bukan persoalan mudah. Karena itulah saya menyebut baksos ini hasil kolaborasi tanpa batas. Bahkan sampai saat ini, masih ada sekitar lima ton bantuan yang masih menunggu jadwal penerbangan Hercules TNI-AU,” tambah Doni.
Dukungan Perdami
Dukungan penuh juga disampaikan Ketua Umum Perdami, Prof dr Budu, PhD, SpM (K), MMed Ed. Tak kurang dari 3.000 dokter spesialis mata anggota Perdami berharap kerjasama seperti ini bisa dilanjutkan.
“Saya sangat terkesan. Pertama, saya sudah sering ke Papua, tapi ini kunjungan pertama saya Puncak Jaya. Kedua, pola kolaborasi tanpa batas yang dibangun pak Doni Monardo sungguh luar biasa. Perdami sangat bersyukur dilibatkan dalam kegiatan yang sangat humanis ini,” ujar pria asal Sulawesi Selatan, itu.
Pola seperti ini, bukan tidak mungkin akan menjadi jalan paling efektif bagi Perdami untuk menuntaskan persoalan bangsa di bidang mata. “Kebersamaan seperti ini insya Allah akan bisa meretas masalah mata, sebab ini juga menyangkut hajat hidup masyarakat,” tambah Guru Besar Fakultas Kedokteran Unhas itu.
Bakar Batu Lagi
Sedangkan, Pangdam XVII/Cendrawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa mengaku mendapat banyak ilmu baru dari dua hari mendampingi kunjungan Doni Monardo ke Puncak Jaya. “Beliau ini guru saya sejak di Kopassus. Banyak sekali ilmu beliau yang saya jadikan pedoman, dan hari ini saya mendapat ilmu-ilmu baru dari beliau,” ujar Saleh.
Pria kelahiran Ternate 14 Maret 1969 itu, mengikuti serangkaian kunjungan Doni Monardo mulai dari Puncak Jaya hingga Sentani. “Saya mencatat sejumlah ilmu baru. Pertama, kolaborasi tanpa batas bisa mengatasi kesukaran apa pun. Kedua, nothing is impossible. Tak ada yang tak mungkin. Kembali lagi, kolaborasi tanpa batas adalah kata kuncinya,” ujar Saleh.
Ia mencontohkan baksos “Kitorang Melihat Terang”. Saleh membayangkan, betapa besar biaya yang diperlukan untuk mewujudkan aksi kemanusiaan tersebut. Bagaimana mendatangkan para dokter mata, mengangkut logistik yang demikian banyak dari Jakarta ke Puncak Jaya, dan berbagai tingkat kesulitan lain. “Dengan kolaborasi tanpa batas, nyatanya bisa terwujud,” tambahnya.
Saleh menyaksikan langsung mata-mata yang kembali berbinar setelah lepas dari pekatnya katarak. Di RSUD Puncak Jaya, ia menyaksikan ibu-ibu memeluk para dokter sebagai ungkapan terima kasih karena telah membuatnya kembali melihat terangnya dunia.
Sementara di Sentani, Saleh juga mengikuti kunjungan Doni Monardo ke pabrik sagu yang digagas dan diwujudkannya tahun 2019 di atas tanah adat milik Yanto Eluay, salah satu tokoh adat, yakni ondofolo Kampung Sereh Sentani.
“Tekad menjadikan Papua, sebagai sentra pangan melalui sagu sungguh luar biasa. Kami dari unsur Kodam Cendrawasih akan memberikan dukungan penuh agar pabrik sagu itu segera beroperasi,” tekad Saleh.
Terakhir, ia terkesima diajak Doni Monardo bicang-bincang sore sambil menyaksikan sunset di Hele’yo Sentani. Sebuah kawasan di tepi Danau Sentani yang dulu hanya semak belukar, telah disulap menjadi objek wisata kuliner yang sangat indah.
“Pak Doni pula yang menggagas objek wisata Hele’yo ini. Ternyata di sini sangat indah. Minggu depan saya akan ajak staf gowes ke sini. Adakan gathering di sini. Intinya, objek wisata harus menarik. Kodam Cendrawasih yang juga dilibatkan dalam pelaksanaan pembangunannya, akan terus mendukung agar Hele’yo makin banyak dikunjungi wisatawan,” papar Saleh pula.
Mantan Kasdam Jaya itu juga mengatakan, sesuai arahan Panglima TNI, Kodam Cendrawasih akan mendukung kegiatan-kegiatan positif seperti ini. “Kami tunggu di kegiatan sosial selanjutnya. Kita bakar batu lagi,” pungkas Saleh, disusul tepuk tangan hadirin.
Kopi Wilhelmina
Sebelum berpamitan, Pj Bupati Puncak Jaya, Tumiran memberikan “oleh-oleh” khas Puncak Jaya, di antaranya kopi. Mendengar “kopi Puncak Jaya”, Doni memecah formalitas acara penyerahan cendera mata. Ia pun membahas soal kopi Puncak Jaya.
Doni menanyakan kepada Tumiran, kapasitas produksi kopi di wilayahnya. Sayang, jumlahnya belum terlalu banyak. Doni pun mendorong Pj Bupati agar menggalakkan penanaman kopi Puncak Jaya. Kopi yang ada di Puncak Jaya disebut sangat bersejarah. Bibitnya diberikan langsung oleh Ratu Belanda Wilhelmina, saat Indonesia masih berada di bawah kekuasaannya.
Pohon kopi yang ada di pegunungan tengah Papua, adalah varietas typika. Varietas pertama yang didatangkan VOC ke Jawa pada abad ke-17. Typika yang nyaris hilang di Pulau Jawa justru banyak ditemukan di Pegunungan Tengah Papua yang beriklim sejuk pada ketinggian 1.400 meter di atas permukaan laut. Pohon-pohon kopi typika itu dibawa oleh para misionaris dari tanah Jawa.
“Mungkin perlu peremajaan, karena usianya sudah ratusan tahun. Tapi yang jelas, Papua pernah menjadi penghasil kopi yang produksinya pernah mencapai 970 ton per tahun,” ujar Doni.
Pangdam Saleh Mustafa yang mendengar penuturan Doni kepada Pj Bupati Tukiran pun bergumam lirih, “ilmu baru lagi dari pak Doni Monardo.”
(Roso Daras)