GOWA, UJUNGJARI.COM — Saat ini Pemerintah Kabupaten Gowa intens melakukan penetapan tata batas kawasan hutan di dua kecamatan di daerah pegunungan.
Penataan kawasan hutan khususnya di wilayah Malino saat ini memasuki tahapan penetapan tata batas, tujuannya untuk mengetahui wilayah yang masih masuk kawasan hutan dan sudah keluar dari kawasan hutan.
” Dengan adanya pemancangan batas ini dengan jelas yang mana hutan yang dipertahankan, yang mana sudah keluar dan yang tidak bisa dikeluarkan. Kita harap ini berjalan lancar,” kata Penjabat Sekretaris Kabupaten Gowa Kamsina saat membuka rapat pembahasan dan hasil pemancangan batas sementara dan identifikasi hak-hak pihak ketiga di Kabupaten Gowa di ruang rapat Hotel Bukit Indah Malino, Rabu (28/4/2021).
Dikatakan Kamsina, dengan adanya tata batas ini masyarakat tidak mudah lagi mengklaim sebagai lahannya. Apalagi saat ini banyak masyarakat dalam pengakuan terhadap lahan sangat tinggi.
” Ini sangat penting bagi kita semua, yang namanya kawasan hutan ini sudah menjadi pertentangan antara satu dengan yang lain. Saya berharap apa yang sudah kita lakukan ini di Malino bisa juga dilakukan di kecamatan lain,” kata Pj Sekkab Gowa ini.
Ia pun meminta panitia tata batas yang bertugas di lapangan agar bisa bekerja dengan baik dan terus melakukan edukasi dan sosialisasi ke masyarakat.
Begitupun dengan kawasan wisata, Kamsina meminta kepada Dinas Pariwisata Kabupaten Gowa untuk mengidentifikasi titik wisata yang masuk kawasan hutan agar segera dikoordinasikan.
“Jangan sampai ada titik wisata masuk kawasan hutan lalu kita menerima retribusi kan tidak cocok. Kalau ada memang yang masih masuk dalam kawasan hutan supaya dicatat dan dikoordinasikan apakah bisa dikeluarkan dari kawasan hutan atau tidak,” jelasnya.
Kamsina juga mengingatkan agar pemerintah kecamatan dan lurah tidak mudah mengeluarkan surat pengantar penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB).
” Ingat SPPT-PBB ini kadang diyakini masyarakat sebagai bukti kepemilikan lahan. Karena itu saya minta, camat, lurah dan kepala desa jangan terlalu mudah memberikan pengantar untuk pembuatan SPPT-PBB. Perlu ditahu oleh masyarakat bahwa SPPT-PBB itu bukan bukti kepemilikan, namun kadang masyarakat malah menganggap SPPT-PBB ini sebagai bukti kepemilikan. Inilah yang kerap memicu masalah,” tegas Kamsina.
Sementara itu, Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VII Makassar Hariani Samal mengatakan, saat ini proses pengukuran kawasan hutan berada pada tahap ketiga yaitu pemancangan batas sementara dan Identifikasi hak-hak pihak ketiga.
” Ini akan menjadi dasar acuan pelaksanaan pemasangan dan pengukuran batas definitif di lapangan yang akan kita wujudkan dalam bentuk batas beton, papan bicara, di sepanjang batas yang sudah ditunjuk berdasarkan revisi tata ruang wilayah,” kata Hariani.
Hariani menyebutkan panjang target pemancangan batas sementara kurang lebih sepanjang 110.036,62 Km. Sementara realisasi pemancangan batas sementara sekitar 109.795,97 Km yang tersebar di dua kecamatan, yaitu Tinggimoncong dan Tombolopao.
” Saat ini jumlah patok batas sementara yang sudah kita pasang sebanyak 1.083 patok,” sebutnya.
Sementara untuk tahap selanjutnya akan dilakukan pengukuran dan pemasangan tanda batas definitif yang akan dilakukan pada Mei 2021. Sedangkan, rapat hasil pembatasan tata batas oleh panitia akan dilakukan Juni atau setelah definitif.
” Hasil rapat tersebut adalah berita acara tata batas dan peta acara tata batas yang ditandatangani bersama unsur panitia tata batas yang hasilnya akan kita kirim ke Kementerian untuk dilakukan penetapan kawasan hutan,” tambah Hariani.
Pada kesempatan ini juga dirangkaikan dengan peninjauan lapangan pemancangan tata batas sementara dan penandatanganan berita acara dan peta lampiran kawasan tata batas.-