MAKASSAR, UJUNGJARI– Peningkatan status kasus dugaan korupsi proyek Pembangunan Bendung Jaringan Air Baku Sungai Tabang, Kecamatan Maiwa, Kabupaten Enrekang senilai Rp39 miliar yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun anggaran 2015 dari penyelidikan ke penyidikan patut diapresiasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, seiring itu patut pula dipertanyakan. Soalnya, hingga saat ini peningkatan status ini mengandung keganjilan. Penyebabnya, penetapan status penyidikan yang dilakukan tidak dibarengi adanya penetapan tersangka.
“Ini jelas ganjil. Kasus ini sudah tahap penyidikan, tapi Kejati belum umumkan siapa tersangka dalam kasus ini. Padahal peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan seharusnya sudah ada penetapan tersangkanya,” terang Hilmi Agus Ketua Mahasiswa Sosialogi Massenrempulu (Massampu), yang juga bagian dari Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi (AMPAK).
Hilmi Agus mengatakan, seharusnya sudah ada penetapan tersangka bersamaan status kasus ini menjadi penyidikan. Apalagi, sebelumnya sudah sejumlah pihak terkait yang diperiksa.
“Dari pengambilan keterangan saksi-saksi sebelumnya sudah bisa menjadi patokan untuk penetapan tersangka,” katanya, tegasnya.
Ganjilnya kasus ini, harus menjadi perhatian serius semua pihak, khususnya semua elemen yang konsen dalam mengawal kasus ini hingga tuntas.
Hilmi berjanji akan bersama elemen mahasiswa, pemuda, dan masyarakat untuk mengawal kasus ini sampai tuntas.
“Mari bersama-sama mengawal kasus ini, agar daerah kita bisa bebas dari kelakuan KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme). Enrekang harus bebas dari korupsi, sehingga pembangunan betul-betul dinikmati masyarakat kecil di sana,” terangnya.
Diketahui, Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sulsel sedang mendalami dugaan korupsi proyek Pembangunan Bendung Jaringan Air Baku Sungai Tabang, Kecamatan Maiwa, Kabupaten Enrekang senilai Rp39 miliar yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun anggaran 2015.
Anggaran DAK tersebut kemudian dimasukkan dalam pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Enrekang di tahun anggaran 2015.
Namun dalam pelaksanaannya, Pemkab Enrekang melalui Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Enrekang memanfaatkan anggaran tersebut dengan kegiatan yang berbeda. Yakni anggaran yang dimaksud digunakan membiayai kegiatan irigasi pipanisasi tertutup dan anggarannya pun dipecah menjadi 126 paket pengerjaan.
Pemkab Enrekang diduga telah melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 tahun 2015 yang mengatur tentang peruntukkan anggaran DAK yang dimaksud.
Selain itu, 126 paket pengerjaan yang dibiayai menggunakan anggaran DAK tersebut juga diduga fiktif. Dimana ditemukan beberapa kejanggalan. Diantaranya, proses pelelangan, penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK) hingga Surat Perintah Pencairan Anggaran (SP2D) dari kas daerah ke rekening rekanan, lebih awal dilakukan sebelum tahap pembahasan anggaran.
Proses lelang hingga penerbitan surat perintah pencairan anggaran dilakukan pada 18 September 2015. Sementara, pembahasan anggaran untuk pengerjaan proyek hingga pengesahannya nanti dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2015.
Laporan kegiatan anggaran DAK tersebut diduga dimanipulasi atau laporan fiktif yang dilakukan rekanan bekerjasama dengan panitia pelaksana dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Enrekang guna mengejar pencairan anggaran sebelum6 tanggal 31 Desember 2015.
Progres pekerjaan di lapangan baru mencapai sekira 15-45 persen. Bahkan, ada yang masih sementara berlangsung hingga awal tahun 2016. Tak hanya itu, hampir 126 paket pengerjaan yang menggunakan DAK tersebut, diketahui tidak berfungsi. Sehingga tak dapat diambil azas manfaatnya oleh masyarakat Enrekang secara luas.
Hingga saat ini, terdapat sembilan paket pengerjaan pipa yang bahan meterilnya masih terdapat di lokasi dan tak ada proses pengerjaan. Bahkan, enam paket pengerjaan pemasangan pipa lainnya pun diketahui anggarannya telah dicairkan, namun pengerjaan tak dilakukan. (**)