Catatan Ulang Tahun Doni Monardo ke-58_
“Surga-surga kebahagiaan” Doni Monardo, telah tiba sore itu, 10 Mei 2021. Mereka yang hadir adalah Santi Ariviani, istri tercinta. Lalu putri sulung, Azzianti Riani Monardo bersama suaminya, Kapten (Inf) Mochammad Arief Wibisono serta dua cucu kesayangan. Tampak pula si bungsu Azel (Adelwin Azel Monardo). Sedangkan, putra kedua, Alka (Reizalka Dwika Monardo) absen, karena masih mengikuti pendidikan militer di Magelang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Adalah Korpsri Kolonel Czi Budi Irawan yang mengatur jadwal rutin sedemikian rupa, sehingga sore hari selepas jam kantor, tidak lagi diisi kegiatan dinas Satgas ataupun BNPB. Lalu, Budi membebaskan agenda hingga malam khusus hanya bagi “surga-surga nyata” Doni.
“Awal-awal pandemi, tahun lalu, pak Doni terkadang hanya tidur tiga-empat jam saja. Selebihnya berkutat dengan urusan kebencanaan dan pengendalian Covid-19. Keadaan itu sudah berlangsung setahun lebih, sejak ia memutuskan tidur di kantor,” kata Egy Massadiah, Tenaga Ahli BNPB mengomentari totalitas Doni.
Ditambahkannya, beberapa pekan terakhir, Doni Monardo bahkan dijuluki pejabat paling cerewet, karena statemennya yang mengalir deras setiap hari di media massa, terkait larangan mudik. Doni bersedia tidak populer dan siap di-bully netizen gara-gara ketegasan sikapnya mengamankan instruksi presiden tentang larangan mudik 2021. Kata Doni, tak apa cerewet agar korban covid tidak berderet.
Awak di lantai 10 Graha BNPB yang setia menemani, memahami, betapa kehadiran orang-orang tercinta di hari ulang tahunnya akan terasa istimewa. Alhasil, sore menjelang berbuka puasa hingga malam hari, acara dibuat semi-private. Tentu dengan prokes ketat. Syukuran diisi kipas lilin pengganti tiup lilin, potong kue, berdoa masing-masing di dalam hati. Menjadi spesial karena yang berulang tahun hanya ditemani keluarga inti.
Angan Jalan Jalan
Usai berbuka puasa, Doni mengambil wudhu dan menjalankan sholat maghrib. Kembali ke ruang Multy Media di lantai 10, tak jauh dari ruang kerjanya, untuk melanjutkan makan. “Sebentar lagi kan ayah pensiun, berarti sudah bebas dong?” ucap Santi kepada suaminya, yang duduk di sebelah.
Doni tidak segera menjawab, dan tekun mengunyah menu nasi kuning dan pallubasa yang disajikan awak lantai 10. Ia hanya tersenyum.
“Waaah… asyik. Jadi kita bisa jalan-jalan yaaa…. Sudah lama sekali tidak jalan-jalan,” sergah Santi dengan sumringah. Sebuah angan angan jalan-jalan yang dirindukan.
Ada harapan membuncah dari narasi dan ekspresi Santi. Tulang rusuk Doni Monardo yang begitu setia dan sabar mendampinginya. Termasuk, merelakan suami tidur di kantor demi keberhasilan tugas menjadi panglima perang melawan pandemi. Demi tugas kemanusiaan penanggulangan bencana.
Meski tak terucap dalam kalimat, tumpukan perasaan yang ada di dasar hati Santi sejatinya bisa setebal novel. Tentang bagaimana kecemasan hatinya mendengar berita suaminya nyaris celaka saat helikopter yang dinaikinya gagal terbang di Tahuna, Januari 2020. Tentang bagaimana hatinya laksana disayat sembilu, demi mengetahui suaminya pulang bukan untuk berbagi waktu, tetapi terpaksa pulang karena terpapar Covid-19.
Jika Anda mengira Doni Monardo adalah pria tangguh, pejabat yang tak kenal lelah (meminjam istilah Menko PMK, Prof Muhadjir Effendy—pen), maka sejatinya, perempuan bernama Santi, jauh lebih tangguh.
Bayangkan, sekitar tiga puluh tahun, bersuamikan Doni yang anggota Kopassus. Menempuh medan penugasan mulai dari Timor Timur, Aceh, sampai tugas menjadi “tameng hidup” bagi kepala negara. Semua penugasan yang bertaruh nyawa. Setiap hari, melepas kepergian suami ke tempat kerja dengan iringan doa semoga selamat kembali ke pelukannya.
Gendong Cucu
Suasana pun mencair ketika awak lantai 10 menayangkan video pendek ucapan ulang tahun untuk sang komandan. Semua gembira. Semua tertawa. Sudah tidak ada gurat sedih di wajah Santi. Yang terjadi kemudian berubah menjadi wajah haru, ketika melihat suaminya menimang-nimang cucu kedua, Zahra (Azzahra Rania Wibisono).
Meski usianya baru 10 bulan, tapi Zahra “tak bisa diam”. Tangannya sangat gesit menyambar apa saja yang ada di dekatnya. Termasuk ketika Doni lengah dan tangan Zahra menyambar piring kecil hingga terjatuh ke lantai, “praang…..”.
Bunyi keras yang mengagetkan. Kaget yang disusul pecah tawa kegelian melihat tingkah Zahra yang meronta-ronta tak bisa diam di gendongan Doni Monardo.
Begitulah. Doni melalui jam demi jam di hari ulang tahunnya dengan hati yang mekar. Di antara sekian banyak kue, bunga ulang tahun kiriman kolega, serta pernak-pernik hadiah, bisa dipastikan, kado istimewa tak lain dan tak bukan adalah hadirnya istri, anak, menantu, dan cucu.
Titik Nol Corona
Akan halnya Egy, yang rajin mencatat aktivitas Doni dan kemudian menjadikannya buku. Tahun lalu (2020), Egy menghadiahi Doni Monardo dua judul buku sekaligus: Secangkir Kopi di Bawah Pohon dan Sepiring Sukun di Pinggir Kali. Dua buku dengan satu tagline: Kiprah Doni Monardo Menjaga Alam.
Sedangkan di ulang tahun yang kemarin (2021), Egy menghadiahi satu judul buku terbarunya: *Titik Nol Corona, Doni Monardo di Pusaran Wabah*. Buku setebal 430 halaman berukuran B-5 itu, berisi tak kurang dari 60 judul tulisan. Lebih menarik lagi karena Menko PMK, Prof Muhadjir Effendy menulis secara khusus kata pengantar untuk buku ini.
Menko Muhadjir banyak bercerita bagaimana ia bersama Doni Monardo berjibaku mengendalikan pageblug. Dalam banyak perjalanan dan kunjungan kerja bersama Doni itu pula, Muhadjir memuji ketangguhan fisik Doni. Tidak hanya tangguh secara fisik, tetapi Doni dipuji mampu menjaga pikiran tetap fokus pada program.
Masih banyak sepak terjang Doni Monardo setahun terakhir yang tak tertangkap kamera media massa mainstream, tetapi ditangkap dengan baik oleh Egy.
Doni pun menerima kado buku dari Egy dengan senyum mengembang.
Selamat ulang tahun, Datuk Doni Monardo. Tetap Sehat. Tetap Semangat. “Salam cerewet”…. (Roso Daras)