BARRU, UJUNGJARI.COM — Awalnya dua kelompok nelayan asal dua kecamatan berbeda dari Soppeng Riaja dengan nelayan Mallusetasi menjalin persaudaraan yang cukup akrab. Tetapi belakangan justru berseteru hanya karena berebut lahan mata pencaharian dilaut.

Buntutnya dari pertikaian ini, nelayan Pagae dari Siddo kecamatan Soppeng Riaja menuding pukat cincin miliknya diduga dirusak oleh nelayan tradisional dari Patalellange kelurahan Palanro kecamatan Mallusetasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Para nelayan ini berebut zona perairan yang masing-masing diklaim sebagai tempat penangkapan ikan cakalang.

Bahkan zona (1A dan 1B) ini sudah tiga kali disepakati, tetapi belakangan kesepakatan itu tak membuahkan hasil. Bahkan tetap saja menimbulkan konflìk.

Perseteruan antara kelompok nelayan tradisional asal Patalellange dengan nelayan Pagae dari Siddo sudah berulang-ulang terjadi.

Bahkan konflik kembali terjadi tiga hari lalu. Nelayan Pagae asal Siddo menduga pukat cincin miliknya dirusak oleh oknum nelayan asal Mallusetasi

Akkas, mewakili Nelayan Siddo mengakui bahwa awalnya antara nelayan pagae dari Siddo dengan nelayan tradisional Patalellange sangat akrab.

“Dulu kami sering berbagi ikan dan saling bertukar hasil tangkapan. Tetapi muncul dugaan ada yang memprovokasi dari salah satu kelompok nelayan, sehingga pukat cincin kami dirusak yang diduga pelakunya nelayan asal Patalellange,” tandas Akkas.

Makanya kata Akkas, pihaknya datang menghadiri proses mediasi yang digalang Pemkab Barru dengan pihak Polres dan Kodim 1405 Mallusetasi, agar perseteruan ini tidak berulang lagi.

Sementara itu nelayan Patalellange yang diwakili Herman,  menyatakan dulu ada kesepakatan antara kedua kelompok nelayan ini yang difasilitasi pihak UPTD Dinas Perikanan Pemprov Sulsel untuk menetapkan zona 1A (0-2 mill) yang tidak boleh dimasuki nelayan pagae dan zona 1B (2-4 mill) bisa saja menjadi tempat mencari ikan nelayan tradisional.

“Namun kesepakatan ini kerap dilanggar nelayan pagae yang sering menangkap ikan hingga ke zona 1A.Semestinya pagae ini hanya bisa beroperasi di zona 1B. Kejadian inilah yang menjadi pemicu ketidaksenangan nelayan tradisional yang dimasuki wilayah tangkapannya,” ucap Herman.

Kadis Perikanan Barru Andi Sidda, menyatakan saat ini ada batas-batas kewenangan antara Pemerintah kabupaten dengan Pemprov. Untuk kewenangan pemkab hanya 0-4 mill. Kemudian kewenangan 4-12 mill diatur oleh pihak Pemprov.

“Jalur penangkapan ikan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang diukur  0-2 mill (Zona 1A) saat pasang surut terendah merupakan wilayah nelayan tradisional dan untuk nelayan menengah 2-4 mill(Zona 1B). Kemudian jalur ke 3 untuk nelayan yang memiliki kapal,” ujar Andi Sidda.

Akhirnya kedua kelompok nelayan yang berseteru ini dihadirkan untuk dimediasi oleh pihak Pemkab Barru dan Polres serta Kodim 1405 Mallusetasi, Senin(16/11) di ruang data Pemkab Barru.

Nelayan tradisional asal Patalellange dengan nelayan Pagae dari Siddo ini kemudian berdamai dan bersepakat untuk tidak mengulangi kesalahan serta melakukan penandatanganan bersama yang disaksikan Sekab Barru Abustan AB, Kapolres AKBP Gregorius Liliek Tribhawono dan yang mewakili Dandim 1405 Mallusetasi, para kapolsek, Dan Ramil dan Camat Soppeng Riaja dan Mallusetasi. (Udi)