JAKARTA, UJUNGJARI.COM — Dalam dua dekade terakhir ini, Indonesia dihantam berbagai bencana alam mulai dari Tsunami hingga gempa bumi.
Sadar sebagai negara yang rawan bencana, Indonesia telah melakukan berbagai hal dalam upaya penanggulangan dan pengurangan risiko bencana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kunci dari upaya-upaya tersebut adalah menangani aspek tata ruang, lingkungan hidup, dan infrastruktur.
Baik-buruknya penanganan aspek-aspek tersebut menjadi penentu besar kecilnya dampak dan kerusakan akibat bencana.
Pesan-pesan itulah yang mengemuka pada Lokakarya Pengurangan Risiko Bencana dan Sistem Peringatan Dini di Indonesia, Kamis (29 Mei 2019), yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bekerja sama dengan Kantor Pengurangan Risiko Bencana milik PBB (UNDRR) PBB.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Staf Khusus Kepala BNPB Egy Massadiah dalam pertemuan yang dilaksanakan di Graha BNPB, Jakarta tersebut, dibahas bahwa bencana tsunami karena gempa yang berpusat di Samudera Hindia pada tahun 2004, telah menyadarkan bangsa Indonesia akan pentingnya upaya penanggulangan bencana.
Kendati berbagai upaya penanggulangan bencana sudah dilakukan, tetapi wilayah Indonesia yang rawan bencana menjadikan ancaman bencana terus mengancam warganya.
Hal ini terbukti pada penghujung tahun 2018 ketika serangkaian gempa, tsunami, dan likuifaksi menghantam wilayah Provinsi Sulawesi Tengah. Bukti itu juga terjadi di Pesisir Selat Sunda, ketika tsunami senyap karena letusan gunung api memporak-porandakan wilayah di Kabupaten Pandeglang dan Lampung Selatan pada bulan Desember.
Beberapa kejadian bencana tersebut menunjukkan bahwa upaya penanggulangan bencana yang hanya bertumpu pada langkah-langkah kesiapsiagaan saja tidak cukup. Diperlukan pendekatan yang komprehensif dari aspek tata ruang, aspek lingkungan hidup, dan aspek infrastruktur.
Tata ruang menjadi kunci penting dalam pengendalian pembangunan, khususnya yang berada di daerah rawan bencana. Lingkungan alam yang lestari akan menghindarkan kita dari bencana. Oleh karena itu, jika kita jaga alam, maka alam akan menjaga kita. Adapun aspek infrastruktur yang inklusif dapat menghindarkan masyarakat dari berbagai kejadian bencana.
Baik aspek tata ruang, lingkungan, dan infrastruktur saling terjalin dan beririsan satu dengan yang lain. Bencana dengan dampak yang hebat dapat terjadi manakala ketiga aspek ini gagal melindungi warga dari ancaman bencana.
Namun, perlindungan warga dapat dilakukan jika lingkungan dijaga kelestariannya, ruang-ruang ditata, dan infrastruktur dibangun dengan memperhatikan pengurangan risiko bencana. Hasil akhirnya adalah tercapainya visi kita bersama, yaitu ketangguhan bangsa yang berkelanjutan untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan.
Dalam lokakarya tersebut juga dibahas dan didiskusikan aspek tata ruang, lingkungan, dan infrastruktur yang berlandaskan pengurangan risiko bencana.
Secara khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimulyono akan menjadi salah satu pembicara kunci. Selain itu, pembelajaran dari kejadian bencana dan upaya penanggulangan bencana di Indonesia juga disampaikan secara utuh dengan mengundang berbagai narasumber yang sangat kompeten dari Kementerian LHK, Kementerian ATR-BPN, Kepala BMKG, Kepala BNPB, LIPI, AHA-Centre, UNESCO dan lain-lain.
Acara ini sangat istimewa karena Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana (UNDRR) Mami Mizutori hadir. Beliau akan memberikan sambutan dan juga menyampaikan pesan-pesan penting mengenai upaya pengurangan risiko bencana di tingkat global.
Selain Mami, Loretta Hieber Girardet, Kepala UNDRR untuk Wilayah Asia Pasifik juga hadir dan bertindak sebagai salah satu moderator.
Egy Massadiah melaporkan bahwa dalam pertemuan ini, Mami Mizutori bersama dengan Kepala BNPB akan menandatangani Deklarasi Bersama (Joint Declaration) Kerja Sama dalam Pengelolaan Risiko Bencana (Disaster Risk Management). Kedua pihak sepakat untuk membangun kerja sama yang lebih erat dalam bidang pengelolaan risiko bencana.
Dua belah pihak berupaya bersama untuk meningkatkan kapasitas dalam membangun strategi di tingkat nasional dan lokal; mendorong penelitian, peningkatan ilmu pengetahuan, dan penerapan teknologi; serta mempromosikan kerja sama di tingkat regional dan internasional dalam pengelolaan risiko bencana.
Sudah menjadi keniscayaan bahwa wilayah Indonesia terletak di daerah yang rawan bencana. Namun, kita tidak boleh berpangku tangan dan pasrah pada nasib. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi bencana.
Kendati masih banyak upaya yang perlu dilakukan untuk menyempurnakan dan mencapai ketangguhan bangsa menghadapi bencana, tetapi pengalaman dari Indonesia dalam menanggulangi bencana juga sangat bermanfaat bagi dunia.
Ancaman bencana akan terus terjadi di seluruh penjuru dunia, diperlukan kerja sama dan berbagi pengetahuan para pelaku penanggulangan bencana agar korban dan kerugian akibat bencana dapat dikurangi dan manusia dapat hidup harmoni dengan bencana. (*)