MAKASSAR,UJUNGJARI.COM--Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sulsel, Dra Hj Andi Ritamariani optimis penurunan angka stunting (gizi buruk) di Sulawesi Selatan bisa berhasil. Komitmen pemimpin daerah dan partisipasi semua pihak menjadi kunci keberhasilan program ini.
Hal itu disampaikan Ritamariani saat menyampaikan press conference kinerja 2022 BKKBN Sulsel di depan puluhan media di kantor BKKBN Sulsel di Jalan AP Pettarani Makassar, Senin (26/12). Sesi press conference dipandu Sekretaris BKBBN Sulsel, Dr Faizal Fahmi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rita mengatakan sejumlah kabupaten dan kota di Sulsel sudah serius melakukan upaya penurunan stunting. Beragam model dan pola yang dilakukan dalam mengurangi dan mencegah munculnya kasus gizi buruk.
Salah satunya program bapak asuh. Masyarakan yang memiliki kemampuan ekonomi lebih menjadi bapak angkat atau bapak asuh terhadap keluarga atau anak yang mengalami stunting. Pola bapak angkat ini menurut Rita antara lain diterapkan di Enrekang dan Bulukumba.
“Di Enrekang, bupati mengkoordinir para pejabat eselon dua untuk terlibat sebagai bapak angkat anak stunting. Pola seperti ini diyakini efektif membantu penanganan kasus gizi buruk,” katanya.
Model lainnya menurut Rita adalah melalui pemanfaatan dana corporate social responsibility dari perbankan dan perusahaan swasta. Di Sulsel, model seperti ini dilakukan pemerintah kabupaten Bulukumba.
Ritamariani menambahkan beberapa kabupaten dan kota lainnya di Sulsel juga melakukan model serupa dalam mengatasi dan menurunkan kasus gizi buruk.
Seperti diketahui, pemerintah telah menetapkan Stunting sebagai Program Prioritas Nasional dengan masuknya Stunting ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dengan target penurunan yang cukup signifikan dari kondisi 27,6 persen pada tahun 2019 ditargetkan menjadi 14 persen pada tahun 2024.
Rita menambahhkan untuk mencapai target ini memang diperlukan upaya-upaya nyata yang memberikan dampak terhadap penurunan stunting.
Selaku Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting, BKKBN menurut Rita menggunakan pendekatan keluarga berfokus pada pencegahan lahir dan terjadinya Stunting baru dari hulu dengan melakukan pendampingan kepada keluarga-keluarga yang berisiko melahirkan anak-anak Stunting dengan prioritas pendampingan kepada remaja calon pengantin/calon pasangan usia subur, ibu hamil, ibu menyusui, ibu pasca salin dan anak usia 0-59 bulan.
BKKBN juga menyediakan Data Keluarga Berisko Stunting dari hasil Pendataan Keluarga tahun 2021 (PK21) yang diiringi dengan verifikasi dan validasi setiap tahunnya. Data by name by address tersebut menjadi pegangan Tim Pendamping Keluarga (TPK) terdiri dari Bidan, Kader PKK dan Kader KB yang berjumlah 20.046 orang atau 6.682 TPK dalam melaksanakan fungsi pendampingan kepada kelompok sasaran
“Dalam hal manajerial, telah dilakukan pembentukan atau pengembangan kelembagaan, penambahan SDM, dan penyediaan anggaran yang mendukung penurunan prevalensi balita stunting. Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) telah terbentuk di semua level provinsi hingga desa,” katanya.
Demikian pula Satuan Tugas (Satgas) juga telah tersedia di seluruh provinsi dan di tingkat kabupaten/kota, meskipun ada Satgas kabupaten/kota yang merangkap wilayah kerjanya. Di Sulsel, Satgas sudah terbentuk di 24 kabupaten dan kota. (pap)