BANDUNG,UJUNGJARI.COM–Fenomena pembelajaran dalam jaringan (daring) sebagai pengganti pembelajaran tatap muka yang dilakukan di masa pandemi covid-19 ini menggugah Rahmat Fadhli untuk melakukan riset doktoralnya di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung yang berjudul Manajemen Layanan Pembelajaran Daring Melalui Mediator Kinerja Guru Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa.

Dalam pemaparan hasil penelitiannya, Fadhli mengungkapkan bahwa terdapat sejumlah masalah yang timbul diakibatkan dari pelaksanaan pembelajaran daring. Di antaranya adalah banyaknya siswa yang mengalami burnout (kejenuhan) dalam belajar, munculnya fenomena learning loss (penurunan kemampuan belajar siswa), keterbatasan fasilitas pembelajaran dan juga masih rendahnya kesiapan guru dalam mengoperasikan teknologi pembelajaran.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Permasalah-permasalahan tersebut secara simultan terbukti telah menghambat efektivitas dalam pembelajaran yang dapat berakibat pada penurunan prestasi belajar siswa,” ungkapnya dalam ujian promosi doktor yang digelar pada Rabu 30 Desember 2020.

Menurut Fadhli, faktor utama yang menyebabkan kesuksesan dari pembelajaran daring adalah manajemen layanan yang diberikan guru kepada siswa. Semakin baik layanan yang diberikan maka output yang ditumbulkan ke siswa akan semakin positif.

“Dalam situasi pandemi seperti saat ini fungsi guru menjadi sangat krusial karena setidaknya ia memiliki dua peranan penting. Pertama adalah mau tidak mau mereka harus bertindak sebagai life saver (penyelamat) terhadap generasi bangsa yang terancam mengalami degradasi ilmu pengetahuan. Kedua adalah, mereka dituntut untuk mengedukasi siswa dalam keadaan virtual di mana kondisi ini tentu memiliki tantangan yang lebih sulit dibandingkan dengan pembelajaran tatap muka,” ujar alumnus Master of Education Boston University USA ini.

Lebih lanjut, Fadhli yang mengambil studi doktor pada Program Studi Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia ini mengungkapkan bahwa dalam situasi yang kritis seperti saat ini guru-guru setidaknya harus mampu menjadi role model atau contoh yang baik bagi para peserta didiknya, khususnya dalam hal pemanfaatan teknologi pembelajaran. Tugas guru di era digital ini tentu berbeda dibandingkan dengan guru-guru terdahulu. Sehingga pendekatan dan model pembelajaran yang digunakan juga berbeda.

“Di era digital ini, model pembelajaran itu lebih bersifat open source. Artinya sumber ilmu pengetahuan dapat diakses melalui pintu mana saja. Sehingga tantangan terbesar guru-guru saat ini adalah mereka dihadapkan pada ekspektasi siswa yang sangat tinggi,” ungkapnya.

“Agar pembelajaran daring menjadi lebih efektif, maka promovendus mengajukan Model Manajemen Layanan Pembelajaran Daring RAFLI. RAFLI merupakan akronim dari Readiness, Availaibility, Facilitating, Leadership dan Innovativeness,” katanya.

Readiness diartikan sebagai kesiapan, dalam hal ini adalah kesiapan guru dalam hal pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan software maupun hardware. “Faktor kesiapan menjadi penting karena masih banyak guru yang resisten, apatis, pasrah dan tidak mau ikut larut dengan perubahan pola mengajar di era digital ini. Khususnya bagi guru-guru senior yang jelang pensiun” terang Fadhli.

Solusinya adalah, pihak kepala sekolah melakukan indentifikasi SDM sekolah yang memiliki literasi teknologi yang rendah, kemudian melakukan intervensi berupa pemberian pelatihan kepada guru baik secara internal maupun eksternal. Setelah itu, tahap terakahir adalah melakukan pendampingan atau one on one teaching dari rekan sebaya yang memiliki literasi teknologi yang tinggi.

Aspek berikutnya adalah Availaibility atau ketersediaan yang meliputi ketersediaan perangkat pembelajaran daring baik itu berupa hardware, software dan jaringan internet yang stabil. Kendala utama yang dihadapi sekolah saat ini adalah, banyaknya siswa yang tidak memiliki fasilitas pembelajaran daring. Solusi yang dapat ditawarkan adalah sekolah harus memaksimalkan peran wali kelas untuk mendata siswa yang tidak mampu, selanjutnya membawanya ke rapat rutin sekolah. Jika memungkinkan, maka sekolah mengalokasikan anggaran pengadaan fasilitas belajar buat siswa melalui dana BOS.

“Jika kedua aspek tersebut dapat terpenuhi dengan baik, maka dapat melangkah pada aspek yang ketiga yaitu Facilitating,” katanya.

Makna facilitating dalam pembelajaran daring disini adalah bagaimana guru mampu memudahkan siswa dalam pembelajaran, tidak kaku, karena model pembelajaran daring tentu berbeda dengan tatap muka. Selain itu, aspek facilitating juga terkait dengan peran dan fungsi guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Artinya adalah guru harus bertindak sebagai mitra atau pendamping dalam belajar dengan suasana belajar yang demokratis dan menyenangkan bukan lagi menggunakan sistem pembelajaran instruksional atau komando kepada siswa (top-down learning).

Sspek keempat pada model RAFLI ini adalah Leadership atau kepemimpinan. Dalam situasi pembelajaran daring seperti saat ini, guru harus dituntut untuk memiliki kemampuan techno-leadership. Alasannya adalah karena tugas guru di era industri 4.0 ini tidak hanya memberikan materi pelajaran kepada siswa, tetapi juga harus mendemonstrasikan leadership dalam bidang teknologi, menganalisis, memfilter informasi dan membuat keputusan tepat buat siswa dalam kegiatan pembelajaran.

“Guru yang memiliki keterampilan teknologi yang baik secara otomatis akan mendatangkan simpati dari siswa. Sehingga ini akan mengangkat wibawa guru. Sebaliknya guru yang tidak memiliki kecakapan teknologi, secara perlahan kewibaannya pasti akan berkurang. Hal ini wajar karena saat ini ekspektasi siswa kepada gurunya sudah sangat tinggi,” terangnya.

Selanjutnya, aspek terakhir adalah Innovativeness atau keinginan untuk terus melakukan inovasi. Hal ini sangat penting dimiliki oleh guru agar membuat siswa tidak bosan dalam mengikuti pembelajaran daring.

“Permasalahan yang ada di guru-guru kita adalah masih banyak dari mereka yang tidak berani mencoba hal yang baru karena sudah berada pada comfort zone nya. Sebagai contoh, selama PJJ ini mayoritas guru-guru hanya menggunakan model pembelajaran satu arah di mana interkasi hanya dilakukan ketika sedang memberi dan menagih tugas. Akibatnya pembelajaran menjadi tidak interaktif dan monoton. Sehingga sangat wajar jika banyak siswa yang mengalami stres dan kehilangan animo dalam belajar,” sambung Fadhli.

Dalam ujian promosi doktor tersebut, yang bertindak sebagai tim penguji adalah Promotor, Prof. Dr. Munir, M.IT, Ko-promotor, Prof. Dr. Aan Komariah, M.Pd, anggota, Dr. Abu Bakar, M.Pd, dan penguji internal Dr. Dedy Ahmad Kurniady, M.Pd. Adapun yang bertindak sebagai penguji eksternal adalah Prof. Dr. Arismunandar, M.Pd yang juga sekaligus ketua Ikatan Sarjana Manajemen dan Administrasi Pendidikan Idonesia (ISMAPI).

Pada kesempatan itu, Arismunandar mengapresiasi pemilihan topik penelitian yang diambil oleh promovendus. Menurutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi seluruh stakeholder pendidikan khususnya bagi dinas pendidikan untuk merumuskan kebijakan yang tepat dalam mengatasi pembelajaran daring yang membosankan dan monoton.

“Bukan tidak mungkin dimasa mendatang, jika terjadi pandemi atau wabah seperti saat ini lagi maka penelitian ini dapat menjadi salah satu referensi yang kredibel,” pungkas mantan Rektor Universitas Negeri Makassar dua periode ini.

Sebagai penutup ujian disertasi, Ketua Sidang Ujian Promosi Doktor Administrasi Pendidikan UPI Bandung, Prof. Disman mengungkapkan, Rahmat Fadhli berhasil menyelesaikan studi doktornya dengan menyandang predikat cumlaude dengan IPK 3,88 dengan masa studi 2 tahun 5 lima bulan.