GOWA, BKM — Kasus pembunuhan sadis yang terjadi di Senin (11/11/2019) sekira Pukul 08.00 Wita di Kampung Sonra, Dusun Pangapusang, Desa Taring, Kecamatan Biringbulu, Kabupaten Gowa kini terus dikembangkan oleh penyidik Polres Gowa.
Kasus pembunuhan bermotif sengketa lahan kebun kemiri 1 hektar itu, Senin (18/11/2019) siang tadi dirilis resmi penyisik dipimpin langsung Kapolres Gowa AKBP Boy FS Samola di halaman mako Polres Gowa.
Dalam rilis Kepolisian, korban Sampara (40) yang merupakan warga Lingkungan Batu Eja, Desa Tonrorita, Kecamatan Biringbulu ini dibunuh sadis oleh suami tantenya.
Antara korban dengan pelaku terbilang antara ponakan dan paman sebab pelaku Saju (50) adalah suami dari tante korban yakni HL (HL ini bersaudara dengan ibu korban).
Dari kasus berdarah ini, Polisi telah memeriksa empat orang saksi selain dari sakai pelaku sendiri. Keempat saksi itu yakni HL (47) istri pelaku (atau tante korban), HM (72) petani pelapor kejadian, NR (59) dan CG (42) dua petani lainnya.
” Jadi modusnya itu pelaku mengayunkan sebilah parang ke leher korban yang dipicu dari persoalan lahan,” kata Kapolres Boy.
Dari aksi sadis pelaku, Polisi mengamankan sejumlah barang bukti yakni sebilah parang milik pelaku selembar baju hijau milik pelaku, selembar celana warna hitam milik pelaku, sebuah alat sekop kecil milik pelaku, sebuah sabit milik pelaku, selembar baju korban, selembar celana korban, sepasang sendal jepit milik korban dan sebuah patahan sarung parang.
Kapolres Gowa dalam merilis kasus tersebut menjelaskan bahwa Selasa 12 November 2019 sekitar pukul 07.30 Wita korban datang ke lokasi lahan milik pelaku (yang disengketakan) mencari kemiri.
HL, Istri pelaku bertanya kepada korban apa tujuannya korban ke lokasi lahan tersebut, lalu dijawab korban bahwa dia akan mengambil tanah yang dikuasai oleh pelaku.
“Korban saat itu bertanya lagi kepada istri pelaku tentang keberadaan pelaku. Istri pelaku lalu mengatakan jika pelaku sedang berada di bawah memperbaiki saluran air. Korban lalu kemudian turun dari bukit sejauh 100 meter dari TKP lalu mengatakan kepada istri pelaku bahwa dia (Sampara) akan membunuh pelaku (H Saju).
” Saat korban tiba dan berjarak dua meter dari posisi pelaku yang kemudian korban lalu melempari pelaku dengan batu sebanyak lima kali dan saat batu mengenai kaki kanan serta kepala, pelaku kemudian terjatuh kemudian pelaku mengambil parang yang ada didepannya dan terjadi perkelahian hingga keduanya terjatuh ke tanah.
Saat pelaku dan korban berdiri dan berhadapan kemudian pelaku lebih dahulu membacok leher sebelah kiri dengan parang kemudian menarik parang dari atas kebawah hingga leher korban terputus. Dan untuk memastikan korban meninggal dunia lalu pelaku mengambil kepala korban dan membuangnya sejauh tujuh meter dari posisi tubuh korban,” bebee AKBP Boy dihadapan para media.
Dikatakan Boy, pasca pembunuhan pelaku kabur menuju rumah pribadinya untuk mengambil motor lalu pergi mengamankan diri di rumah anaknya (Sirajuddin) di Desa Jenetallasa, Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto selanjutnya menghubungi anggota Polres Gowa untuk menjemput dirinya.
” Jadi akarnya adalah sengketa lahan ini terjadi sejak tahun 2016 lalu dan korban sudah memperkarakan terkait lokasi yang dibeli pelaku sejak 10 tahun lalu dari adiknya (Boha) seharga Rp. 6.000.000. Perkara lahan sudah dimediasi di kantor Polsek Biringbulu namun, saat proses mediasi berjalan, korban meninggalkan kantor Polsek tanpa alasan yang jelas,” ungkap Boy.
Untuk pengembangan kasus ini pihak Kepolisian telah melakukan olah TKP, meredam aksi balas dendam dari keluarga korban. Lalu melakukan komunikasi dengan tokoh masyarakat serta mengevakuasi pelaku ke Polres Gowa.
Dalam kasus ini, penyidik menjeratnya dengan Pasal 338 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
” Pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka pada 12 November 2019. Pemicunya karena korban merasa mempunyai hak atas tanah kemudian berusaha untuk mengambil paksa lahan yang telah dikuasai oleh pelaku. Dalam penanganan kasus ini, kami melakukan pendekatan Scientific Invéstigasi terhadap barang bukti di Labfor Cabang Makassar,” (saribulan)