MAKASSAR, UJUNGJARI.COM– Darul Istiqamah termasuk salah satu pesantren yang sudaj lama eksis di Sulsel. Pusatnya di Maccopa, Kabupaten Maros, namun kini jaringannya menggurita.
Didirikan KH Marzuki Hasan pada 1970 (yayasannya berdiri setahun sebelumnya) kemudian dilanjutkan KH Arif Marzuki, pesantren tersebut kini sedang proses transisi. Alih generasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tokoh politik Sulsel, Muzayyin Arif yang kini wakil ketua DPRD Sulsel termasuk yang terlibat dalam regenerasi itu. “Sebenarnya saya sudah cukup lama terlibat di pesantren, sudah 10 tahunan,” ucapnya, Selasa, 13 Juli 2021.
Alumni Universitas Islam Jakarta itu menyebut keterlibatannya sebagai keterpanggilan untuk menjadikan Darul Istiqamah semakin kuat dan berkembang dalam bidang pendidikan dan dakwah.
Muzayyin diamanahi abahnya (dia memanggil ayahnya dengan “abah), memimpin pesantren pada 2015. Kini, Muzayyin masih di pucuk tertinggi. Berdua dengan abahnya sebagai dewan pembina. Sepanjang itu, pria 39 tahun itu mengaku tak pernah beririsan dengan abahnya.
Dia memposisikan diri secara profesional sebagai perwakilan dari belasan bersaudara, tetapi menaruh hormat yang sedemikian besar kepada orang tua.
“Saya selalu jadikan orang tua, abah dan ummi sebagai rujukan dalam setiap tindakan. Semua keputusan yang saya ambil atas nama lembaga dipastikan atas restu dan bahkan instruksi beliau,” tambahnya.
Muzayyin mencontohkan program transformasi pesantren menjadi lebih modern, menyesuaikan diri dengan zaman. Pembenahan kurikulum dan sebagainya, kemudian pengembangan unit-unit bisnis untuk membuat lembaga menjadi mandiri, hingga penataan kawasan permukiman warga kawasan pesantren disebutnya atas persetujuan abah.
Saat merencanakan kawasan perumahan komersial, yayasan menggandeng pengembang profesional. KH Arif Marzuki yang merupakan pembina utama yayasan sendiri yang menandatangani nota kesepahaman dengan pengembang, beberapa tahun lalu.
Perencanaan pun dijalankan perlahan. Dimulai dengan membangun kawasan perumahan Relief, namun belum menggunakan lahan pesantren. Yayasan dan pengembang membeli lahan masyarakat di samping pesantren. Pertimbangannya agar pihak-pihak di internal pesantren melihat bukti keseriusan. Maka berdirilah Relief, kawasan perumahan modern dengan desain minimalis.
Muzayyin tak memungkiri ada juga riak-riak di internal keluarga. Misalnya tidak semua saudaranya setuju dengan konsep transformasi. Namun dia menyebut itu sebagai dinamika, bisa dibicarakan karena mereka bersaudara kandung.
Muzayyin juga berkaca pada proses alih generasi banyak pesantren di Indonesia. Tidak semua mulus. Sebab patronnya adalah seorang kiai yang berkuasa penuh, tiba-tiba harus mengalihkan itu ke anak yang jumlahnya banyak.
Mantan wakil bendara umum ICMI pusat itu mengaku tidak mudah mengambil tanggung jawab sebagai orang yang dipilih abahnya untuk memimpin pesantren. Ada banyak keinginan saudara yang harus didengarkan.
Makanya, dia membuat semuanya profesional. Semua keluarga yang dinilai punya kapasitas, diajak ikut mengelola yayasan. Untuk menghindari potensi sengketa di masa depan, Muzayyin ingin memastikan semua aset pesantren yang transaksinya dengan dana yayasan, harus atas nama lembaga. Bukan pribadi.
“Jadi nantinya bukan harta warisan, tetapi inventaris lembaga dan itu satu-satunya cara untuk menyelamatkan pesantren dan keluarga dari konflik keturunan,” ucapnya. Dia ingin Darul Istiqamah selalu menjadi milik umat. Umat yang mempercayakan pengurusan pesantren kepada lembaga.
Suatu waktu Muzayyin untuk pertama kali berbeda pandangan dengan abahnya
Suatu waktu Muzayyin untuk pertama kalinya berbeda pandangan dengan abahnya. Abahnya meminta dia memberi kewenangan yang sama besarnya kepada saudara-saudaranya.
Bukan hanya untuk mengelola penuh beberapa unit pendidikan, namun bisa pula membuat yayasan-yayasan baru. Muzayyin setuju untuk mengakomodasi saudara-saudaranya ikut mengelola tetapi untuk sampai membuat yayasan baru dinilainya tidak tepat. Dualisme yang coba dibangun itu bagi dia adalah bara yang bisa menyala dan berkobar di waktu mendatang.
Pelan-pelan Muzayyin menjelaskan kepada abahnya bahwa pengelolaan pesantren harus profesional. Oleh yayasan yang sudah ada. Yayasan yang merupakan sambungan dari yayasan yang didirikan pada 1969 itu. Semua saudara bisa terlibat secara objektif di situ.
Muzayyin di tengah kesibukan di dewan, kadang keliling kabupaten, masih tetap memelihara visi agar Darul Istiqamah semakin kuat tak terlindas zaman. Dia membangun beberapa satuan pendidikan yang menyasar segmen masing-masing. Misalnya Spidi atau Sekolah Putri Darul Istiqamah.
Konsepnya boarding school, mirip dengan Sekolah Insan Cendekia, sekolah modern di Serpong yang didirikan tokoh nasional Tamsil Linrung. Muzayyin pernah jadi direktur di situ.
Dia punya obsesi memiliki lembaga pendidikan terbaik. Pendidik, kurikulum, siswa terbaik. “Ada yang bila mengapa bangun sekolah mahal. Ini soal segmentasi. Positioning. Spidi kita arahkan lembaga pendidikan kelas menengah atas agar ada juga mendidik kalangan itu secara islami,” ucapnya.
Muzayyin menilai, harga tidak seharusnya dibicarakan di awal. Spidi mensosialisasikan kualitas. Kurikulum, manajemen tata kelola tidak tradisional. Tidak konvensional. Tidak kekeluargaan. Guru, kepala sekolah, dipastikan kompeten.
“Setelah itu baru bicara harga. Toh itu berdasar hitungan dari segala fasilitas terbaik yang kita berikan. Ini bagian dari strategi untuk menyentuh segmen yang kita tuju. Di kalangan masyarakat tertentu, harga sesuai dengan kualitas,” paparnya.
Di luar Spidi dan beberapa sekolah modern yang dibangun Darul Istiqamah, lembaga pendidikan reguler tetap ada di kawasan pesantren.
Muzayyin hanya ingin impiannya menjadikan Darul Istiqamah semakin maju dan kuat, on the track. Dia terus mengurus semua itu di tengah waktu yang kasip sebagai wakil rakyat dan beberapa riak di keluarga.
“Saya ingin menyelamatkan pesantren sekaligus menjaga keluarga besar saya tetap akur, sepanjang yang kita mampu,” tutupnya. (*)