ikut bergabung

Pansus Angket Takalar Ancam Jemput Paksa, Pakar Hukum UMI: Melanggar!


Sulsel

Pansus Angket Takalar Ancam Jemput Paksa, Pakar Hukum UMI: Melanggar!

TAKALAR, UJUNGJARI- Pansus Angket DPRD Takalar mengancam akan menjemput paksa enam pejabat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Takalar yang mengabaikan panggilan pansus dua kali berturut- turut. Permintaan penjemputan atau pemanggilan paksa terhadap kepala dinas pun telah dilayangkan Pansus Angket kepada Kepala Polres Takalar sejak pekan lalu.

Namun, apakah DPRD lewat Pansus Angket memiliki kewenangan memanggil paksa? Pakar hukum Universitas Muslim Indonesia Dr Zainuddin mengatakan, pemanggilan paksa yang dilakukan oleh lembaga legislatif termasuk pelanggaran berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.16/PUU-XVI/2018 tentang Pengujian UU No. 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) pasal 73 dan Pasal 383 terkait kewenangan panggilan paksa pada orang, kelompok maupun badan hukum atau instansi dinyatakan bertentangan dengan konstitusi.

“Putusannya menyatakan bahwa panggilan paksa tersebut merupakan upaya perampasan hak pribadi seseorang atau badan/instansi yang hanya dikenal dalam proses penegakan hukum pidana (pro justicia) yang telah diatur secara tegas (stricta) dalam KUHAP mengenai mekanisme penggunaan dan larangannya untuk tindakan tindakan selain untuk pro justicia penegakan hukum,” kata Zainuddin, Selasa 20 Oktober 2020.
Wakil Dekan Fakultas Hukum UMI itu menegaskan, MK berpendapat bahwa DPRD adalah lembaga politik bukan lembaga penegak hukum sehingga kehilangan relevansinya. Lebih lanjut kata dia, MK menyatakan bahwa secara historis panggilan paksa hanya diperuntukkan untuk panggilan di depan persidangan pengadilan dan itu jelas serta tegas dalam konsep penegakan hokum.

Baca Juga :   Taufan Pawe Usir dr. Muhammad Yamin Saat Coffee Morning

“Hal ini juga semata mata sebagai perwujudan perlindungan dan perghormatan terhadap hak asasi yang dijamin oleh konstitusi, jadi kalau DPRD mau menjemput paksa, maka saya tegaskan itu melanggar,” ungkap Zainuddin.
Sementara Direktur Madani Institut menjelaskan, terkait kewenangan panggilan paksa DPRD serta PP No. 12 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Tatib DPRD Pada Pasal 75 ayat (3) yang menyebutkan jika pejabat, badan hukum, atau warga masyarakat yang telah dipanggil dengan patut secara berturut turut tidak memenuhi panggilan, DPRD dapat memanggil secara paksa dengan bantuan kepolisian oleh MK juga dinyatakan bertentangan dengan konstitusi dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Putusan MK dinilainya juga bersifat erga omnes yang artinya tidak hanya berlaku bagi para pihak yang menguji ke MK, melainkan juga mengikat semua pihak termasuk berdampak kepada norma lain yang identik dan sejenis, yang ada dalam peraturan perundang-undangan lainnya. Pemanggilan paksa oleh DPRD dengan bantuan kepolisian dalam pasal 171 ayat (3) UU Pemda dan Pasal 75 ayat (3) PP 12/2018 juga merupakan norma yang tidak dapat dioperasionalkan, karena merupakan norma yang kabur (vague norm) dan kekosongan hukum (vacuum of norm).

dibaca : 56

Laman: 1 2



Komentar Anda

Berita lainnya Sulsel

Populer Minggu ini

Arsip

To Top