GOWA, UJUNGJARI– Rencana pembangunan bendungan Jenelata segera dilakukan tahun 2019 ini. Sebanyak delapan desa akan ditenggelamkan. Delapan desa itu mengambil sejumlah desa di Kecamatan Manuju dan sebagian lagi di Kecamatan Bungaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepala Dinas Permukiman, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimta) Gowa Abdullah Sirajuddin mengatakan, setelah studi lapangan dilakukan oleh pihak balai besar pompengan, memang ada pertambahan jumlah desa yang menjadi bagian dari lahan pembangunan bendungan pengurai banjir tersebut.
“Jika awalnya hanya desa-desa di Kecamatan Manuju maka saat ini pembangunan bendungan juga berencana mengambil sejumlah desa di Kecamatan Bungaya dengan total perkiraan kebutuhan luas lahan mencapai 1.702,81 hektare,” kata Abdullah yang juga masih merangkap Kabag Humas Kerjasama Setkab Gowa ini, Senin (6/5/2019) sore.
Disebutkannya, delapan desa tersebut yakni untuk Kecamatan Manuju empat desa meliputi Desa Tanakaraeng, Desa Moncongloe, Desa Pattallikang dan Desa Bilalang. Sedang Kecamatan Bungaya juga empat desa yakni Desa Bissoloro, Desa Bontomanai, Desa Mangempang dan Desa Rannaloe.
Abdullah mengatakan, total luasan 1.702,81 hektare itu akan dimanfaatkan untuk lahan konstruksi 70,83 hektare, untuk quarry/akses dan lainnya 199,80 hektare, fasilitas umum 2,23 hektare, kebutuhan lahan untuk genangan 1.220,60 hektare dan kebutuhan lahan untuk greenbelt 209,35 hektare.
“Pembebasan lahan segera dilakukan, pasca verifikasi yang akan dilanjutkan dengan pengukuran ulang,” tambah Abdullah.
Terpisah, Bupati Gowa Adnan Purictha Ichsan mengaku telah melakukan sosialisasi dengan masyarakat mengenai rencana pembangunan bendungan Jenelata.
“Pihak Pemkab Gowa siap menfasilitasi untuk bisa mempercepat pembebasan lahan milik warga yang terkena proyek pembangunan bendungan Jenelata ini. Karena itu saya meminta masyarakat tidak menjual lahan atau tanahnya kepada pihak lain selain pemerintah terkait proses pembebasan lahan untuk mega proyek bendungan Jenelata ini. Apalagi pemerintah telah menyiapkan anggaran pembebasan lahan sebesar Rp 460 miliar dengan harapan dapat segera diserap. Yakinlah pemerintah akan membeli lahan atau tanah bapak ibu yang akan jadi wilayah pembangunan bendungan dengan harga yang wajar. Apalagi, saat ini sedang dilakukan taksasi oleh pihak appresial untuk menentukan harga tanah,” kata bupati.
Disebutkannya, untuk anggaran pembangunan bendungan dibutuhkan sekitar Rp 3 trilyun melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2019. Anggaran ini sudah termasuk anggaran pengerjaan bendungan dan pembebasan lahan.
Pembangunan bendungan Jenelata ditargetkan akan rampung pada 2022 mendatang dengan kapasitas tampung volume waduk 246 juta meter kubik (m3) atau dibawah dari pada bendungan Bilibili sebesar 370 juta m3. Tak hanya itu, bendungan ini akan memberikan suplay di tiga daerah irigasi atau sebesar 23.690 hektare sehingga membantu suplay air dari bendungan Bilibili.
Bendungan Jenelata ini nantinya akan mampu mereduksi banjir dari 1.800 m3 per detik menjadi 760 m3 per detik atau mengurangi 50 hingga 60 persen reduksi air sehingga dapat dikendalikan. Tentunya, bendungan inilah yang akan dimaksimalkan menjadi pengendali banjir kedepan.
Tak hanya itu, bendungan ini selain menjadi waduk penampungan air juga akan memberikan pelayanan air baku sebesar 7,8 m3 per detik atau dapat melayani permintaan air baku ke 7,8 juta jiwa. Juga bisa menjadi potensi pembangkit tenaga listrik 0,4 megawatt (MW).
Menurut Adnan, jika bendungan Jenelata terbangun maka manfaatnya memang sangat besar. (saribulan)