JAKARTA, UJUNGJARI.COM — Sejak terpilih sebagai Presiden RI tahun 2014 lalu dan kemudian terpilih kembali di tahun 2019, Jokowi sangat paham bahwa salah satu sektor strategis yang sangat berpengaruh pada ketahanan negara di masa depan adalah sektor pertanian.

Hal ini telah berkali-kali diungkapkan Presiden Jokowi di berbagai kesempatan bahwa masa depan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh tiga sektor strategis yang menjadi ajang kompetisi global yang mempengaruhi geopolitik internasional yakni sektor pangan, sektor energi dan sumberdaya air.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tidak mengherankan bila dalam visi misi Nawacita Pemerintahan Jokowi-JK tahun 2014-2019 menempatkan swasembada dan ketahanan pangan menjadi prioritas pembangunan.

Dengan jumlah penduduk sekitar 260 juta jiwa, Indonesia merupakan pasar yang demikian besar dan menjadi incaran negara lain, terutama di sektor yang menjadi kebutuhan pokok rakyat yang harus dipenuhi.

Faktor inilah yang meletakkan Indonesia dalam arus kompetetisi global untuk mampu mandiri dan memiliki ketahanan pangan yang kuat agar tidak tergantung dalam hal pangan dari negara lain.

Berbagai sengkarut persoalan yang membelit sektor pangan Indonesia sejak dahulu menjadi bagian dari problema yang harus mampu diurai di tengah potensi besar negara ini untuk berdiri tegak di sektor pertanian.

Problema tersebut mulai dari perubahan iklim yang ekstrim, produktivitas yang rendah, tata niaga pangan yang belum terintegrasi, serta mafia dan kartel pangan yang masih menguasai pasar pangan Indonesia.

Karena itu memang diperlukan sosok pembantu Presiden (menteri) yang memiliki ‘passion’ pekerja keras dan paham akan sengkarut persoalan pangan di negeri ini.

Menurut Pemerhati kedaulatan pangan Prof. Tjipta Lesmana, di era kabinet kerja jilid 1 (2014-2019), apa yang telah dilakukan Andi Amran Sulaiman sewaktu menjabat menteri pertanian dinilai sangat tepat dan sudan on the track.

Bagi Tjipta Lesmana, kinerja Kementerian Pertanian dalam berbagai upayanya menegakkan kembali kejayaan pangan Indonesia sangat patut diapresiasi sebagai peletak awal pembangunan pertanian modern Indonesia.

Kerja keras itu kini terbukti dengan mampunya Indonesia untuk menggejot produksi padi sehingga tak ada lagi keluar rekomendasi impor beras untuk sepanjang tahun 2016. Ada pun impor yang masuk di tahun 2016 adalah sisa impor yang disepakati di tahun 2015 lalu.

Di tahun 2017, kata Tjipta Indonesia tidak ada lagi impor beras, sedang di 2018, impor beras ada karena untuk mengantisipasi hajatan Pilpres. Di tahun 2019, indonesia sudah mampu memenuhi kebutuhan pangan 260 juta penduduk Indonesia.

Terkait impor beras, ujar Tjipta, walau pun berkali-kali Kementan menegaskan bila produksi besar kita surplus namun Indonesia memaksakan diri untuk impor beras.

“Nah, buktinya sekarang ada 20.000 ton beras di bulog yang dinyatakan busuk dan tak layak konsumsi”, tandasnya.

“Inilah bukti kerja keras itu. Apalagi prestasi yang ditorehkan ini dilakukan di tengah hantaman kondisi cuaca ekstrim seperti El Nino dan La Nina. Ini tidak main-main. Ini kerja nyata yang sangat patut diapresiasi”, ujarnya.

Menurut Tjipta, di Kementerian Pertanian sosok menteri yang tepat adalah yang tak banyak bicara, banyak diam, namun bekerja keras.

“Tipe pekerja keras yang banyak di lapangan itulah yang diperlukan. Melihat langsung  perkembangan lapangan dan mencari solusinya langsung di lapangan. Bergerak cepat”, ujarnya.

Hal senada dikatakan pengamat kebijakan politik dan pengajar Universitas Paramadina Hendri Satrio. Menurut Hensat sapaan akrabnya, pencapaian kerja Kementerian Pertanian memang spektakuler karena mampu dengan cepat melakukan trasformasi pertanian menuju pertanian modern.

“Tidak mengherankan bila Pak Amran pernah diberi gelar sebagai Bapak Modernisasi Pertanian dan sebagai Bapak Mekanisasi Pertanian. Kementan tidak saja mampu menggenjot produksi pangan tapi juga telah meletakkan pondasi yang akan membawa sektor pangan ‘naik kelas’ dari pertanian on farm menjadi pertanian off farm dengan mempercepat lahirnya agropreneurship dengan membangun kecintaan kaum milenial untuk terjun ke sektor pertanian”, jelas Hensat.

Hensat menambahkan, capaian kerja Kementan bukan hanya sekadar pencitraan semata. Bappenas sendiri mengakui bahwa sektor pertanian menjadi sektor andalan dalam kontribusinya dalam pembangungan ekonomi Indonesia serta menjadi kementerian yang dinilai mampu mengelola anggaran dengan sangat produktif.

“Ini pengakuan Bappenas loh. Bukan hanya rekaan semata. Lonjakan itu bisa dilihat dari PDB sektor pertanian kita naik dari 900 triliun menjadi 1.400 triliun”, tegasnya.

Hensat juga menilai bahwa sosok menteri di Kementan harus memiliki integritas dan profesionalitas yang sangat mumpuni. Pengabdian dalam memajukan sektor pertanian Indonesia harus menjadi catatan penting.

Berbagai gebrakan Kementan dalam menegakkan profesionalitas dan integritas telah ditunjukkannya. Perang melawan KKN dan mafia pangan adalah salah satu contohnya.

“Tidak mengejutkan bila Pak Amran juga dijuluki Mr. Clean dan Institut Pertanian Bogor (IPB) menyebut sebagai Bapak Jagung Indonesia dan Bapak Mekanisasi Pertanian. Ini karena dedikasi, loyalitas dan komitmennya yang tak diragukan lagi,” pungkasnya.

Di samping pengakuan dalam negeri, ujar Hensat, dunia internasional juga memberi penghargaan atas capaian kerja sektor pertanian Indonesia.

“Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengapresiasi capaian Pertanian Indonesia. Bahkan FAO mengakui Indonesia sudah tak lagi mengimpor beras dan menetapkan Indonesia sudah swasembada. Bandingkan dengan di tahun 1984 di era Suharto yang di klaim swasembada tapi masih ada impor”, tandasnya.

Bahkan di bidang hortikultura, kata Hensat, Indonesia sudah mampu melakukan ekspor baik itu jagung, sayuran dan lain-lain

Sementara itu, Anggota DPR dari Partai Golkar, Firman Subagyo mengatakan apa yang menjadi terobosan Kementan menjadikan kementerian ini mampu berdiri bangga, utamanya terkait bagaimana mengubah lahan rawa yang demikian luas dan tidak priduktif menjadi lahan pertanian yang produktif.

“Ini tak pernah dipikirkan sebelumnya. Kementan dengan bernas memberi solusi terhadap semakin sempitnya lahan pertanian di Indonesia. Kami kagum dengan cara berpikir yang out of the box yang ditunjukkan kementerian ini”, ujarnya.

Firman Subagyo juga menyoroti bagaimana kerja keras Kementan yang berdampak positif terhadap stabilitas harga dan stok selama Ramadhan hingga Lebaran.

“Harus kita akui, sepanjang sejarah tidak pernah terjadi harga terkendali, tanpa gejolak selama Lebaran kemarin,” ungkapnya.

Politisi Golkar itu pun mendukung kebijakan Kementan yang melibatkan instansi lain, termasuk TNI dan Polri, dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dan memutus rantai mafia di sektor pertanian.

“Satgas (Satuan Tugas) harus diperkuat, karena kita ini melawan preman (mafia, red). Gaya bapak seperti ini dapat menyelesaikan masalah,” kata legislator asal daerah pemilihan Jawa Tengah III itu.

Dengan capaian yang tunjukkan Kementan selama ini, Tjipta Lesmana dan Hendri Satrio sepakat dalam mengapresiasi pembangunan sektor pertanian di era pemerintahan Presiden Jokowi.

“Standing Applause untuk Presiden Jokowi dalam sektor pertanian Indonesia. Dan semoga pencapaian ini mampu terus dilakukan dalam mengakselerasi pembangunan pertanian Indonesia ke depan. Dan kita doakan kinerja kementerian pertanian 5 tahun ke depan lebih baik, atau minimal sama dengan yang sekarang,” pungkas Tjipta Lesmana. (**)