ADA yang bertanya. Apa kaitan atau hubungan Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) dengan cap go meh? Memang tidak ada. Tapi secara kultural ada beang merah. Dan bahkan kedua event itu saling melengkapi.

Buktinya pada saat safari Gemarikan yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama anggota DPR-RI komisi IV di kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, Sabtu (8/2/2020), ditandai dengan transaksi penjualan ikan di pasar tradisional kota Nanga Pinoh yang meningkat signifikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Sejak kemarin banyak yang cari ikan bandeng. Tapi banyak juga yang beli ikan air tawar dan sungai,” ujar beberapa pedagang ikan di pasar itu.

Pada setiap perayaan cap go meh di Melawi, masyarakat keturunan Tionghoa selalu menyajikan menu masakan yang wajib ada selain kue keranjang, yakni ikan bandeng, teripang dan udang.

Masakan bandeng adalah kebudayaan orang Indonesia. Ikan bandeng menurut mereka adalah lambang usaha yang lancar, melaju penuh keberuntungan.

Kalau udang adalah makanan lambang kemakmuran. Tak heran hidangan udang selalu ada di tradisi makan bersama yang dimasak dengan bumbu khas masing-masing keluarga.

Sedangkan teripang yang biasanya dimasak dengan abalon merupakan lambang harapan untuk kehidupan yang lebih baik. Uniknya harga teripang akan melambung tinggi jelang imlek dan cap go meh.

Dengan safari Gemarikan di Melawi yang bertepatan dengan puncak perayaan Cap Go Meh memberikan perspektif baru bagi kita.

“Setidaknya bagi pihak KKP tidak lagi menjadikan Gemarikan sebagai kegiatan dengan pendekatan seremonial belaka. Tapi sudah saatnya Gemarikan mengalami tranformasi menjadi sebuah gerakan kultural dengan membaur dengan aktivitas sosial kultural masyarakat setempat,” ujar Awaluddin S.T, aktivis sarjana kelautan Indonesia yang juga CEO di sela-sela kegiatan Gemarikan dan karnaval cap go eh di kota Nanga Pinoh, Melawi, Sabtu (8/2/2020).

Apa yang selama ini tujuan Gemarikan agaknya terlihat di Melawi dengan adanya perayaan cap go meh.

Gemarikan adalah upaya KKP untuk meningkatkan konsumsi ikan dan mendorong upaya penangkapan ikan dan budidaya. Peningkatan konsumsi ikan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan gizi masyarakat karena ikan merupakan bahan pangan yang mengandung protein berkualitas tinggi.

Mengutip hasil Riset Kesehatan Dasar 2018 yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan menunjukkan 8% penduduk Indonesia masih menghadapi permasalahan kekurangan gizi dan ikan menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Pada periode 2020-2024, KKP Menargetkan peningkatan angka konsumsi ikan nasional dari 56,39 Kg/Kapita/Tahun pada 2020 menjadi 62,50 Kg/Kapita/Tahun pada 2024.

Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Agus Suherman mengatakan potensi ikan diyakini dapat menjadi solusi dalam penanganan permasalahan kekurangan gizi di sebagian masyarakat Indonesia.

Pada tahun 2019, KKP melalui Direktorat PDSPKP melakukan survei penghitungan sementara capaian angka konsumsi ikan nasional di 34 Provinsi yang mencapai angka sebesar 55,95 Kg/Kapita/Tahun. Dari data ini, realisasi sementara angka konsumsi ikan nasional telah melebihi target nasional pada tahun 2019 sebesar 54,49 Kg/Kapita/Tahun.

Data konsumsi ikan nasional yang dihitung KKP merupakan jumlah kilogram ikan yang dikonsumsi masyarakat Indonesia selama satu tahun yang dikonversi setara ikan utuh segar. Peningkatan angka konsumsi ikan nasional ini menggambarkan masyarakat Indonesia mulai terbiasa makan ikan dan diharapkan menjadi transformasi budaya pola makan di keluarga.

“Saya lihat perlahan lahan sudah mulai menjamur restoran khusus hidangan ikan di kota besar dan semakin bervariasi menunya dan membuktikan ikan sangat digemari,” ujar Agus.

• Opini: Rusman Madjulekka