Site icon Ujung Jari

Penambangan Ilegal di Konut Masih Berlangsung, Perintah Kabareskrim Polri Tak Diindahkan

KENDARI, UJUNGJARI.COM — Proses penambangan ilegal di kawasan hutan Kabupaten Konawe Utara (Konut) mendapat sorotan. Misalnya, kasus di Desa Waturabahaa, Kecamatan Laloso, Konut, praktik penambangan liar di lahan seluas 130 hektare dengan pengoperasian kurang lebih 70 truk dan alat berat.

Sekitar 45 eskavator beroperasi di hutan yang diketahui tanpa memiliki izin tambang, izin lingkungan, izin produksi, dan tanpa izin pinjam pakai hutan.

Padahal, beberapa waktu lalu Polres Konawe Utara sudah mengusut, bahkan menyita ore nikel dan menetapkan tersangka petinggi perusahaan yang diduga menambang ilegal di kawasan hutan Konut.

Perusahaan itu adalah PT NBP. Polisi menduga NBP melakukan tindak pidana pertambangan dan kehutanan di Blok Matarape, Desa Molore, Kecamatan Lasolo.

NBP ditemukan sedang mengeruk ore nikel dengan beberapa alat berat, tanpa memiliki izin usaha pertambangan dan izin pinjam pakai kawasan hutan. Polisi langsung menangkap operator alat berat.

Informasi dari Polres Konut, NBP saat itu menggunakan empat alat berat jenis eskavator tanpa izin.

Setelah mendapatkan laporan masyarakat, Kasat Reskrim Polres Konut, Iptu Rachmat Zamzam, kala itu langsung menuju tempat kejadian dan menyita alat berat, menangkap operator dan menyita bahan galian bijih nikel sekitar 300 ton.

“Selain direktur ada kepala produksi dari perusahaan ini, kemudian surveyor, operator alat dan tentu direktur juga kami tahan,” kata Rachmat saat penangkapan waktu itu.

Setelah pemeriksaan sebagai saksi, kata penyidik, diketahui aktivitas itu berdasarkan arahan dari TN. Dari kejadian itu, enam orang ditetapkan sesebagai tersangka. Selain penetapan tersangka polisi juga menahan mereka.

Menyikapi hal itu, Direktur Pascasarjana Universitas Sulawesi Tenggara LM Bariun menilai, model penambangan ilegal seperti ini sudah sejak lama dilakukan pengusaha tambang nakal demi pemenuhan permintaan yang sudah terkontrak.

Dia bilang, Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral ESDM sudah melakukan penertiban IUP bermasalah. Kalau masih terus terjadi penambangan ilegal berarti pengawasan tak maksimal dan penegakan hukum tak jalan.

“Apalagi sering diteriakkan mahasiswa selaku pihak pengontrol. Dari pertambangan ini, pemangku kepentingan, kurang dan sensitivitas tidak ada. Ini merugikan daerah,” katanya, seraya berharap, penegak hukum dan pemerintah bisa tegas menindak.

Dengan perusahaan tambang bisa beroperasi ilegal seperti itu, katanya, sulit menyebut tak ada pembiaran dari pemerintah. Masyarakat, katanya, bisa menilai ada pengawasan dan pembiaran ini.

“Lucunya semua pihak teriak soal penghentian tambang. Tapi di lapangan jalan. Harus ada komitmen dari semua pihak. Ini selain melanggar hukum, merugikan daerah. Tidak patuh pada aturan, tak lari ke kantong daerah, melainkan ke kantong ilegal,” katanya.

Sementara itu Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri diberitakan juga telah menyegel perusahaan tambang nikel di Konut.

Mei tahun lalu, polisi mengusut PT Bososi Pratama atas dugaan menambang di hutan lindung, di Kecamatan Lasoso, Desa Marombo. Tiga perusahaan kontraktor sudah jadi tersangka.

Puluhan alat berat milik perusahaan ini disita polisi yang dipimpin Kombes Pol Pipit Rismanto. Sekitar 50 tumpukan ore nikel hasil pengerukan di hutan lindung kena sita. Polisi juga menemukan laut tereklamasi untuk pelabuhan ore nikel.

Bososi, adalah satu dari ratusan perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) di Sultra.

Perusahaan ini diketahui banyak memberikan surat perintah kerja kepada beberapa kontraktor tambang mengeruk ore nikel untuk dijual kepada perusahaan smelter atau pemurnian nikel.

Pipit mengatakan, langkah pertama mereka menindak beberapa kontraktor tambang bekerja dengan Bososi. Ada tujuh perusahaan. Proses hukum terbagi dua. Pertama, tiga laporan polisi pada tiga perusahaan ditangani Bareskrim, dan empat laporan polisi dari empat perusahaan ditangani Dit Reskrimsus Polda Sultra.

Pembiaran

Sultra, adalah wilayah banyak kandungan nikel di Indonesia. Potensi cadangan nikel paling banyak di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. Cadangan nikel Indonesia menguasai 23,7% cadangan dunia, dengan total sekitar 9 miliar metrik ton.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), izin pertambangan baik eksplorasi dan produksi nikel di tujuh provinsi tercatat 1.278 IUP. Per Mei 2019, berdasar data rekonsiliasi Ditjen Minerba total IUP nikel ada 281 IUP.

Kabupaten Konut merupakan daerah terbesar sebaran nikel dan IUP. Rata-rata perusahaan pemegang IUP mempunyai luasan konsesi mencapai 500 hektare. Namun, katanya, IUP-IUP itu masuk kawasan hutan lindung dan tak miliki IPPKH.

Walhi Sultra menemukan, tidak hanya tujuh perusahaan di-policeline Bareskrim Mabes Polri karena menambang dalam kawasan hutan lindung. Walhi menyebut, hampir semua aktivitas penambangan di Konut itu ilegal.

Ragam kesalahan perusahaan-perusahaan tambang ini, katanya, mulai menambang di hutan lindung, membuat jalan di hutan lindung, menimbun laut dan menabrak tata ruang laut yang ditetapkan Kementerian Perikanan dan Kelautan.

Direktur Eksekutif Walhi Sultra, Saharuddin mengatakan, tujuh perusahaan operasi di hutan lindung itu bagian kecil dari begitu banyak kejahatan tambang di Sultra.

“Menurut saya, hal dilakukan Bareskrim itu biasa dan kecil. Kalau mau menindaki ayo yang besar-besar. Datangi perusahaan-perusahaan yang beraktivitas, katanya, cek titik koordinat, dan buka peta,” ujarnya.

“Tanya dinas-dinas mulai dari ESDM, Kehutanan dan Perhubungan. Akan ditemukan tindak pidana yang sangat besar,” kata Saharuddin.

“Kenapa harus Bareskrim yang menindaki penambangan ilegal di Sultra? Jadi tanda tanya untuk pihak berwajib di Sultra.”

Seharusnya, kata Saharuddin, Polda Sultra melakukan penegakan hukum sejak lama, bukan pembiaran.

“Semua melakukan pembiaran. Dinas ESDM juga begitu, Kehutanan juga begitu. Masa’ yang dari Jakarta bisa tahu ada tambang ilegal, sementara kita yang di Sultra tidak tahu. Kan aneh sekali itu.” ujarnya.

Dia bilang, pertanyaan juga harus ditujukan kepada inspektur tambang. “Kerjamu apa selama ini? Penyidik Kehutanan juga harus dimintai tanggung jawab, sekelas Konut yang wilayahnya kecil kenapa tidak ditindak.”

Dia kecewa, seharusnya pemerintah dan penegak hukum proaktif dalam melihat kejahatan lingkungan di Konut dan Sultra.

Dengan masih beroperasinya penambangan ilegal di kawasan Konut ini menunjukkan kerja aparat kepolisian tidak dipedulikan para perusahan tambang ilegal tersebut.

Padahal diketahui tim dari Bareskrim Polri yang dijabat Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo waktu itu dan saat ini telah menjabat Kapolri sudah turun dan memerintahkan agar penambangan liar tersebut dihentikan.  (**)

Exit mobile version