JAKARTA,UJUNGJARI.COM–Wakil Presiden RI ke 10 dan 12 menilai mantan ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin bukanlah tokoh radikal sebagaimana tuduhan yang dilontarkan kelompok yang menamakan dirinya Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Alumni ITB. Menurut JK Din Syamsuddin adalah tokoh yang sangat toleran, dan merupakan pelopor antar umar beragama di kancah internasional.
Untuk itu JK merasa heran apabila ada pihak yang menuduhnya sebagai tokoh radikal sementara sosok Din Syamsuddin di mata JK adalah sosok yang selalu keliling banyak negara untuk membicarakan perdamaian antar umat beragama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pak Din sangat tidak mungkin radikal, dia adalah pelopor dialog antar agama dan itu tingkatannya internasional. Saya sering bilang ke dia “Pak Din anda ini lebih hebat daripada menlu, selalu keliling dunia hanya berdiskusi dalam hal perdamaian dan interreligius. Jadi orang begitu tidak radikal, sama sekali tidak radikal”. Jelas JK di Kediamannya Jl. Brawijaya No. 6 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Senin 15 Februari 2021.
Terkait status Din Syamsuddin sebagai ASN sehingga tidak etis apabila memberikan kritik kepada pemerintah seperti yang dipersoalkan oleh GAR, JK memberikan penjelasan bahwa Din Syamsuddin bukanlah ASN yang berada di struktur pemerintahan tapi merupakan fungsional akademis.
Menurut JK ketika seorang akademisi memberikan pandangannya yang mungkin bertentangan dengan pemerintah itu tidak melanggar etika sebagai ASN karena tugas akademisi adalah memberikan pandangan lain sesuai dengan dengan latar keilmuannya.
“ASN itu terbagi dua, ada ASN yang berada di struktur pemerintahan itu ASN yang tidak boleh kritik pemerintah karena dia berada di struktur pemerintah. ada ASN akademis sebagai dosen dan sebagainya, nah disitulah posisi pak Din. Ini bukan soal etik mengkritik sebagai ASN tapi dia mempergunakan suatu keilmuannya untuk membicarakan sesuatu”. Jelas JK.
Menurut JK, ASN berprofesi dosen yang berpandangan kritis kepada pemerintah bukan hanya Din Syamsuddin saja, namun banyak juga ASN lainnya yang memiliki pandangan berbeda dengan pemerintah. untuk itu JK meminta para pihak untuk dapat menghormati pandangan tersebut karena merupakan padangan professional.
“Yang berpandangan kritis ke pemerintah bukan pak Din saja tapi ada juga majelis rektor dari seluruh negeri kadang membuat pandangan yang berbeda dari pemerintah dan itu tidak apa-apa. Dosen dosen universitas katakanlah di UI ada Pak Faisal Basri, dia kan selalu kritik pemerintah itu tidak apa-apa dia professional, dan itu tidak melanggar etika ASN kecuali kalau dia sebagai Dirjen kemudian mengkritik pemerintah, itu baru salah. Kalau seorang akademisi walaupun dia seorang ASN kemudian mengemukakan pandangannya meskipun berbeda dengan pemerintah, itu pandangan profesi dan kita harus hormati itu”. Tegas JK.
JK berharap agar tidak ada lagi perundungan terhadapa para akademisi yang berstatus sebagai ASN dan memberikan pandangan kritisnya ke pemerintah. Menurut JK pandangan alternative dari akademisi akan selalu dibutuhkan oleh pemerintah, jika tidak ingin negara menjadi otoriter.
“Bayangkan kalau tidak ada akademisi ini membukakan jalan alternatif maka negeri akan jadi otoriter. Jadi kalau ada yang mau mempersoalkan posisi pak Din sebagai ASN dan pandangannya kepada pemerintah, berarti dia tidak ngerti tentang undang-undang, dan bahwa anggot GAR itu alumni ITB tapi ITB secara institusi juga sudah mengatakan bahwa mereka bukan organisasi resmi dari ITB,” tegas JK. (rls)