MAKASSAR, UJUNGJARI.COM — Belum lama ini, Koordinator Supervisi dan Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (Korsupgah KPK), Dwi Aprilia Linda mengeluarkan pernyataan di media bahwa fakta persidangan dalam Hak Angket DPRD Sulsel tidak bersifat temuan hukum.
Statemen yang dilontarkan itu dikritisi oleh Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Patria Artha.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rektor Universitas Patria Artha, Bastian Lubis mengemukakan, penyataan yang dilontarkan tersebut mengurangi semangat pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Pernyataan itu bisa disalahartikan masyarakat luas jika KPK telah membuat suatu kesimpulan yang merendahkan hak angket yang digulirkan ke DPRD Sulsel,” ungkap Bastian, di Kampus Universitas Patria Artha, Jumat (16/8/2019).
Dia mengemukakan, hak angket yang dilaksanakan Pansus DPRD Sulsel adalah melaksanakan Undang-udang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagai upaya penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah provinsi yang penting dan strategis.
Serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Artinya, kata dia, hak angket ini adalah proses pengumpulan alat bukti, keterangan saksi, keterangan ahli yang nanti akan di rapat paripurna menghasilkan rekomendasi.
Jika rekomendasinya pemberhentian akan diserahkan ke presiden melalui menteri sesuai mekanisme yang ada. Kemudian jika terjadi indikasi korupsi akan diserahkan kepada aparat penegak hukum.
Sementara itu, peneliti Pukat, Andhika YR menekankan, di dalam penegakan hukum, khususnya dalam pemberantasan korupsi, Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Patria Artha meminta semua elemen masyarakat termasuk penegak hukum juga harus obyektif dan profesional.
Jangan sampai karena dekat dengan penguasa maka akan di bela dan dilindungi.
“Kalau faktanya salah ya harus dikatakan salah, kalau itu benar katakan benar,” ungkapnya.
Karena dalam penegakan hukum, tidak berdasarkan opini yang dibangun atau melalui pencitraan melalui media. Tetapi berdasarkan alat bukti dan fakta.
“Jangan malah dibangun opini melalui hak angket ini, seolah-olah Pak Gubernur ini adalah orang yang terzolimi. Atau dalam bahasa kerennya, itu playing victim,” tambahnya.
Andhika mengaku pihaknya sangat mengapresiasi KPK dan bahkan beberapa waktu lalu telah melakukan MoU dengan KPK.
Jangan sampai nama besar KPK ini justru malah disalahgunakan oleh orang yang punya kepentingan untuk berlindung.
Hak angket ini merupakan salah satu upaya mendukung program Bapak Presiden Joko Widodo sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi pada tanggal 20 Juli 2018, yaitu pengelolaan anggaran keuangan daerah, khususnya di Sulsel ini dapat digunakan secara maksimal untuk kepentingan rakyat.
Sehingga tindakan kepala daerah dalam mengelola anggaran dan menjalankan pemerintahan berdasarkan rule of law, bukan berdasarkan faktor subyektif like and dislike.
Berdasarkan fakta-fakta persidangan hak angket DPRD Provinsi Sulsel disiarkan langsung Kopel Indonesia dan hasil kajian PUKAT Universitas Patria Artha, diduga adanya tindak pidana korupsi yang telah memenuhi unsur sebagimana diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu Pasal 3 Tentang Penyalahgunaan Kewenangan yang merugikan Keuangan Negara, Pasal 12 huruf i Tentang Benturan Kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa.
Kita masih sangat percaya akan komitmen pemerintah dalam hal ini Bapak Presiden Joko Widodo dalam hal pemberantasan dan pencegahan tindak pidana korupsi di Indonesia khususnya di wilayah Sulawesi Selatan. (rhm)