Site icon Ujung Jari

Pengelolaan Limbah Medis RSIA Ananda Makassar Disorot

MAKASSAR, UJUNGJARI.COM — Pengelolaan limbah medis RSIA Ananda Makassar diduga berjalan tanpa standar operasional yang tepat dalam menjaga kesehatan lingkungan sekitarnya.

RSIA Ananda yang beroperasi sejak 28 Oktober 1995 ini diindikasikan abai terhadap pengelolaan limbah medis atau bahan beracun dan berbahaya (B3) sejak meningkatkan skala pelayanannya pada tahun 2015 lalu.

Kondisi tersebut terus berjalan hingga tahun 2019 ini, dan semakin memperbesar potensi indikasi pencemaran lingkungan dengan limbah B3.

Menurut aturan kesehatan dan lingkungan di Indonesia, limbah rumah sakit kategori B3 seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar, atau bisa pula dicacah tanpa bentuk semula demi menghindari pemakaian ulang.

Keputusan menteri kesehatan pada 2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit menyatakan sampah dalam kategori limbah rumah sakit adalah semua “buangan” dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas.

Limbah padat merujuk jaringan tubuh manusia seperti organ tubuh, janin, darah, muntahan, urin, dan lain-lain. Ada juga limbah benda tajam, limbah farmasi, dan limbah sitotoksis yang mampu membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.

Selain itu ada limbah kimiawi, limbah yang mengandung logam berat tinggi, dan limbah radioaktif. Terakhir, limbah infeksius atau terkontaminasi organisme patogen. Jenis limbah ini dapat menularkan penyakit pada manusia yang daya kekebalan tubuhnya lemah.

“RSIA Ananda ini juga tidak tidak punya SOP yang jelas untuk pengelolaan limbah medisnya. Tidak memiliki instalasi pengelolaan sampah, baik padat maupun cair, karena selama ini limbah rumah sakit tersebut hanya mengandalkan pihak ketiga. Bahkan kami terima informasi limbah medis non-infeksius, digabung dengan limbah rumah tangga sehingga ikut terangkut oleh truk pengangkut sampah reguler,” kata salah satu sumber.

Secara keseluruhan, penyimpangan dalam pengelolaan limbah medis itu menjadi sangat mengkhawatirkan karena posisi RSIA Ananda sangat dekat dengan kawasan permukiman penduduk sehingga berpotensi merusak kualitas kesehatan penduduk sekitar.

Selain itu, lanjut sumber DLH Makassar ini, perluasan fasilitas RSIA Ananda yang saat ini dibangun juga belum mengantongi Amdal dan izin lengkap belum terpenuhi.

“Kami sebenarnya sudah bersurat ke manajemen Ananda Makassar tetapi belum ada itikad baik. Kami sebetulnya juga heran, karena sebagian besar bangunan RS itu statusnya adalah peralihan, dari izin ruko dan rumah tinggal di ubah menjadi rumah sakit,” pungkasnya.

Saat ditanya lebih lanjut, sumber tersebut enggan menjelaskan detail lantaran khawatir menjadi polemik berkepanjangan.

“Cukup itu yang perlu diketahui publik, tim kami juga masih melakukan pendalaman. Namun intinya, RSIA Ananda melanggar banyak poin untuk kepatuhan lingkungan hidup,” katanya.

Belum lama ini, Komisi C DPRD Makassar, Sulawesi Selatan, meminta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Makassar agar lebih ketat dalam pengawasan mengenai limbah medis yang dihasilkan oleh klinik maupun rumah sakit.

“Selama beberapa tahun terakhir ini semakin banyak klinik bermunculan dan peran serta fungsi puskesmas juga ditingkatkan. Semua punya limbah medis dan ini perlu diawasi dengan ketat,” kata Ketua Komisi C DPRD Makassar Rahman Pina di Makassar dikutip dari Antara Sulsel, Selasa (25/6/2019).

Ia mengatakan limbah yang dihasilkan dari rumah sakit maupun klinik sedang menjadi sorotan. Karena itu pihaknya meminta kepada dinas terkait untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Kepala DLH Makassar Rusmayani Madjid mengatakan kondisi demikian kota ini sudah dipantau sejak lama, apalagi khusus klinik yang beroperasi tanpa menaati aturan mengenai limbah tersebut.

Dia menyatakan permasalahan limbah bukan hanya klinik-klinik baru tetapi umumnya rumah sakit baru yang bangunannya hasil peralihan fungsi dari rumah toko.

“Ada banyak modus kan, yang paling berbahaya yang peralihan fungsi itu. Misalnya, ruko yang tadinya tidak punya pengelolaan limbah kemudian berubah fungsi jadi klinik atau rumah sakit. Ini yang menjadi masalah,” katanya.

Menurut dia klinik atau rumah sakit hasil peralihan itu dipastikan tidak memiliki instalasi pembuangan air limbah (IPAL) yang berstandar medis.

“Karena untuk membuat rumah sakit atau klinik ada mekanisme dan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi salah satunya mengenai permasalahan IPAL itu,” terangnya.

Rusmayani menyebut jika timnya sudah turun mengawasi rumah sakit dan klinik yang hasil peralihan fungsi tersebut. (**)

Exit mobile version