Site icon Ujung Jari

Diduga Sebar Aliran Sesat, Hadi Ngaku Hanya Ajarkan Pola Hidup Bersih

GOWA, UJUNGJARI.COM — Seorang pria bernama Hadi Kesumo (48) asal Solo, Jawa Tengah membantah sejumlah ungkapan sesat terhadap aliran ilmu yang diajarkan ke para santrinya. Pernyataan aliran sesat itu dibantahnya saat sejumlah media mengkonfirmasikan tudingan sesat yang kini viral di medsos.

Ditemui di kediamannya sekaligus gedung yayasannya di Lingkungan Butta Eja, Kelurahan Romang Lompoa, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Senin (2/1) petang, Hadi yang mengenakan kaos oblong putih dan bersongkok guru (songkok khas Makassar terbuat dari anyaman serat daun lontara) menanggapi polemik yang kini diarahkan pada aktivitasnya yang diklaim mengajarkan aliran sesat seperti melarang komunitasnya mengkonsunsi daging dan ikan bahkan melarang salat.

Hadi pun membantah tudingan-tudingan yang diakuinya tak semestinya diklaim sesat tanpa ada klarifikasi darinya.

“Saya katanya menjalankan ajaran agama yang sesat dan itu diklaim oleh MUI Sulsel dan langsung diposting di medsos. Bahwa saya melarang makan daging dan ikan serta melarang salat itu sama sekali tidak benar. Saya tidak mengajarkan agama apalagi sampai sesat. Seharusnya pihak MUI temui saya dan klarifikasi langsung. Jangan cuma datang foto bangunan rumah saya lalu posting di medsos bahwa itu sesat. Salahnya lagi karena datang menfoto gedung yayasan saya tanpa ijin dari saya, ” kata Hadi.

Hadi menjelaskan, sejak 2011 dia sudah menetap di Gowa setelah menikahi wanita Gowa. Lalu kemudian mulai 2019 dirinya mulai mendirikan sebuah bangunan bertingkat di Lingkungan Butta Eja, Kelurahan Romang Lompoa, Kecamatan Bontomarannu tersebut dan diberi nama Yayasan Nur Mutiara Mukhrifatullah yang berinduk lembaga di Batam. Gedung yayasannya itu dibangun di atas luasan lahan 1.000 meter2 dan mengajar beberapa santri yang merupakan kumpulan anak tak memiliki orangtua lagi.

“Saya katanya mengharamkan santri makan daging dan ikan. Seharusnya berbicara itu harus ada datanya. Saya mengajarkan pengenalan dasar-dasar agama, saya mengajarkan pola hidup bersih, mengajarkan cara makan yng sehat dan bersih dan bukan mengajarkan agama. Dan soal saya melarang salat, itu sangat tidak benar. Saya mulai disini hanya mengajarkan tahfidz quran bagi anak-anak yang saya asuh disini jumlahnya pun hanya beberapa orang saja dan bukan dari kalangan luar tapi hanya anak-anak kalangan yayasan saya ini saja, ” tandas Hadi.

Hadi juga menjelaskan, larangan makan daging dan ikan itu diterapkannya karena memang di yayasannya tersebut tidak memakan binatang ataupun hewan apalagi bangkai.

“Kebiasaan-kebiasaan yang saya terapkan di yayasan ini tidak memaksa kepada satu kaum. Kami juga tidak menyalahkan kaum syariah atau tarekat lainnya dan tidak mengkafirkan orang. Saya heran karena bangunan saya diviralkan di medsos tanpa klarifikasi dulu ke saya dan yang memviralkan dari MUI Sulsel. Seumpamanya saya sesat maka seharusnya kan saya dibimbing bukan diviralkan. Apakah yang dilakukan lembaga itu bagus? Mestinya harus melalui klarifikasi. Ini kan sudah menghukum saya, ” tandas Hadi.

Terkait viralnya postingan di medsos soal dugaan aliran sesat yang dilakukan yayasan Hadi, Ketua MUI Gowa KH Abubakar Paka yang dikonfirmasi via telepon mengatakan pihak MUI Gowa saat ini sementara mengumpulkan informasi tentang hal tersebut.

“Yang kami sudah lakukan adalah koordinasi dengan Kepala Kesbang Pol Kabupaten Gowa. Kami juga telah sampaikan kepada jajaran MUI Sulsel pada rapat koordinasi yang lalu dan kami sementara menunggu info baliknya, ” kata KH Abubakar Paka.

Terpisah Camat Bontomarannu Syafaat yang dikonfirmasi, Selasa (3/1) pagi mengaku belum pernah melihat langsung car ibadah yayasan bersangkutan.

“Terkait aktivitas yang mengarah ke sesat saya belum tahu. Saya belum pernah melihat cara ibadahnya. Dan setahu saya bangunan yayasan itu sudah ada sebelum saya jadi camat di Bontomarannu, ” kata Syafaat.

Sebagai langkahnya selaku pemerintah kecamatan, Camat Bontomarannu Syafaat mengatakan sampai saat ini pihaknya tetap berkoordinasi dengan berbagai pihak lainnya baik ke pemerintah kelurahan, Tripika maupun Kabupaten.

“Adapun terkait Fatwa MUI kami serahkan kepada pihak terkait dan kami belum pernah sampai saat ini menerima secara resmi fatwa dimaksud, ” jelas Syafaat. –

Exit mobile version