MEMASUKI minggu ketiga Ramadhan, nyaris tiada hari berlalu tanpa “cerewet”. Benar, kata “cerewet” menjadi kosakata kunci Kepala BNPB/Ketua Satgas Covid-19, Letjen TNI Dr (HC) Doni Monardo. Boleh jadi, mantan Danjen Kopassus itu dijuluki orang paling cerewet pekan pekan ini.

Bersama anggota BNPB/Satgas Covid-19, serta para perwakilan kementerian/lembaga, hampir setiap minggu Doni melakukan rangkaian kunjungan kerja ke berbagai daerah. Selain sosialisasi pentingnya mitigasi bencana, ia juga melakukan safari Ramadhan dengan tema “tunda mudik”.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Dalam banyak kesempatan, beliau selalu mengatakan, ‘tidak mengapa badan lelah, mulut cerewet. Semua ini demi memutus mata rantai penularan Covid-19’. Jadi intinya kurang lebih, tidak mengapa cerewet asal jumlah korban corona tidak berderet,” ujar Egy Massadiah, Tenaga Ahli BNPB yang selalu menyertai kunjungan kerja Doni Monardo.

Setelah safari perjalanan panjang ke Batam, Medan, Banda Aceh hingga Simeulue dan Nias, dilanjut ke Riau, Pekanbaru. Nemplok sejenak di Jakarta lanjut ke Jawa Tengah (Cilacap) dan Jawa Barat (Cirebon).

“Kami baru kembali kemarin, Kamis 29 April. Hari terakhir kami Rakor di pendopo Kabupaten Cirebon. Hadir juga Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, serta Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melalui daring,” tambah Egy.

Setidaknya ada tiga bahasan pokok dalam Rakor marathon yang berlangsung sekitar empat jam itu. Pertama, soal perkembangan Covid-19. Kedua, penanganan dan pengamanan kebijakan pemerintah terkait peniadaan mudik, atau larangan mudik. Ketiga, mitigasi bencana, mengingat daerah Jawa Barat terbilang paling sering dilanda bencana alam, dibanding provinsi lain di Indonesia.

Salah satu catatan menarik dari Rakor itu, terkait larangan mudik adalah rumusan hasil rapat koordinasi tingkat Forkopimda Jawa Barat. Gubernur Ridwan Kamil mengatakan, melihat perkembangan banyaknya pemudik yang “mencuri start” serta melewati “jalur tikus”, membuat pihaknya melakukan langkah antisipasi.

Atas paparan para pihak, Doni mengaku lega dan bangga. Terasa ada marwah kekompakan. Adanya satu komando, utamanya terkait larangan mudik, mulai dari instruksi presiden hingga ke petugas pelaksana yang paling bawah. Bahkan Doni terkesan dengan pola sosialisasi di Jawa Barat yang dalam waktu sekejap dan real time, bisa menjangkau hingga ke seluruh Ketua RW yang ada di Jawa Barat melalui broadcast medsos.

Hablum Minal Alam

Usai Rakor, Doni dan rombongan meninjau salah satu titik penyekatan di pintu tol Palimanan, Cirebon. Di sini, Doni mendapat paparan dari Unit Lantas Polda Jabar ihwal strategi penyekatan terhadap para pemudik, hingga pengandangan angkutan umum, dan pemutarbalikan arah pemudik yang membandel.

Pesan Doni, laksanakan instruksi larangan mudik dengan persuasif. “Jangan arogan. Beri pemahaman, mengapa pemerintah melarang mudik. Kita tidak ingin Indonesia seperti India. Data sudah jelas menyebutkan, bahwa dalam setahun pandemi, dari lima kali musim libur panjang, lima kali pula kita mengalami pelonjakan kasus, termasuk jumlah korban meninggal,” pesan Doni.

Agenda terakhir, sebelum kembali ke Jakarta, ditemani Sestama BNPB Lilik Kurniawan, Doni mampir ke Pondok Pesantren Al Mizan, di Kabupaten Majalengka. Pondok milik tokoh muda NU yang moderat, KH Maman Imanulhaq itu, menarik perhatian Doni.

Sebelumnya, Doni sudah beberapa kali bertemu Maman, di DPR RI. Benar, Maman adalah anggota DPR RI Komisi VIII, mitra kerja BNPB. “Dari beberapa kali pertemuan, saya selalu mendapat ilmu baru tentang kebencanaan, lingkungan hidup, termasuk soal pohon. Bukan hanya itu, dari cara beliau menjelaskan, tidak kaku dan sangat mudah dipahami,” ujar Maman, politisi PKB itu.

Maman memberi contoh. Suatu hari dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi VIII, di luar kebiasaan, Doni Monardo menyuguhkan sukun goreng. Tentu saja, sukun goreng itu tidak saja mencairkan suasana, tetapi oleh Doni dijadikan pintu masuk ketika berbicara mengenai mitigasi berbasis vegetasi. Yakni menanam pohon yang memiliki nilai ekologis dan nilai ekonomis.

Karenanya, Maman sangat senang ketika Doni berkenan mampir ke Pondok Pesantren yang ia asuh. Maman pun “memamerkan” penghijauan yang sudah ia lakukan sejak tahun 2000, bersamaan berdirinya Pondok Pesantren Al Mizan.

Doni terkesan dengan pohon beringin tinggi yang ada di depan halaman rumah Maman. Doni bahkan menyebutkan, itu termasuk jenis beringin langka. Karenanya, ia meminta kesediaan Maman berbagi biji buah pohon beringin, untuk ia semaikan menjadi bibit-bibit unggul. Setelah bertunas dan memiliki ketinggian 1,5 meter, ia akan membagikan bibit-bibit beringin tinggi itu ke berbagai daerah di Indonesia.

Hal lain membuat Doni terkesan adalah banyaknya pohon trembesi di lingkungan pondok pesantren seluas 15 hektare itu. Pohon yang satu ini sangat membekas di hati Doni. Lewat trembesi pula ia memulai langkah penghijauan ketika menjabat Danbrigif Para Rider III/Tri Budi Sakti Kariango pada tahun 2008.
Pohon ia sebut ‘die hard’, selain tahan dan bisa hidup di segala medan, juga bermanfaat menyerap polusi serta menghasilkan oksigen berlimpah.

Sambil berjalan di area pesantren Doni mendapat penjelasan, ihwal arti Al-Mizan sebagai “timbangan”. Bagi Doni, timbangan bermakna keadilan dan keseimbangan. “Jadi cocok dengan yang sering saya kampanyekan. Bahwa kita selaku umat muslim, tidak melulu hanya menjaga hubungan baik dengan Allah (hablum minallah), tetapi juga harus menjaga hubungan dengan sesame (hablum minannas), dan memelihara alam (hablum minal alam).

Syahdan, di hadapan para santri, Doni kembali tak henti menyerukan pentingnya mitigasi bencana. Dalam kesempatan tadi, ia juga melakukan sosialisasi ihwal Covid-19, dan larangan mudik. Insya Allah, para santri mendengar dengan takzim serta menikmati “kecerewetan” Doni Monardo. (*)