MAKASSAR, UJUNGJARI.COM — Konstalasi politik jelang pilcaleg 2019 semakin menarik untuk di simak.
Ragam upaya dilakukan oleh suksesi para caleg guna meyakinkan para pemilih akan keunggulan dari jagoannya. Salah satu cara yang terlihat menjadi konsumsi sosial media adalah menggiring opini publik lewat hasil survei.
Hal tersebut terlihat di jagat sosial media, dimana survei mengeluarkan hasil signifikan terhadap caleg tertentu. Hal tersebut sontak mendapat respon dari kalangan masyarakat yang menilai jika hasil tersebut mungkin saja rekwisan salah satu caleg.
“Secara pribadi kami melihat jika hasil servei yang beredar di sosial media bahkan media online terkesan dipaksakan, khusus untuk DPR RI Dapil 3 contohnya survei melakukan sampling pemilih hanya dalam waktu 10 hari sementara dapil 3 ini sebanyak 9 kabupaten, artinya 1 hari 1 kabupaten dengan jumlah DPT perkabupaten ribuan jiwa kita bisa telaah hasilnya seperti apa,” jelas Junaid Panangkasi warga Bone bone.
Pria yang akrab disapa bang Junaid ini menambahkan bahwa pengalaman perhelatan pesta demokrasi sudah begitu banyak yang kita lihat dimana hasil survei tiap kontestan ditentukan oleh kedekatan lembaga survei tersebut dengan kandidat.
“Saya pikir masyarakat sudah cukup cerdas dalam mencermati hasil survei apalagi jika lembaganya hanya hadir pada saat momentum tertentu. Menurut saya caleg mestinya percaya diri dengan apa yang akan diperbuat kepada masyarakat, jangan sampai hasil surveinya asal bos senang saja sementara keok di TPS,” tutupnya.
Hasil survei yang beredar disosial media juga mendapat respon dari kalangan caleg itu sendiri.
Dilansir dari salah satu media online menyebutkan pernyataan dari Darwis Ismail caleg dari partai PPP yang menyebutkan bahwa hasil survei tergantung pada siapa pemesannya.
“Banyak yang hubungi saya untuk kerjasama tapi saya tidak yakin dengan hasil yang di keluarkan,” ujarnya.
Calon anggota DPR RI Dapil 3 Sulawesi Selatan dari partai Nasdem dr Ani Nurbani saat dikonfirmasi perihal survei jelang pilcaleg menanggapi dengan santai, saya pikir hak caleg dan timses untuk meyakinkan diri bahwa mereka bisa bertarung,salah satu caranya adalah menggandeng lembaga survei.
Wajar saja tetapi kalau saya secara pribadi menilai bahwasanya hal tersebut dilakukan mungkin calegnya kurang pede atau masih butuh dikenal oleh masyarakat.
Lebih lanjut caleg dengan jargon bu dokter ini menambahkan bahwa calon pemilih kita sudah sangat cerdas dalam mencermati opini publik yang kadang menjadi bahan jualan oleh beberapa caleg.
Padahal kita lihat hasil pilkada dibeberapa daerah yang hasil surveinya sangat tinggi justru tumbang oleh kandidat yang melakukan pergerakan langsung ke masyarakat.
Setiap caleg punya strategi masing masing dalam menggiring opini publik tapi apakah masyarakat kita masih ingin terus di suguhkan sesuatu hal yang metodenya hanya diketahui oleh pihak pemberi hasil.
“Mari berkompetisi sehat dengan kerja kerja politik yang sehat pula,” terang penyandang gelar magister kesehatan ini saat dikonfirmasi. (*)