GOWA, UJUNGJARI.COM — Kehilangan sosok H Ichsan Yasin Limpo adalah kehilangan akbar warga Sulsel. Tak terbayangkan jika pergulatan IYL di kancah Pilgub kemarin adalah kenangan terakhir bagi masyarakat Sulsel khususnya para politisi di seantero Sulsel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tentang ketokohan IYL di dunia politik tentu banyak politisi di Sulsel ini yang merasa takjub. Salah satunya bisa kita baca dari kenangan seorang Armin Mustamin Toputiri. Berikut ceritanya yang dituturkan secara blak-blakan.
Pada suatu kesempatan, ada seorang anggota DPR RI asal Sulsel yang dikenal cukup vokal, menanyakan pada saya, apa pola pengkaderan internal dilakukan Partai Golkar, sehingga banyak kadernya lahir menjadi politisi berkualitas.
Dari tanyanya itu, spontan saya menjawab, karena Golkar partai politik yang sudah tua, otomatis memiliki banyak senior yang langsung atau tak langsung ikut mentransformasi secara dialektik pengetahuannya pada kader-kader yang lebih muda. Entah dengan cara formal atau informal.
Proses seperti itulah yang bergulir menjadi bagian dari proses perkaderan itu sendiri. Saya memahami seperti itu, setelah lebih 20 tahun terlibat menjadi Pengurus Partai Golkar di tingkat provinsi. Dan salah satu senior di Partai Golkar yang sadar atau tak sadar, telah ikut andil banyak mentransformasi pembelajaran politik pada kami yang lebih muda, adalah Pak Ichsan Yasin Limpo. Setidaknya, nilai pembelajaran pada pola laku dan praktek politik yang diterapkannya di depan mata.
Sebagai sesama pengurus Partai Golkar di Sulsel, mestinya cukup panjang waktu saya sebagai seorang junior untuk memetik pembelajaran politik dari Pak Ichsan, tapi intensitas waktu untuk berinteraksi dengannya sangatlah sempit. Paling sebatas rapat bersama, lalu mampir merokok dan berbincang singkat, setelah itu ia pergi menuntaskan tugas dan kesibukannya yang lain.
Terlebih lagi pasca Pemilu 1999 (berdasar nomor urut), saat ia mulai terpilih menjadi anggota DPRD Sulsel, sementara saya tak terpilih. Lalu saat saya mulai terpilih, justru ia sudah hengkang dari kursi DPRD Sulsel, berpindah ke Gowa untuk menakhodai pemerintahan di sana selama dua periode.
Selalu saja kami berselisih waktu, sehingga peluang untuk meraup transformasi pembelajaran politik praktis secara langsung darinya ikut terjegat. Padahal sejak mula, banyak senior di Partai Golkar telah membisiki saya, jika kamu ingin belajar banyak tentang politik, maka belajarlah pada Pak Ichsan. Itu sebab, tiada lelah saya memburu sela waktu luangnya.
Dan beruntunglah saya, sebab sekian kali saya selalu mendapat ruang sempit menimba pembelajaran politik secara langsung dari Pak Ichsan. Tiap kali bertemu, saya menjadi pendengar setia. Memilih banyak mengajukan pertanyaan dibanding menyampaikan pernyataan. Meski sesekali pula coba mendebatnya untuk maksud menguras lebih banyak ajaran orosinil, tajam dan mendalam bakal dilontarkannya.
Ketika masa-masa awal menduduki kursi legislatif, saya mendapat kesempatan ikut serta dalam rombongan Gubernur Sulsel saat melawat ke sejumlah negara di Eropa, Bupati Gowa, Pak Ichsan juga ikut serta. Lantaran sesama perokok, maka posisi saya sebagai junior selalu mendapat tugas mencari ruang di Eropa yang membolehkan merokok. Saat berdua menikmati rokok, sekaligus itulah kesempatan terbaik bagi saya untuk belajar banyak sudut pandang politik darinya. Tak hanya soal siasat, strategi dan taktik, tapi juga soal bagaimana cara mengemban peran sebagai legislator secara maksimal.
Di Sulsel, mungkin banyak orang sudah lupa, kisah terbongkarnya puluhan kendaraan mewah yang mengaspal di Sulsel, tau-tau belakangan terbukti bodong. Pembongkarnya adalah Pak Ichsan yang kala itu tengah menunaikan fungsi pengawasannya selaku anggota DPRD Sulsel, meski kemudian membawa riak di internal Polda Sulsel. Padahal maksud Pak Ichsan membongkar kasus itu, bukan mau mencederai pihak lain, tapi semata mencari jalan bagaimana PAD (Pendapatan Asli Daerah) Sulsel yang di era Gubernur Sulsel HZB Palaguna yang hanya sekisaran 900 miliar rupiah itu dapat meningkat.
Berkat kerja cerdas Pak Ichsan dan kawan-kawan di DPRD Sulsel, PAD Sulsel akhirnya melonjak tajam mulai mencapai sekisaran 1,09 trilliun rupiah. Dan itulah kali pertama PAD Sulsel menembus angka triliunan rupiah.
Apa kiat ia lakukan? tanya saya. Pak Ichsan menjelaskan, bahwa dirinya tak mungkin bisa dikelabui soal jumlah pendapatan daerah dari jembatan timbang, sebab tiap jembatan timbang ia menyewa sekian orang untuk menghitung jumlah kendaraan yang masuk jembatan timbang.
PT Inco (sekarang PT Vale) di Sorowako tak mungkin mampu mengelabuinya soal harga nikel, sebab di Bursa Efek Jakarta, ia punya orang bertugas memantau perkembangan harga jual beli nikel di pasar dunia. Juga tak mungkin bisa dikelabui soal jumlah pajak kendaraan bermotor, sebab ia memiliki data dari distributor, dialer dan agen tentang jumlah kendaraan yang beredar di Sulsel. Bahkan pajak kendaraan berplat nomor cantik agar tak nyasar masuk ke kantong pribadi, maka dirinyalah yang pertama kali di Indonesia merintis aturan legal tentang pungutan pajak plat kendaraan bernomor cantik.
Inovasi lain coba dilakukan untuk meningkatkan PAD, berdasar hak budgeting dimilikinya sebagai Wakil Rakyat, ia memprioritaskan anggaran lebih besar diarahkan ke instansi yang punya estimasi menghasilkan lonjakan PAD. Misalnya menambah jumlah saham pemprov ke Bank Sulselbar guna meningkatkan penerimaan deviden.
Juga mendorong anggaran lebih besar pada instansi terkait yang mampu melipatkangandakan pendapatan melalui mekanisasi pengeleloaan industri, serta sekian inovasi lain yang kemudian pada ujungnya berbuah manis, dibuktikan PAD Sulsel yang melonjak sangat signifikan di luar dugaan.
Dua periode (10 tahun) saya mengemban amanah sebagai Wakil Rakyat di DPRD Sulsel, satu periode terakhir, selama lima tahun saya bertugas menjadi pimpinan Komisi C (Bidang Asset dan Keuangan), sadar atau tak sadar, ajaran Pak Ichsan telah menyelamatkan saya dalam mengemban peran dan tugas secara baik dan maksimal, meski saya merasakan betapa berat mengikuti jejak kelihaiannya dalam berinovasi meningkatkan PAD untuk mempercepat laju pembangunan Sulsel. Sebab itu, suatu kali saya menanyakan padanya, apa resep yang dilakukan agar mampu berinovasi seperti dirinya.
“Kemauan”, jawabnya singkat. Apalagi? tanya saya. “Keberanian”, jawabnya spontan.
Saya camkan pesan singkat itu sebagai ajaran, meski saya tahu tak semudah mewujudkannya. Dan semua ajaran-ajaran yang telah disampaikan sebagai seorang senior pada saya sebagai juniornya di Partai Golkar, tentu tak lagi mungkin bisa ditepis, semua telah mewujud abstrak dalam alur berfikir saya. Semoga semua itu menjadi bagian amal jariyahnya kelak di hadapan Allah SWT. Selamat jalan sang inovator dan pembelajar yang baik.
”Allahummagfir lahuu warhamhu wa ’aafihii wa’fu ’anhu wa akrim nuzulahuu wa wassi’ madkhalahu waghsilhu bil-maa’i wats-tsalji wal-barad”. (saribulan)