MAKASSAR, UJUNGJARI.COM–Program guru penggerak yang diinisiasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan patut diapresiasi sebagai salah satu inovasi dalam pengembangan kualitas pendidikan. Di Makassar misalnya sudah ada 129 guru penggerak yang sudah mengikuti pelatihan selama sembilan bulan.

Meski begitu, guru penggerak diminta tetap tidak eksklusif dan menempatkan dirinya sebagai guru elite dibandingkan dengan komunitas guru lainnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Hal ini mengemuka dalam Focuss Group Discussion (FGD) bertema “Guru Penggerak Lakeko Mae” yang digelar Dewan Pendidikan Kota Makassar, Senin (14/3) di Kantor DPKM.

FGD yang dipandu Ketu PGRI Makassar, Suarman itu menghadirkan empat narasumber. Mereka adalah Ketua DPKM, Rudianto Lallo, Kepala Dinas Pendidikan Makassar, Muhyidin, Ketua LPMP Sulsel, Dr Halim Muharram, dan Ketua PGRI Sulsel, Prof Dr Hasnawi Haris.

Wakil Ketua DPKM Makassar, Yenny Rachman banyak mengkritik kehadiran guru penggerak. Mantan guru yang kini menjadi anggota DPRD Kota Makassar itu menegaskan mestinya yang jadi guru penggerak adalah semua guru profesional yang sudah tersertifikasi.

“Guru penggerak tidak boleh membangun eksklusivitas karena bisa mengganggu tatanan di kalangan komunitas-komunitas guru lainnya. Guru penggerak harus menggerakkan guru-guru lain di sekolahnya,” kata Yenny.

Pendapat senada disampaikan Kepala Diinas Pendidikan Makassar, Muhyiddin. Ia mengatakan guru penggerak tidak boleh membentuk asosiasi atau perkumpulan karena rentan menimbulkan disharmonisasi sesama guru.

Meski begitu kata dia, pemerintah kota sangat mendukung program yang diinisiasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu. Menurutnya, guru penggerak sejalan dengan program revolusi pendidikan Makassar yakni satu sekolah satu inovasi.

“Jadi guru penggerak menjadi inovator di setiap sekolah. Harapannya ke depan guru penggerak ada di setiap sekolah,” katany.

Sementara itu Ketua LPMP Sulsel, Halim Muharram mengatakan program yang digagas Menteri Nadiem Makarim ini harus didukung semua pihak. Pertimbangannya selain mendorong inisiasi guru, program ini juga melahirkan model-model pembelajaran yang lebih mutakhir.

“Bapak Walikota Makassar sangat mendukung program ini. Pak walikota bahkan sudah pernah membuat forum khusus dengan para guru penggerak,” kata Halim.

Meski begitu Halim mengakui adanya kendala di program ini. Misalnya kurangnya dukungan pimpinan sekolah terhadap gurunya yang terpilih menjadi guru penggerak. Apalagi guru penggerak dimasukkan sebagai salah satu pertimbangan dan syarat administrasi calon kepala sekolah.

Ketua PGRI Sulsel, Prof Hasnawi juga meminta stakeholder pendidikan mendukung program guru penggerak. I mengatakan meskipun tidak massif karena keterbatasan anggaran, program ini diyakini akan memberi manfaat bagi sekolah dan pengembangan kualitas pembelajaran.

“Guru penggerak orientasinya melakukan pembelajaran yang berbasis pada siswa. Bukan lagi ditentukan oleh guru,” kata guru besar Universitas Negeri Makassar itu.

Ketua DPKM, Rudianto Lallo yang menutup FGD mengapresiasi kehadiran Kepala Dinas Pendidikan Makassar dan narasumber lainnya. Ia mengatakan diskusi terfokus seperti ini memang intens dilakukan DPKM dalam mendorong pembangunan pendidikan di Makassar.

FGD kali ini juga dihadiri beberapa guru penggerak di Makassar. Termasuk
Nuzulhaq, koordinator guru penggerak Kota Makassar.