MAKASSAR, UJUNGJARI.COM — Prof. Hambali Thalib, mantan ketua LP2S Universitas Muslim Indonesia (UMI) yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi penyimpangan dana Bimbingan Teknis (Bimtek) anggota DPRD Kabupaten Enrekang tahun 2015-2016, mengakui tak mengantongi izin dari Kemnterian Dalam Negeri (Kemendagri).

Begitu juga dengan saksi sebelumnya. Yakni dari perwakilan kampus yang disebut memiliki kerjasama dalam program Bimtek DPRD Enrekang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

I Madeira, PNS dari Politeknik Negeri Bali dalam keterangannya sebagai saksi, secara gamblang mengatakan. Jika pihak Politeknik Negeri Bali tidak pernah menjalin kerjasama atau MOU dengan DPRD Kabupaten Enrekang.

Ia juga tidak mengenal dengan Muhammad Nawir, yang disebut-sebut selaku penyelenggara, kegiatan Bimtek di DPRD Enrekang. Dimana Muhammad Nawir dalam kasus ini, juga menjadi terdakwa di kasus ini.

“Tidak jelas kalau ada Bimtek DPRD Enrekang karena saya lupa ada begitu banyaknya bimtek hampir dua bulan sekali dilaksanakan,” kata I Made saat memberikan kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Makassar, Kamis (14/3).

Sedangkan, mantan ketua LP2S Universitas Muslim Indonesia Prof. Hambali Thalib, dalam kesaksiannya mengatakan memang benar pada tahun 2015, DPRD Enrekang pernah bekerja sama dengan LP2S untuk mengadakan kegiatan bimtek di Hotel Kenari.

Hambali mengatakan kegiatan itu tidak memiliki izin rekomendasi dari Kemntrian Dalam Negeri.

Ia mengaku pada saat itu ia tidak tahu kalau salah satu syarat bimtek harus memiliki izin rekomendasi dari Kemendagri.

“Saya waktu kegiatan ini baru menjabat dan yang saya terapkan itu seperti pendahulu-pendahulu saya. Belakangan baru saya tahu harus ada dari kemendagri,” ucapnya.

Hambali mengatakan sertifikat dari bimtek DPRD Enrekang juga tidak memiliki penomoran dari Kemendagri. Ia mengaku tidak mengetahui sertifikat harus ada dari Kemendagri sehingga sertifikatnya hanya ditandatangani oleh wakil rektor UMI.

Dugaan penggelembungan biaya pada kegiatan bimtek DPRD Enrekang juga mencuat kala Prof. Hambali mengakui saat bimtek terlaksana, ada tiga puluh anggota DPRD yang ikut dengan biaya Rp500 ribu per orang.

“Biaya mengenai besaran di hotel kenari itulah menjadi pembicaraan antara mitra ibu nurul dengan sekwan. Kami sepakati Rp500 ribu per kepala termasuk biaya saat pembukaan. Itulah yang diambil UMI. Itu termasuk operasional dan pembuatan sertifikat,” ujarnya.

Keterangan Prof. Hambali ini berbeda dengan jumlah yang ada di LPJ Bimtek DPRD Enrekang. Saat jaksa Mudazzir mengatakan apakah jumlah biaya kegiatan bimtek di UMI mencapai angka Rp135 juta, Prof. Hambali mengelak.

“Bukan Rp135 juta,” bebernya. (mat)