Catatan ringan Rusman Madjulekka
“ADA dua orang yang tidak bisa dinasehati, karaeng. Orang gila dan orang yang lagi jatuh cinta,” kataku bercanda via chating WA,pekan lalu. Saya coba menenangkan Annas GS yang galau mengeluhkan seorang temannya yang menurutnya ‘kepala batu’.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Tambah lagi satu jadi tiga, dinda. Tim sukses juga…” balasnya dengan tambahan stiker tersenyum.
Beberapa hari kemudian, saya dikejutkan dengan kabar duka dari rekan Kiblat Said (wartawan senior, mantan jurnalis Suara Pembaruan) dan Prof.Amran Razak (gurubesar FKM Unhas, mantan aktivis mahasiswa Unhas era 70-80an).
“Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Berita duka hari ini. Annas GS, Senin, 2 Agustus 2021, pagi di RS Dadi Makassar, Sulawesi Selatan.
Padahal baru seminggu, senin (26/7/2021) pagi dinihari, ‘Karaeng Jalling’ (Karjal) – begitu ia akrab disapa- bersama saya masih larut dalam kesedihan yang mendalam dengan kepergian sosok seniman dan mantan aktivis Safrullan Sanre alias ‘Kak Roel” di kediamannya. “Innalilahi…Kak Roel itu om ku. Sama-sama ka pernah tinggal di Cilandak Jakarta,” kata Karjal.
Dalam satu dua hari ini, secara berturut-turut saya juga menerima kabar duka dengan wafatnya Dr.H.A.Rahman Halid (adik kandung Nurdin Halid) dan Dr.H.Mustafa Makka MS (mantan Dekan Fakultas Sastra Unhas).
Saya terdiam sejenak. Tak mampu berkata-kata. Dari Idul Fitri ke Idul Adha jaraknya dekat sekali. Yang membedakan daftar kematian makin panjang, bisikku dalam hati.
Berikut disajikan kembali tulisan saya saat hari ulang tahun ke-62 Karaeng Jalling, 27 Desember 2020. Orangnya enerjik dan penuh semangat, suka bercanda dan ingin hidup seribu tahun lagi seperti puisi Chairil Anwar, yang terekam dalan jejak digital “Karjal Way”.
Menolak Tua
“Halo…halo…” Lelaki itu kembali berupaya menelpon seseorang. Sampai tiga kali, tapi tetap tak ada jawaban.
“Mentang-mentang sudah pensiun, biar telpon sudah tidak mau mi na angkat lagi,” ujar Muhammad Annas GS dengan nada tinggi memecah tawa beberapa kawannya di sebuah kedai kopi legendaris di kawasan Panakkukang, kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Sejak pensiun dari ASN (aparatur sipil negara), beberapa tahun lalu, ‘Karaeng Jalling’ (disingkat Karjal)-begitu ia akrab disapa-lebih banyak menghabiskan waktu ngopi dan bercanda bersama kawan dan sahabatnya.
Selain juga kerap bermain tenis dan berpacu kuda yang menjadi hobinya. Kadang diakhir pekan ia menengok tambak ikan dan garam-nya di kampungnya, kabupaten Jeneponto.
“Saya kembali menjadi petani garam dan budidaya ikan di kampung,dinda…!” katanya seolah ingin menegaskan kalau sesungguhnya ia belum habis dan tetap produktif.
Hanya lahan garapannya saja yang membedakan dengan sebelumnya saat dirinya masih aktif sebagai pamong praja. Bahkan beberapa kali ia terdengar nyaring meneriakkan nasib petani garam yang terpuruk akibat kebijakan impor garam.
Selain itu, ia juga dikenal hobi memelihara kuda dan ikut perlombaan pacuan kuda.
“Jangan lupa,saya juga petani rumput laut di kampung,” tambahnya tersenyum sembari melirik kawan disampingnya, yang Ketua Umum DPP Asperli (asosiasi petani pembudidaya rumput laut indonesia), Arman Arfah.
Pria yang dalam tubuhnya mengalir kental darah biru dari para pemangku kerajaan Binamu, Jeneponto, ini seakan menolak tua. Melihat semangatnya itu, dirinya kerap dianalogikan seperti pemeran utama dalam sebuah film berjudul “The Curious Case of Benjamin Button”.
Dalam film tersebut, Benjamin Button menjadi sosok pemeran utamanya. Dimana, Benjamin Button yang diperankan oleh Brad Pitt terlahir dengan tampilan fisik seperti seorang laki-laki berusia 70 tahun.
Fase kehidupan yang dijalani oleh Benjamin Button justru terbalik. Hal ini dikarenakan ketika Benjamin Button semakin besar justru sosoknya semakin terlihat muda.
Film itulah yang akhirnya menjadi inspirasi bagi ‘Karaeng Jalling’ dimana ia merasa semakin tua justru tidak mengendurkan spiritnya untuk tetap produktif.
“Orang-orang mungkin mengira saya sudah habis, tua dan lelah, tetapi justru saya baru saja memulai menjadi muda,” ujarnya tersenyum.
***
Waktu itu ibarat aliran sungai. Tidak ada seorang pun yang bisa melintasi sungai yang sama dua kali. Sungai terus mengalir, manusia terus berubah.
Minggu 27 Desember 2020, Karaeng Jalling genap berusia 62 tahun.
“Saat merayakan momen ultah saya empat hari berada di empang lepas bibit ikan kakap putih sekaligus tanam padi di sawah,” jawabnya.
Kurang lebih 36 tahun lamanya ia mengabdi sebagai pegawai negeri sipil dengan berbagai penugasan, pengalaman berkesan dan beragam suka dukanya.
Yang ia ingat paling berat saat ditugaskan oleh pimpinan mengeluarkan para pendemo Gubernur di gedung DPRD Sulsel yang sudah menginap dua hari.
“Makanya saya panggil massa dari Jeneponto sekitar empatbelas mobil dan kemudian disuruh lagi mendamaikan pelantikan Bupati Jeneponto yang sudah membakar gedung DPRD setempat,” ceritanya.
Pada waktu ada instruksi Presiden tentang gerakan penghematan BBM dan banyak pejabat naik sepeda dan sebagainya, maka Karaeng Jalling memilih naik kuda ke kantor. Hal itu menjadi heboh dan pro kontra di masyarakat bahkan menjadi viral di media massa.
Namun satu yang membuat dirinya bangga karena sampai masa pensiun, ia tidak pernah di nonjob, meskipun saat itu banyak ASN yang iri dan cemburu dengan karirnya. Jabatan terakhirnya sebagai Sekretaris Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Selatan.
“Tapi saya tetap bersahabat pada orang yang tidak suka pada saya dan saya selalu menjaga adat-adat Bugis Makassar, terkhusus adat orang Turatea,” kata ayah lima anak dan dua cucu ini.
Surabaya, 2 Agustus 2021