Oleh Adhi
Sebuah perusahaan, katakanlah perusahaan sederhana tentu memiliki system managemen dalam pengelolaannya. Produksi, marketing, Transaksi, kepegawaian, pencatatan cash flow, pajak tentu akan diurus oleh manajemen perusahaan. Semakin besar skala perusahaan maka akan semakin banyak tenaga yang dilibatkan dalam proses manajamennya. Sederhananya seperti demikian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
BUMN sebagai sebuah perusahaan negara, dapat dikatakan sebagai perusahaan mapan. Tentu berbeda dengan perusahaan swasta, yang dari segi pemodalannya sangat bergantung pada keadaan para pemilik sahamnya (pelibatan modal individu). BUMN sebagai perusahaan negara memiliki posisi ‘spesial’ karena dilindungi oleh negara baik dari segi kebijakan maupun segi pemodalannya. Tentu untuk menjadi sebuah ‘big company’ adalah sebuah hal yang sulit terbantahkan bagi BUMN itu sendiri. Dukungan penuh pemerintah sekaligus skala kerja yang juga prospektif tentu akan membuat BUMN menghasilkan pendapatan yang besar sebagai feedback buat negara. Logisnya begitu kira-kira.
Tapi wacana mengemuka terhadap BUMN kita menjadi terbalik seketika dalam kurun waktu terakhir. Menteri BUMN sibuk melakukan mutasi/pergantian kepengelolaan manajemen beberapa BUMN. Disamping itu,restrukturisasi (kemungkinan penggabungan) juga akan segera dilakukan. Mungkin menurut pemerintah, masalah BUMN kita adalah terlalu ‘gemuk’, terlalu banyak sehingga sulit bersaing dan budaya corrupt di dalam manajemennya.
Dalam amatan saya, itu memang masalah. Namun, hanya secuil dari sekian banyak masalah di dalam perusahaan negara itu. Beberapa tahun yang lalu, tercatat salah satu BUMN kita menempati posisi sebagai Perusahaan terbesar ke-6 di dunia di bidang cakupannya. Saat itu saya kagum, tapi juga khawatir karena dibalik posisi luar biasa itu, ternyata dukungan infrastrukturnya tidak murni dari brand perusahaan, dan juga bahkan dari brand negara kita, melainkan dari pihak asing. Dengan kata lain, ketika resources pendukung kita gak bener-bener merupakan resources murni kita, ya sisa nunggu waktu dong jatuhnya… Iya gak?
Tapi tenang, karena itu baru satu, hehehe
Di salah satu BUMN lain, yang bergerak di sektor energi, inisialnya sebut saja PLN. Mereka adalah perusahaan yang memonopoli distribusi listrik di negara kita. Untuk menjadi besar, tentu bukan hal yang mustahil. Tapi, wacana akan gulung tikarnya PLN yang ribut-ribut di publik tentu lumayan mengagetkan. Lah iyaa kan?
Sudah tentu ada kesalahan luar biasa dalam kepengelolaannya. Tapi apakah direksi yang kebijakannya salah, laporan data perkembangan perusahaan yang salah (by design) atau ada dugaan korupsi besar?
Yuk, bedah sama-sama.
Kalau direksi yang kebijakannya salah, saya kira ini kecil kemungkinan karena BUMN kita ada dibawah sebuah kementerian yg tentunya akan dipantau oleh DPR. Perdebatan perihal kebijakannya akan sangat ribut kalau sejak awal keliru kebijakan itu. Lagian juga, yang jadi direksi disono kan yaa orang-orang hebat dari segi gelar dan pengalaman kepengelolaan perusahaannya kan?, jadi kecil lah kemungkinan di direksi yang keliru.
Kalau soal laporan perkembangan perusahaan yang keliru, saya kira ganti manajemen mungkin sudah bisa memperbaiki keadaan. Setidaknya gitu kan?
Tapi kalau korupsi besar, ya lumayan riskan sih, masa korupsi trilliunan bisa terjadi tanpa pantauan hukum. Kejadian korupsi EMS dgn Eks Mensos kemarin kan kelihatan tuh. Hehehe,
Gak lah saya kira. Kecuali kalau korupsinya terjadi secara lama (turun-temurun), tapi harusnya ganti rezim kan pasti berubah tuh…
Belakangan lagi mengemuka bahwa perusahaan listrik itu mandeg karena pemerintah belum bayar utang dengan nilai hampir 50T rupiah. Menurut informasi, utang itu berasal dari subsidi atas keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan Tarif Dasar Listrik.
Tapi apakah dengan dibayarkannya utang tersebut, perusahaan akan secara simultan menjadi sehat performanya?
Kalau saya lihat, perusahaan akan kembali jalan tapi performanya masih akan potensial ‘sakit’ dalam waktu mendatang. Kalau ditanya mengapa,?
Saya akan bahas sedikit bahwa perusahaan pemerintah itu akan besar karena didukung oleh pemerintah. Tapi ingat, bahwa professionalitas BUMN akan terancam oleh kepentingan Pemerintah itu sendiri. Iyaa gak? Logis…
Jadi gimana? Sampai disini pasti paham dong…
Kalau terlalu jelas takutnya terang-benderang, kan bisa jadi silau tuh. Hehehe…
Udah kelihatan belum… Kalau belum, nantilah di lain waktu dijelasin lagi.
Untuk saat ini, sampai disini aja dulu. Karena kalau mau bedah tuntas, semua perusahaan plat merahnya waktunya panjang bro and sist.. Hehehe.
Lagian ini juga udah mau masuk jam belajar daring, kudu merangkap guru lagi nih… Hehehe… #peace…(*)