JAKARTA, UJUNGJARI.COM — Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan keberadaan TAP MPR RI Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi bisa dijadikan landasan mengembangkan koperasi Indonesia.
Koperasi sebagai pilar utama ekonomi nasional harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas dari negara kepada kelompok usaha ekonomi rakyat.
“Ada rencana Kementerian Koperasi dan UKM memasukan RUU Perkoperasian dalam Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Sehingga tidak meneruskan RUU Perkoperasian yang oleh DPR RI periode 2014-2019 di carry over ke DPR RI 2019-2024. Bagaimana proses perumusan lebih lanjut, semua berada di DPR RI. MPR RI mendorong pemerintah sebagai inisiator RUU Perkoperasian agar jika pun memasukan masalah koperasi ke Omnibus Law, tidak melupakan spirit TAP MPR RI Nomor XVI/MPR/1998,” ujar Bamsoet usai menerima Pengurus Pusat Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN), di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Senin (3/2/20).
Pengurus DEKOPIN yang hadir antara lain Ketua Umum Nurdin Halid, Wakil Ketua Umum Raliansen Saragih, Wakil Ketua Umum Wahab Bangkona, Wakil Ketua Umum Sirajuddin, Wakil Ketua Umum Yusuf Solichin, Wakil Ketua Umum Ferry Juliantoro, Majelis Pakar Idris Laena, Dewan Penasihat Melani Leimena dan Majelis Pakar Adisatrya Sulistyo.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menjelaskan, spirit TAP MPR RI Nomor XVI/MPR/1998 adalah agar politik ekonomi nasional diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi nasional agar terwujud pengusaha menengah yang kuat dan besar jumlahnya.
Serta terbentuknya keterkaitan dan kemitraan yang saling menguntungkan antar pelaku ekonomi yang meliputi usaha kecil, menengah dan koperasi, usaha besar swasta, dan Badan Usaha Milik Negara yang saling memperkuat untuk mewujudkan Demokrasi Ekonomi dan efisiensi nasional yang berdaya saing tinggi.
Badan Pusat Statistik mencatat kontribusi koperasi terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia terus meningkat. Di 2016 dari 3,99 persen, menjadi 4,48 persen di 2017, serta 5,1 persen di 2018, dengan target 6 persen di 2019.
Penyerapan tenaga kerjanya pun besar, mencapai 132,33 juta jiwa. Sumbangsih koperasi terhadap perekonomian Indonesia sangat luar biasa.
“Artinya, untuk memperbaiki dan meningkatkan perekonomian Indonesia harus dimulai juga dengan meningkatkan kinerja koperasi,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menuturkan, data International Labour Organization 2018 (ILO 2018) mencatat terdapat 2,94 juta koperasi di dunia dengan jumlah anggota mencapai 1,13 miliar jiwa, dan menghasilkan 279,4 juta pekerjaan.
Sedangkan di Indonesia, berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM per Desember 2019, tercatat jumlah koperasi yang aktif sebanyak 123.048 dan yang memiliki sertifikat NIK sebanyak 35.761, sehingga jumlah total koperasi mencapai 158.809 unit.
Dengan jumlah anggota koperasi mencapai 22,463 juta jiwa, koperasi di Indonesia memiliki aset Rp 152 miliar lebih dan volume usaha Rp 154 miliar lebih.
“Sebagai wadah yang mengayomi koperasi, DEKOPIN harus senantiasa bersuara lantang memajukan perkoperasian Indonesia. Mengingat jalan memakmurkan koperasi Indonesia masih sangat panjang. Data ILO 2018, dari 300 koperasi terbesar dunia yang tersebar di 25 negara dan memiliki omset USD 2,5 triliun, Indonesia hanya menyumbang lima,” tutur Bamsoet.
Wakil Ketua Umum SOKSI ini menilai, sudah sejak zaman awal kemerdekaan, Bung Hatta menekankan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional, yang dilandaskan pada Pasal 33 ayat 1 UUD 1945.
Dalam empat kali amandemen, pasal 33 ayat 1 tersebut juga tak pernah diubah oleh MPR RI. Namun, akibat berbagai kepentingan, arah perekonomian yang dibanjiri dengan liberalisasi, membuat kita abai terhadap cita-cita dan perjuangan tersebut.
“Political will dari pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM sangat menetukan hidup mati dan berkembangnya koperasi di Indonesia. Baik melalui Omnibus Law maupun undang-undang tersendiri, koperasi selayaknya mendapat tempat terhormat di negeri ini,” pungkasnya.
“Jangan sampai disaat negara-negara maju seperti Jepang, Kanada, dan bahkan Amerika terus sibuk memajukan koperasinya, kita malah tak berbuat apa-apa untuk koperasi nasional,” terang Bamsoet. (*)