SELAMA dua hari, 4 – 5 Maret 2021 berlangsung Uji Kompetensi Wartawan (UKW) di SwissbeL Hotel, Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Peserta terdiri tiga jenjang, muda, madya dan utama. Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, Dr Hj Nur Endang Abbas membuka UKW gratis yang dibiayai Dewan Pers dengan PWI sebagai lembaga uji.
Setelah penutupan, Jumat (5/3) siang, saya diajak berkunjung ke media group FAJAR oleh Pemred Kendari Pos, Inong Syaputra. Di Sultra khususnya Kota Kendari FAJAR Indonesia Corporindo (FAJAR Group) memiliki enam media, yakni Kendari Pos, Berita Kota Kendari (BKK), Rakyat Sultra serta Sultra TV. Dua lainnya terbit di Buton (Buton Pos) dan Kolaka Pos di Kabupaten Kolaka.
Pada pemahaman sekarang, media-media tersebut adalah media mainstream atau media arus utama yang dipersepsi sebagai lembaga pers dengan sistem kerja dan pendekatan jurnalistik lama.
Selain itu, produksi beritanya dianggap tak relevan lagi dengan kebutuhan pembaca atau audiens karena sumber daya manusia (SDM) pengelolanya berasal dari generasi lama. Media ini kemudian disebut sebagai media konvensional, tradisional bahkan kolonial.
Di Kendari Pos saya didapuk berbicara, sekaligus berdiskusi dengan direksi, pemred dan jajaran redaksi menyangkut transformasi digital. Di samping berdiskusi saya juga ingin memastikan bahwa konvergensi media yang sedang digenjot berjalan sesuai harapan.
Persepsi bahwa media-media tersebut konvensional menjadi terbantahkan karena sejak 10 tahun terakhir group kami telah melakukan transformasi. Memang tidak drastis karena kekuatan media mainstream sebagai rumah penjernih informasi tetap kami jaga.
Objektivitas dan trust yang melandasi berita adalah modal utama sehingga pelanggan tak serta merta meninggalkan media kami. Di mana hal tersebut menjadi rimba belantara bagi sebagian entitas yang menyebut dirinya media baru (new media), yang bertaburan di jagad maya atau mayapada.
Kendari Pos, kini juga dapat dibaca dalam platform berbeda dalam bentuk e-paper, portal berita, kanal TV, Updating dan podcast. Pembaca tak lagi dihitung berdasar oplah, tapi dijumlah sebagai audiens.
Lima tahun atau bila memungkinkan lebih cepat, maka penghasilan produk berbasis digital itu menjadi penyumbang utama dalam struktur pendapatan. Semua media dalam FIC kini telah bertransformasi ke platform digital dan tetap mempertahankan cetak dengan budaya kerja mixing.
Bermodal branding yang kuat, news room, pendekatan komunitas yang baik, sistem kerja yang mengacu pada kode etik jurnalistik, UU Pers No 40/1999 kerja keras, maka transformasi digital dan konvergensi media yang kami lakukan di Sultra dan tempat lain kini berada dalam ekosistem yang benar.
Ekosistem digital dengan konten ‘jernih’, dipercaya (trust), berimbang, faktualitas (pemisahan fakta dan opini), akurat, lengkap, non evaluatif (tidak memberi penilaian/judgment), tidak bombastis, relevan dan mudah diakses merupakan pilihan adaptif terhadap preferensi masyarakat mengonsumsi informasi di era digital.
Uji kompetensi wartawan adalah jalan lurus untuk mengurangi anasir-anasir yang berpotensi menjadi penumpang gelap dalam profesi ini, sekaligus untuk mendapatkan wartawan yang berani berjibaku dalam kerja-kerja jurnalistik.
Wartawan yang diuji kebanyakan berbasis cetak dan sebagian online. Apapun platform medianya, mereka harus patuh pada kode etik, paham Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA), Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), Pedoman Pemberitaan Media Siber (PPMS), memiliki keterampilan, pengetahun umum dan khusus serta kesadaran yang kuat terhadap profesinya.
Kami, para asesor dipimpin Prof Radjab Ritonga dengan tim yang terdiri: Suwardi Thahir, Suherlan, Machmud Suhermono, Iqbal Irsyad, Izaac T, Suprapto, Eko Pamudji, dan Cahyono Adi telah menyelesaikan tugas. Semoga bertemu lagi di UKW berikutnya.
Terima kasih kepada Komisioner Dewan Pers, Agung Dharmajaya, Ketua PWI Sultra, Sarjono, Mahdar Tayyong (Sekretaris PWI Sultra/Dirut Berita Kota Kendari), Irwan Zainuddin (Dirut Kendari Pos), Khaliq (Dirut Rakyat Sultra) dan direksi FAJAR Indonesia Corporindo (FIC) lainnya.