Kenangan Anggota Doni Monardo dari Singaraja dan Kariango
Catatan Eggy Massadiah dan Roso Daras (Bagian 2)

Lomba Militer, Ibarat Persiapan Perang

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tri Aji pun mengisahkan, saat-saat berada di bawah komando Doni. “Waktu itu saya Letnan Dua, baru selesai tugas operasi Timtim, dan langsung ditempatkan di Batalyon Singaraja. Saat saya masuk, masih komandan lama. Dua bulan kemudian, masuk pak Doni menjadi Danyon berpangkat letnan kolonel,” ujarnya.

Yang terkesan ketika itu, bagaimana Doni menggembleng kesamaptaan prajurit batalyon yang dipimpinnya. Ia bahkan membentuk Peleton Tangkas, di mana Tri Aji yang ditunjuk menjadi komandan peleton (Danton).

“Setiap hari kami digembleng fisik, lalu diarahkan untuk menciptakan rekor-rekor tertentu dalam cabang olahraga. Baik olahraga militer maupun cabang olahraga umum,” kenang Tri Aji.

Doni menginginkan prajuritnya bisa mengukir prestasi di Porad, Pekan Olahraga TNI Angkatan Darat yang mempertandingkan cabang-cabang olahraga militer dan cabang-cabang olahraga umum.

“Sebelum ikut Porad, batalyon kami nyaris tidak ada yang kenal. Tapi setelah kami keluar sebagai Juara IV, barulah batalyon Singaraja mulai dilihat orang,” ujar Tri Aji bangga.

Betapa tidak, di event Porad, atlet-atlet Batalyon Singaraja harus bertanding dengan atlet-atlet prajurit dari kesatuan lain yang sudah kesohor.

“Juara 1 Kopassus. Ya, itu kesatuan lama pak Doni kan? Pantaslah. Kemudian juara 2 Kostrad Cilodong, juara 3 Kodam Jaya, dan juara 4 batalyon Singaraja. Wah kami bangga sekali bisa berprestasi di tingkat nasional,” katanya.

Tri bahkan yakin, jika waktu latihan lebih lama, bisa berprestasi lebih bagus. “Kami digembleng enam bulan. Dan saya kira semua prajurit yang pernah dipimpin beliau, pasti tahu, dalam menggembleng beliau tidak hanya memberi perintah, tetapi terlibat langsung. Ketika itu, beliau adalah sosok paling tangguh. Tidak ada prajurit lain yang mampu mengalahkan fisiknya,” puji Tri.

Kontingan terdiri atas 31 orang. Kesemuanya harus bisa dan siap diterjunkan di cabang mana pun. Baik olahrara militer, seperti lari lintas medan, renang militer, menembak, dan lain-lain. Olahraga umum seperti sepakbola, voli, tenis dan lain-lain. “Di cabang umum, saya masuk tim sepakbola,” ujar lulusan Akmil 1997 itu.

Seni Perang

Suatu ketika saya bertanya kepada Doni, mengapa ia begitu _all out_ menyiapkan anggotanya untuk lomba olahraga, padahal mereka kan unsur militer, bukan atlit?

Menurut Doni, menyiapkan pasukan untuk ikut lomba olah raga militer adalah ibarat persiapan menuju medan perang perang.

“Ini semacam latihan mengukur kemampuan pasukan. Kita siapkan latihannya, makanannya, juga mentalnya. Jadi kegiatan lomba olah raga militer adalah juga persiapan berangkat bertempur, berangkat ke medan perang. Komandan Kompi, Komandan Batalyon wajib belajar mengatur strategi. Mengatur dan mengukur kekuatan anak buah. Ini sebuah seni,” ungkap Doni.

Dalam pertandingan olah raga sipil, seorang atlit umumnya bertanding cukup dalam satu kecabangan. Namun dalam lomba olah raga di dunia militer, seorang atlit bisa ditugaskan bertanding beberapa cabang. “Misalnya seorang atlit militer bertanding di cabang lari, terus renang, sepak bola dan juga menembak. Satu orang ikut lomba di empat cabang,” kata Doni memberi contoh.

Intinya, Doni menanamkan ruh slogan “lebih baik mandi keringat di dalam latihan daripada mandi darah dalam penugasan di medan tempur”.

Hukuman Doni

Ketika ditanya, apa pernah mendapat hukuman dari Doni Monardo selaku komandannya? Tri Aji spontan tertawa terbahak. “Pernah. Malam-malam ketahuan merokok. Padahal, saya sudah sembunyi-sembunyi… eh ketahuan. Ya habislah dimarahi, dijungkir-balik. Waktu itu usia saya 25 tahun, dan ya itu memang karena kebandelan saya,” ujar Tri masih dalam derai tawa.

Doni Monardo diakui mengajarkan banyak hal. Prinsip-prinsip kepemimpinan militer ditanamkan betul dan melekat hingga sekarang. “Selama di Mamuju saya ingat betul pesan beliau, agar mengutamakan keselamatan warga. Selama beliau di Mamuju, selalu memanggil dan memberi perintah. Mulai dari tugas evakuasi, penyiapan pos pengungsi, penyaluran sembako, penyiapan fasilitas Rumah Sakit Darurat, membuka jalan terisolir di Desa Bela dan Kopeang, dan lain-lain. Ya begitulah beliau, perintah mengalir seperti air,” ujar Tri lagi-lagi diiringi tawa senang.

Perhatian Doni sehari-hari tertuju kepada persoalan-persoalan yang belum terselesaikan, lalu menuntaskannya. “Saya termasuk mendampingi beliau ke lokasi-lokasi bencana menggunakan helikopter. Selama itu pula, saya harus siap menerima perintah-perintah baru,” katanya.

Bahasa Militer

Beda tempat, beda situasi, tetapi ada sedikit kemiripan. Ini kisah yang disampaikan Dandim Majene Letkol Inf Yudi Rombe. Jarak Mamuju ke Majene sekitar 228 km atau 25 menit menggunakan helikopter. Tak heran jika dampak gempa Mamuju juga ikut meluluhlantakkan sebagian wilayah Majene.

Sama seperti yang terjadi di Mamuju, maka di Majene pun merasakan gempa besar kedua 15 Januari 2021 pagi dinihari.

Yudi pun langsung menghubungi dan mengecek kondisi Koramil yang ada di wilayahnya. Koramil Tapalang, Koramil Mambi, Koramil Sendana, dan Koramil Malunda. Dari semua, hanya Koramil Malunda yang tingkat kerusakannya terbilang lumayan. Selebihnya relatif aman.

Hari itu juga, Yudi Rombe berinisiatif mengumpulkan Forkopimda Majene. Unsur kepala daerah, BPBD, PUPR, Dinkes, Dinsos, dan lain-lain. Rapat dadakan itu menunjuk Yudi Rombe sebagai Komandan TCR (Tim Reaksi Cepat) bersama Wakapolres.

Dinas terkait bekerja bersama-sama unsur TNI-Polri dalam bidang-bidang yang sudah disepakati. Dinsos dan Pasiter misalnya, menghimpun para pengungsi dan mencarikan titik-titik pengungsian. Titik-titik pengungsian yang kecil-kecil, disatukan menjadi satu titik besar agar lebih mudah penanganannya.

Kesulitan lain, yakni sarana komunikasi. Signal selular timbul-tenggelam, menyulitkan kerja koordinasi. Dandim Yudi bersama Bupati Majene, Lukman menginisiasi penggalangan model swadaya. “Bupati menggunakan dana yang ada. Kodim juga begitu, Polres juga demikian. Semua berinisiatif mengeluarkan anggaran untuk pengadaan logistik bagi keperluan para pengungsi,” ujar Yudi.

Tentu saja masih belum memadai. Akibatnya, ada pengungsi kelaparan karena bantuan logistik yang tidak mencukupi untuk dibagi rata kepada pengungsi yang berjumlah hampir 800 orang. Beruntung, hari kedua bantuan logistik mulai berdatangan.

Di awal-awal, sempat terjadi kegaduhan akibat ulah sekelompok orang yang kurang betanggung jawab. Pernah terjadi kasus pengambilan paksa bantuan logistik dengan mengatasnamakan kepala desa atau kepala dusun. Padahal, untuk kelompok tendanya sendiri. Akibatnya, bantuan tidak merata. Ada tenda yang berlimpah logistik, sementara ada tenda pengungsi yang kekurangan.

Teritori Yudi Rombe yang terkoyak terdiri atas dua kecamatan: Malunda dan Ulumanda. Yudi memanggil Danramil dan Camat, termasuk para kepala desa saat itu juga. Yudi menerapkan peraturan, tidak akan ada bantuan tanpa disertai kebutuhan tertulis dari masing-masing Kades. Pak Camat juga diminta memantau setiap aliran bantuan. “Prinsipnya tidak melayani permintaan yang bersifat pribadi. Saat itu saya menerapkan kebijakan yang agak keras. Tapi tujuannya agar pembagian logistik, merata dan tepat sasaran,” tegas Yudi.

Hari kedua itu pula saya dan Kepala BNPB Doni Monardo tiba di Majene menggunakan helikopter.

“Rombe, saya perintahkan kamu bikin stiker, Petakan kelompok-kelompok pengungsian, pisahkan yang usia tua dengan yang muda. Pisahkan kelompok rentan dan komorbid. Atur posisi bagian logistik, keamanan dan kesehatan,” ujar Yudi menirukan perintah pertama Doni Monardo sesaat setelah tiba di Majene.

Setelah mendapat instruksi Doni Monardo, Yudi Rombe langsung menggelar rapat kilat. Ia mendistribusikan penugasan sesuai arahan Doni Monardo. Hari ketiga, aliran bantuan makin kencang. “Karena sudah dibentuk kelompok-kelompok, jadi saya tinggal panggil para ketua kelompok didampingi bagian logistik,” ujar Yudi.

Manajemen Alur Bantuan

Para Kades dan Camat juga hadir di setiap kelompok. Mereka yang berfungsi menjadi pengawal sekaligus pengawas, sehingga semua sistem berjalan bagus sampai tuntas. Distribusi logistik, sempat mengalami kendala memasuki Kecamatan Ulumanda, karena akses jalan putus.

“Saya minta bantuan helikopter kepada pak Doni untuk mendistribusikan bantuan. Begitu datang helikopter, semua berjalan lancar. Wilayah terdampak yang tidak bisa diakses kendaraan, saya perintahkan Babinsa untuk menembus dengan sepeda motor. Saya perintahkan, kendalikan masyarakatmu jangan sampai rebutan, dan jangan sampai jatah satu desa jatuh ke desa yang lain,” tegas Yudi mengulang perintahnya.

Tidak hanya itu, Yudi juga menginstruksikan para Babinsa mencari titik-titik yang bisa dijadikan helipad, atau pendaratan helikopter. Setelah Babinsa turun tangan, bekerjasama dengan unsur Babinkhamtibmas dan lain-lain, persoalan makin terkendali.

Doni Monardo kembali mengunjungi Majene di kesempatan lain, khusus untuk mengecek akses jalan yang terputus. “Rombe, ini bagaimana?” kata Doni menunjuk akses jalan yang masih terputus. Yudi sigap menjawab, “Izin Bapak, saya sudah memanggil Dinas PUPR dan Zipur ke sana. Semua sudah berjalan, beberapa titik jalur putus, sudah mulai tersambung. Kami juga merekolasi satu dusun,” lapor Yudi kepada Doni.

Problem penanganan bencana Mamuju – Majene tidak hanya persoalan evakuasi korban, logistik, dan perbaikan akses jalan yang terputus, tetapi juga pengendalian Covid—19. “Pertama pak Doni datang, sempat ditegur karena banyak yang tidak pakai masker. Tapi kemudian pak Doni mengirimkan bantuan masker lewat Deputi BNPB Ibu Prasinta,” katanya.

Semua bantuan langsung didistribusikan. Kebetulan, tenda-tenda pengungsian pun sudah dipilah sesuai instruksi Doni Monardo. Untuk ibu-ibu tenda sendiri. “Kebetulan ada dua kasus melahirkan,” katanya.

“Meski pak Doni tidak tiap hari di Majene, karena posko beliau di Mamuju, tapi semua instruksinya saya jalankan. Sebab saya tahu persis karakter beliau, perfeksionis. Sekali kasih perintah, pasti akan dicek. Jadi tentang prokes juga menjadi perhatian saya, karena beliau menekankan pentingnya memakai masker. Sebab, dalam situasi seperti itu, kerumuman pasti tak terhindarkan,” katanya.

Kenangan Kariango

Yudi Rombe dua tahun menjadi perwira di bawah Doni Monardo, saat Doni menjabat Danbrigif Linud 3/Tri Budi Mahasakti (2006—2008) Kariango, Sulawesi Selatan. Terinspirasi kepemimpinan Doni, maka Yudi Rombe dalam bekerja menangani bencana alam di Majene pun menyandarkan semua tindakannya kepada konsep kerja ikhlas.

“Bahwa kemudian mendapat apresiasi, terima kasih. Tetapi saya bekerja tidak mengejar apresiasi. Itu didikan yang saya dapat dari pak Doni, maupun saat menimba ilmu di Seskoad. Itu pula yang saya praktikkan, di berbagai medan tugas. Pernah menangani bencana banjir di Kendari, saat menjadi Kasi Ops Korem,” ujarnya.

Kisah Tragis

Mengisahkan interaksinya dengan Doni Monardo di Kariango, ada satu peristiwa yang tidak pernah bisa ia lupakan. Peristiwa itu terjadi sangat cepat, dan ia menjadi saksi mata. Disebutkan, pada suatu masa, prajurit latihan terjun payung.

“Nah, satu payung ada yang tidak mengembang sempurna. Mengetahui itu, pak Doni sebagai Dan Brigif lari sangat kencang. Ketika di depan ada lubang yang sangat lebar, beliau melompat setinggi-tingginya. Ukuran normal, saya kira tidak ada manusia yang mampu melompat sejauh itu, tapi entah karena apa, pak Doni berhasil melompati lubang itu, dan berhasil menangkap prajuritnya yang nahas itu. Kejadian itu tidak akan pernah saya lupakan,” kisah Yudi Rombe.

Atas peristiwa itu, Doni pun mengingat dengan baik dan berkomentar, “Alhamdulillah walaupun payung kuncup namun anggota tidak cedera serius. Masalah keamanan harus nomor satu. Tidak boleh ada yang cedera apalagi sampai meninggal karena latihan. Di daerah operasi juga. Target berangkat dan pulang harus dengan jumlah yang sama serta misi berhasil dilaksanakan,” kenangnya. (eggy massadiah)