MAKASSAR, UJUNGJARI–Direktur LAKSUS, Muhammad Ansar mendatangi kantor Kejati Sulsel, belum lama ini, dengan membawa seabrek berkas, berupa bukti kuitansi serta laporan pajak lahan eks makatex.

Di depan Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Idil, saksi pelapor menguraikan secara detail soal adanya dugaan korupsi di atas lahan eks Makatex.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Muhammad Ansar menegaskan, bukti bukti awal yang dia berikan akan menjadi petunjuk penting bagi penyidik untuk menguak kasus ini secara rinci serta detail.

“Kami berharap Kajati Sulsel yang baru, akan memberikan atensi khusus dalam penanganan kasus ini. LAKSUS akan melakukan pengawalan melekat,” tegas pria yang dikenal lugas ini.

Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Idil menegaskan, pihaknya sedang menunggu disposisi dari pimpinan terkait penyelidikan kasus ini.

“Kami menunggu disposisi. Nanti kalau sudah keluar akan kami sampaikan apakah kasus ini ditangani Bagian Intelijen atau Pidsus,” kata Idil.

Usai menyerahkan data tambahan, Muhammad Ansar di depan wartawan menguraikan, sejak tahun 2012 terjadi sewa menyewa tempat usaha di dalam lokasi areal eks Makatex. Yang menjadi pertanyaan, yang melakukan sewa lahan kepada sejumlah pengelola usaha dilakukan oleh oknum eks pegawai.

“Apa kapasitas dia menyewakan lahan eks Makatex. Setahu kami, eks Makatex itu dibawah pengawasan Kementrian Perindustrian dan Pemprov Sulsel. Bagaimana pun itu dalam pengawasan negara. Lantas uang sewa itu dikemanakan, apakah dinikmati seutuhnya oleh oknum tersebut,” tegas Muhammad Ansar.

Menurut Muhammad Ansar, dari hasil investigasi yang dilakukan, pihaknya juga menemukan keberadaan sejumlah barang di pabrik eks Makatex yang diduga raib dan tidak diketahui rimbanya. Seperti, tiang listrik, tower air, besi, mesin diesel, brangkas dan lemari besi, mesin bor serta mesin bubut.

“Kami melaporkan masalah ini sebagai respon dari keluhan warga sekitar yang mengaku resah dengan aktivitas sewa menyewa lahan di dalam aset eks Makatex,” tegas Muhammad Ansar.

Adapun tempat usaha yang kini beroperasi di dalam lahan eks Makatex, kata dia, diantaranya usaha rental mobil, bengkel, lapangan futsal, jual beli tanaman hias, kos kosan, warkop, pencucian motor dan mobil, serta penyediaan lahan untuk penyimpanan alat berat.

“Kami minta Kejati untuk segera mengusut tuntas masalah ini. Bagaimana pun status eks Makatex masih dalam pengawasan negara, bukan dikelola secara pribadi seperti sekarang ini. Ada dugaan unsur kerugian negara yang sangat besar,” tegas Muhammad Ansar.

Lebih jauh dia menjelaskan, mengenai kedudukan Makatex dalam hak pakai, berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan Dasar pokok pokok Agraria dimana Undang Undang tentang pengelolaan secara explisit. Namun UUPA menjelaskan hak pengelolaan berasal dari hak menguasai negara atas tanah. Bahwa negara sebagai pihak yang menguasai negara atas tanah.

Kata Muhammad Ansar, negara sebagai pihak yang menguasai tanah (sebagai organisasi kekuasaan dan seluruh rakyat/bangsa) dapat memberikan tanah kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak atau menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada sesuatu badan pengurus (Departemen, jawatan, atau Daerah Swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing.

Mengenai konversi hak menguasai atas negara yang diberikan kepada departemen departemen, direktorat, dan daerah daerah Swatantra dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Peraturan Menteri Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 Tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan Tentang Kebijakan. Selanjutnya disebutkan bahwa 1. Hak atas penguasaan tanah oleh negara yang diberikan kepada Departemen departemen. Direktorat direktorat dan daerah daerah Swatantra yang hanya dipergunakan untuk instansi itu sendiri dikoversi menjadi hak pakai.

Apabila dipergunakan untuk kepentingan instansi itu sendiri dan juga dapat diberikan kepada pihak ketiga maka hak penguasaan tersebut dikonversi menjadi hak pengelolaan. (*)