RINDU itu berat, kata Dylan. Apalagi terhadap kuliner favorit. Urusannya bisa panjang, sampai bikin uring-uringan bagi yang ngidam. Ibarat dendam, rindu yang satu ini harus dituntaskan.

Begitulah suasana kebatinan para perantau yang mengadu nasib ataupun yang berdomisili di ibukota Jakarta. Tak terkecuali diaspora asal Kota Makassar atau Sulawesi Selatan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sebenarnya, dalam beberapa dekade, ragam kekayaan kuliner Makassar sudah mengalami “transformasi sosial” sehingga lidah orang luar Makassar pun bisa menikmatinya.

Sebut saja soal cita rasa. Tajam yang khas, serta aneka bumbu yang menggoda membuat orang bakal ketagihan untuk terus mencicipinya dan merindukannya.

Siang itu, Minggu (16/1/2022) mendung menggayut di atas kota Jakarta. Tiba-tiba di ponsel saya masuk chat whatsap dari kawan lama, Taqwa Yunus. “Saya mau ke dekat Thamrin City, ketemu disana. Ada warung sop konro, sop saudara dan coto baru buka disana. Namanya warung Karaeng,” ajaknya sembari mengirimkan gambar map titik lokasi.

Saya bergegas. Setidaknya ini kesempatan bisa ‘menuntaskan’ kerinduan terhadap kuliner Makassar. Kedua, sesungguhnya saat ini sudah makin banyak rumah makan yang menyediakan hidangan Makassar di Jakarta dan sekitarnya.

Lalu, ada rasa penasaran dalam benak saya, apa yang khas dari rumah makan yang berlokasi di Jalan Kebon Kacang Raya, Tanah Abang itu?

Matahari masih enggan menampakkan teriknya. Siang tapi terasa adem. Rasa lapar pun menyergap. Rumah makannya terbilang sederhana. Ada tulisan besar dibagian depan: “Konro Karaeng”. Di sisi kiri masih berdiri papan ucapan selamat launching dan deretan kendaraan yang terparkir rapi.

Begitu masuk ke dalam rumah makan tersebut, aroma hangat kuah sop begitu menggoda selera. Perut semakin berontak. Langsung terbayang berbagai menu khas Makassar yang ingin dipesan. Berbeda dengan lainnya, karena rumah makan ini mengusung menu spesial berbasis kuah, seperti sop saudara, coto Makassar dan sop konro (sop iga,red).

Oh…ya, meskipun selama ini dikenal identik dengan menu serba ikan, jangan dikira orang Makassar hanya jago masak ikan. Nama ‘Konro’ dan “Coto” (sebutan untuk sop iga sapi,red) membuktikan mereka juga piawai mengolah makanan serba daging yang berkuah.

“Menu utama kami memang konro. Bisa dibakar, direbus atau dimasak bersama kuah sup. Tapi yang suka coto atau sop saudara pun kami sediakan,” ujar Muhammad W. Sattar (Attar), owner rumah makan ini menyambut kami.

Dia sibuk menyalami satu per satu tamunya yang tak henti berdatangan. “Ini asih masa promosi. Kami resmi launching pada hari senin (10/1/2022) lalu,” lanjut pria yang juga alumni santri dari Pondok Pesantren IMMIM Tamalanrea Makassar.

Tempat ini merupakan cabang ketiga dari sebelumnya dibuka Warsih yakni, Cibubur dan Tebet. Kedepan kabarnya ia bakal mengembangkan pasar dengan membuka cabang lagi di daerah Kalibata, dan Bekasi. “Rumah makan ini usaha keluarga. Karena itu saudara (adik-adiknya,red) saya ajak juga ikut bersama mengelolanya,” kata Warsih.

Bagi yang belum tahu makanan konro. Rada mirip dengan sop iga pada umumnya. Hanya konro memiliki banyak varian. Ada yang dibakar. Daging sapi melekat pada tulang iga yang empuk, kemudian disiram bumbu kacang resep leluhur. Hidangan ini didampingi sup kaldu sebagai pendamping.

Ada juga yang berupa sup, dengan kuah kental khas berwarna kecoklatan yang dibuat dari campuran rempah seperti pala, cengkeh, lengkuas, ketumbar dan lainnya. Jangan kuatir daging yang melekat pada tulang iganya empuk karena direbus selama beberapa jam. Biasanya, konro dihidangkan berdampingan dengan nasi putih atau buras serta ketupat kecil yang dipotong-potong terlebih dahulu.

Setelah puas melahap konro, rumah makan ini juga menyiapkan menu dessert yang patut dicoba, es pisang ijo. Pisang raja yang dibalut kulit adonan pandan, plus bubur sumsum yang lembut nan gurih di siram sirup dan es yang menambah segar. *** (rusman madjulekka).