GOWA, UJUNGJARI.COM — Demi lancarnya aktivitas murid dan siswa belajar dari rumah, membuat para guru di Kecamatan Tinggimoncong melakukan aksi susur rumah murid dan siswanya yang tinggal jauh di dusun terpencil. Bukan hanya guru SD, tapi juga guru-guru dari jenjang SMP.
Kecamatan Tinggimoncong, adalah salah satu daerah dataran tinggi Kabupaten Gowa yang wilayahnya cukup ekstrem, khususnya di luar kawasan ibukota Tinggimoncong, yakni kota Malino.
Selain banyak hutan, medannya pun terjal, kesulitan terbesar bagi masyarakat atau para insan pendidikan di wilayah ini adalah terjalnya jalan menuju kampung sebelah. Jauh dan berkelok-kelok.
Di Tinggimoncong terdapat 25 Sekolah Dasar (SD) dan 6 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun tidak semua sekolah ini berada dalam ibukota Malino. Semua terpisah, terbagi ke desa-desa dan dusun.
Di masa pandemi corona virus 2019 (covid-19) saat ini, semua aktivitas persekolahan tidak dilakukan di sekolah melainkan di rumah. Jadi para murid SD dan siswa SMP belajarnya dari rumah dan menggunakan sistem daring (dalam jaringan) atau online dengan menggunakan sarana handphone.
Handphone memang sudah merata dimiliki masyarakat, mulai prang berada hingga tak mampu sekalipun. Namun bedanya, ada yang HPnya android ada yang tidak. Sehingga sebagian besar murid dan siswa kesulitan mengakses bahan pelajaran termasuk tugas-tugas dari gurunya melalui layanan online.
Karenanya, pihak Korwil Dinas Pendidikan Kecamatan Tinggimoncong melakukan upaya pembelajaran dengan sistem luring (luar jaringan) para murid dan siswa yang tidak memiliki HP android.
Dengan keikhlasan tinggi demi mencerdaskan anak bangsa, maka sebagian besar guru-guru harus menemui langsung atau mengantarkan langsung bahan pelajaran serta tugas-tugas sekolahan untuk murid dan siswanya.
Seperti dilakukan para guru di wilayah desa terjauh dari ibukota. Antara lain SDI Patuku dan SMP Satap Mandalle. Para guru dari dua sekolah ini harus menyasar tempat tinggal murid dan siswanya.
Sangat terpencil karena lokasi tempat tinggal murid dan siswa masih jauh dari sekolahnya. Jarak rumah murid SDI Patuku serta siswa SMP Satap Mandalle dari sekolah masing-masing berkisar 30 kilometer. Jalan menuju rumah-rumah anak didik ini pun tidak mulus dan tidak aspal. Medannya terjal sebab kondisi jalannya berada di lembah dan ngarai terjal.
” Iya, para guru ini harus dan harus melaksanakan tugas mulia ini demi menyerahkan paket-paket tugas sekolah yang harus dikerjakan murid dan siswanya. Kesulitan ini memang harus dijalani sebab wilayah tempat tinggal sebagian besar siswa dan murid tidak terjangkau jaringan HP dan sulit dilalui kendaraan oda dua apalagi roda empat. Jadi terpaksa harus berjalan kaki. Belum lagi hujan mengguyur dengan segala risiko rawan longsor. Namun semua itu harus ditempuh para guru agar anak-anak didik kita dapat tetap menjalankan aktivitasnya belajar agar tidak ketinggalan pelajaran. Kota semua ikhlas dan maklum saja karena kondisi saat ini dimana pandemi covid-19 masih mendera sehingga aktivitas sekolah belum bisa dibuka dan anak-anak masih tetap belajar dari rumah,” beber Amran Azis SPd MM, selaku Korwil Disdik Kecamatan Tinggimoncong, saat dimintai komentarnya seputar pelaksanaan pembelajaran via rumah di wilayahnya, Senin (15/6/2020) siang.
Amran mengatakan semua guru terlibat dalam pendistribusian paket tugas mandiri, dan jarak terjauh adalah SDI Patuku. Juga pada SD-SMP Satu Atap Mandalle di Desa Mandalle.
Sekolah ini berada di perbatasan Kabupaten Gowa dengan Kabupaten Maros. Jaraknya dari kota Malino 30 Km.
” Iya, bila mau ke sekolah Satap ini termasuk SDI Patulu, kita harus menempuhnya dengan jalan kaki. Medannya cukup berat apalagi musim hujan begini. Dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) terdata ada sekitar 2.300-an murid/siswa yang menjalani sistem PJJ ini. Kami membaginya dua cara yakni daring dan luring. Yang daring kami layani agak mudah karena menggunakan android sedang yang luring harus kita datangi satu persatu,” jelas Amran.
Dari hasil deteksi para wali kelas, tambah Amran, hanya sekitar 20-an siswa yang bisa daring (ada HP android, jaringan ada, kuota ada), sementara selebihnya dipantau melalui luring. Hasil PJJ daring dan luring ini dipantau dan dikawal langsung para pengawas SD dan kepala sekolah.
” Memang lumayan berat. Para guru harus menelusuri jalan kampung menuju rumah para siswa. Guru kami mendatangi siswa dari rumah ke rumah menyerahkan paket tugas mandiri tersebut. Tidak bisa kubayangkan betapa letihnya para guru kita berjalan menunaikan tugas mulia ini. Tapi mereka tak kenal lelah. Letih memang, tapi untuk mengeluh mereka ganti dengan rasa syukur sebab bisa berbuat yang terbaik agar para anak didik tidak ketinggalan mata pelajaran,” kata Amran.
Fatmawati SPd, salah satu guru SDI Patuku mengatakan pengantaran paket-paket tugas sekolah ini kepada masing-masing muridnya adalah kewajiban.
” Memang kalau kita berpikir pendek, pastilah kita enggan untuk berjalan berkilo-kilometer jauh dan terjal. Namun ini tugas dan tanggung jawab kami sebagai guru. Tidak boleh kita kesampingkan. Harapan kami bagaimana anak-anak kami bisa tetap belajar di rumah masing-masing dengan baik, itu saja,” ungkap Fatmawati.
Hal sama dikatakan Muh Asmin dari sekolah Satap Mandalle. ” Apa yang kami lakukan ini semata-mata adalah tanggung jawab besar kami sebagai guru. Tidak ada kata lain selain bahwa anak-anak didik kami harus belajar dengan baik di rumah. Dan harapan kami juga semoga pandemi covid-19 ini segera hilang dan anak-anak bisa kembali belajar di sekolah,” terang Muh Asmin.-