JAKARTA, UJUNGJARI.COM — Dalam rapat pimpinan (Rapim) Polri yang dihelat di Auditorium PTIK, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2020), Kadiv Humas Polri Irjen Pol Mohammad Iqbal memaparkan pentingnya strategi manajemen media sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam memelihara sekaligus menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat.
“ Polri sebagai penanggungjawab keamanan sebagaimana diamanatkan dalam UU No 2/2002 berkepentingan untuk melakukan manajemen media,” kata Muh Iqbal.
Di era digitalisasi ini, kata Iqbal tentu menimbulkan ekses yang negatif sehingga terjadinya revolusi king of fake atau maraknya berita palsu hingga bias informasi ditengah-tengah masyarakat yang menjadi salah satu faktor penyebab gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat.
“ Pada intinya, memanajeman media itu bagaimana menekan isu negatif dan menaikkan isu positif,” tandas Iqbal.
Untuk itu, kata Iqbal tidak berlebihan jika Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis dan pendahulunya Jenderal (Purn) Tito Karnavian menempatkan manajemen media sebagai program prioritas.
“ Karena di lingkungan baik global maupun regional telah menghendaki Polri untuk melakukan pemetaan media secara profesional,” jelas Iqbal.
Mantan Wakapolda Jawa Timur ini mengatakan, pada prinsipnya semua Kementrian dan Lembaga membutuhkan restu dari masyarakat, dan media merupakan representasi dan suara dari masyarakat. Untuk itu, kata Iqbal, selain membangun sistem, Humas Polri juga menjalin kemitraan terhadap media itu sendiri.
“ Kita intens komunikasi kepada media, bukan hanya ketika ada masalah saja, tapi meskipun tidam ada masalah,” tandas Iqbal.
Dengan manajeman media, Polri bisa menjadi pemain dalam menentukan isu, mengelola hingga mendiktenya.
“Saya pernah disampaikan oleh bapak Kapolri bahwa Kadiv Humas itu bukan lagi sekadar juru bicara, tapi dia tampil sebagai king maker,” papar Iqbal.
Iqbal menjelaskan humas saat ini menjadi bagian penting bagi semua satuan kerja (Satker) di setiap Polda. Ia mencontohkan pentingnya peran humas ketika ada pengungkapan sebuah kasus yang menjadi perhatian masyarakat jika tanpa diamplifikasi dengan baik tentu sangat disayangkan.
“ Karena media itu 80 persen dapat mempengaruhi persepsi publik,” ujarnya.
Pada intinya, Iqbal menambahkan, dalam rangka strategi manajemen media harus piawai dalam mengemas narasi. Hal ini menjadi keharusan jika narasi yang dikemas dengan baik dan pas tentunya akan berdampak positif.
Misalnya kejadian begal, lalu karena marak di sosial media menjadi faktor pembentuk opini publik bahwa daerah itu tidak aman. Nah ketika itu bisa diungkap, lalu diberitakan masif hingga viral tentu akan mengubah persepsi publik.
“Ini upaya membentuk opini jaminan keamanan,” kata Kadiv Humas Polri. (sari)