MAKASSAR, UJUNGJARI–Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) mulai memeriksa sejumlah pihak terkait dalam kasus dugaan penyimpangan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp 39 miliar di Kabupaten Enrekang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Penyelidikannya sudah berjalan. Beberapa pihak yang terkait kita sudah ambil keterangannya,” kata Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Kejati Sulsel, Andi Faik di Kantor Kejati Sulsel, Jumat 1 Maret 2019.

Sebelumnya, dugaan penyimpangan anggaran DAK yang berjumlah puluhan miliar tersebut, dilaporkan langsung oleh Forum Advokasi Rakyat Sulawesi Selatan (Fakar Sulsel).

Hendrianto, Ketua Fakar Sulsel menjelaskan dana DAK bantuan Pemerintah Pusat tersebut diperuntukkan untuk membiayai proyek pembangunan bendung jaringan air baku Sungai Tabang yang berlokasi di Kecamatan Maiwa, Kabupaten Enrekang, Sulsel.

“Dana DAK tersebut dimasukkan dalam pembahasan APBD Enrekang tahun anggaran 2015,” kata Hendrianto.

Namun dalam pelaksanaannya, Pemerintah Kabupaten Enrekang (Pemkab Enrekang) melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Dinas PUPR) Kabupaten Enrekang memanfaatkan anggaran tersebut dengan kegiatan yang berbeda. Yakni anggaran yang dimaksud digunakan membiayai kegiatan irigasi pipanisasi tertutup dan anggarannya pun dipecah menjadi 126 paket pengerjaan.

“Pemkab Enrekang diduga telah melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 tahun 2015 yang mengatur tentang peruntukan anggaran yang dimaksud,” terang Hendrianto.

Selain itu, 126 paket pengerjaan yang dibiayai menggunakan anggaran DAK tersebut, beber Hendrianto, juga diduga fiktif.

Sebab, kata dia, dari hasil investigasi lembaganya, ditemukan beberapa kejanggalan. Diantaranya proses pelelangan, penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK) hingga Surat Perintah Pencairan Anggaran (SP2D) dari kas daerah ke rekening rekanan, lebih awal dilakukan sebelum tahap pembahasan anggaran.

“Jadi proses lelang hingga penerbitan surat perintah pencairan anggaran dilakukan pada 18 September 2015. Sementara pembahasan anggaran untuk pengerjaan proyek hingga pengesahannya nanti di tanggal 30 Oktober 2015,” beber Hendrianto.

Ia menilai dalam kegiatan anggaran tersebut, terjadi dugaan manipulasi laporan atau laporan fiktif yang dilakukan oleh rekanan bekerjasama dengan panitia pelaksana dalam hal ini Dinas PUPR Kabupaten Enrekang guna mengejar pencairan anggaran sebelum tanggal 31 Desember 2015.

“Yang ada dilapangan, progres pekerjaan baru mencapai sekitar 15% – 45%. Bahkan ada yang masih sementara berlangsung hingga awal tahun 2016,” terang Hendrianto.

Ia mengungkapkan hampir 126 paket pengerjaan yang ada, tidak berfungsi. Sehingga tak dapat diambil azas manfaatnya oleh masyarakat Enrekang secara luas.

“Bahkan sampai saat ini, terdapat 9 paket pengerjaan pipa yang bahan meterilnya ada di lokasi dan tak ada proses pengerjaan. Bahkan 6 paket pengerjaan pemasangan pipa lainnya diketahui anggarannya telah dicairkan tapi tak ada pengerjaan,” jelas Hendrianto. (*)