MAKASSAR, UJUNGJARI.COM — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendi mengatakan, bangsa Indonesia saat ini telah berhasil mengurangi separuh jumlah penduduk yang buta aksara. Dari 10,20 persen (15,4 juta orang) pada tahun 2004, menjadi 5,02 persen (7,54 juta orang) pada tahun 2010.
”Alhamdulillah, pada tahun ini kita bahkan telah berhasil menekan angka buta aksara lebih rendah lagi hingga 1,93 persen atau 3,2 juta orang. Menurun dari 2,07 persen atau 3,4 juta orang di tahun sebelumnya,” kata Mendikbud saat berbicara pada peringatan Hari Aksara Internasional Tingkat Nasional tahun 2019 di Lapangan Karebosi, Makassar, Sabtu (7/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Meski begitu, lanjut Muhadjir, bukan berarti gerakan nasional pemberantasan buta huruf atau buta aksara sudah selesai. ”Tugas kita bersama untuk menuntaskan buta aksara dan membebaskan bangsa ini dari kebutaaksaraan harus terus kita lakukan,” ujarnya.
Pemberantasan buta aksara pada segmen populasi ini, diakui Muhadjir, akan sangat sulit. Namun profilnya sudah semakin jelas. Yaitu, mayoritas berada di Indonesia bagian timur. Tinggalnya di pedesaan dan di kantong-kantong kemiskinan. Umumnya perempuan dan umurnya di atas 45 tahun.
Menurut data BPS pada Susenas 2018, terdapat enam provinsi di Indonesia dengan angka buta aksara lebih dari 4 persen. Yaitu Provinsi Papua (22,88 persen), Nusa Tenggara Barat (7,51 persen), Nusa Tenggara Timur (5,24 persen), Sulawesi Barat (4,64 persen), Sulawesi Selatan (4,63 persen), dan Kalimantan Barat (4,21 persen).
Puncak peringatan Hari Aksara Internasional di Lapangan Karebosi mengusung tema; Ragam Budaya Lokal dan Literasi Masyarakat. Acara ini diwarnai dengan persembahan atraksi kesenian tradisional. Seperti tarian dari Papua.
Selain itu, ada pula murid Taman Kanak-kanak yang menunjukkan keahliannya dalam memanikan alat musik angklung. Ada juga persembahan Sosiodrama Keberaksaan dari siswa SMP Negeri 2 Bungoro, yang membuat suasana semakin hidup. Bahkan Mendikbud pun tampak tertawa menyaksikan teatrikal siswa tersebut.
Gubernur Sulsel HM Nurdin Abdullah mengatakan, literasi saat ini menjadi gerakan yang terus disosialisasikan. Menjadi hak setiap orang untuk belajar di sepanjang hidupnya. “Dengan kemampuan literasi yang meningkat, kualitas hidup masyarakat juga akan ikut meningkat,” ujarnya.
Di bagian lain sambutannya, Nurdin juga memperkenalkan nilai luhur yang lahir dari Sulsel yakni sipakatau, sipakainge, dan sipakalebbi. Artinya, saling memanusiakan, saling mengingatkan, dan saling menghargai.
“Dengan menerapkan nilai-nilai literasi dalam kehidupan sehari-hari, akan menciptakan suasana kondusif di masyarakat. Ini juga dapat diterapkan di sosial media untuk menyebarkan berita yang baik dan memerangai penyebaran berita hoaks,” katanya.
Direktur Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat Harris Iskandar, dalam laporannya menyebut sejumlah kegiatan sebagai rangkaian Hari Aksara Internasional. Di antaranya pameran produk unggulan PAUD dan Dikmas. Festival literasi Indonesia. Temu evaluasi pelaksanaan program pendidikan keaksaraan dan kesetaraan.
Ada pula workshop pendidikan keaksaraan Komunitas Adat Terpencil/Khusus. Bimbingan teknis pendidikan berkelanjutan. Workshop percepatan satuan pendidikan nonformal terakreditasi. (*)