MAKASSAR, UJUNGJARI.COM — Dalam proses pelaksanaan pemilihan legislatif (pileg) 2019, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Makassar sudah melakukan pemanggilan calon legislatif (caleg) yang nakal, dan melanggar.
Caleg yang dipanggil karena diduga melakukan pelanggaran pemilu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ada tujuh caleg diberbagai tingkatan diduga melakukan pelanggaran pemilu. Ada dari DPRD kota, DPRD provinsi, dan hingga DPR RI.
Dari ketujuh caleg diduga melakukan pelanggaran, hanya sebagian yang sudah diperiksa. Yang lain masih tahap investigasi.
Komisioner Bawaslu Bidang Penindakan, Sri Wahyuningsih menyebut kalau pihaknya telah melakukan pemanggilan terhadap tujuh orang caleg.
Diantara tujuh orang caleg, ada nama Idris manggabarani, Azikin sultan, Muh. Natsir, Akbar faisal, Andre prasetyo tanta, serta Ariadi arsal.
“Dari yang kami sudah kami panggil, ada tujuh sudah datang klarifikasi, empat orang sudah dipanggil tapi tidak hadir. Ada tiga orang sudah dibahas tapi tidak memenuhi unsur pidana pemilu,” sebut Sri, Jumat (15/3).
Sri menambahkan, ada beberapa jenis dugaan pelanggaran yang dilakukan caleg yang diusut Bawaslu Makassar.
Dugaan pelanggarannya yakni kampanye dengan mengumbar janji, kampanye melalui media sosial (medsos) dan media cetak, sampai pelanggaran terkait money politik (politik uang).
“Caleg yang tidak hadir dalam pemanggilan pasti belum selesai. Terus dan masih berproses di Bawaslu. Biasanya pidana pemilu dan beda-beda sanksinya,” ucapnya.
Berdasarkan undang-undang pemilu nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pasal 515 mengatur yang dapat terkena sanksi adalah pemberi uang jika benar dianggap melakukan politik uang.
Sementara setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00.
“Kalo politik uang bisa diskualifikasi, Kalo kampanye media, bisa pidana kurungan selama 1 tahun,” singkatnya. (ARF)