MAKASSAR, BKM — Caleg DPR RI daerah pemilihan (dapil) Sulsel I dari Partai Hanura, Hasanuddin Tisi berharap masyarakat Sulsel bijak dalam menggunakan media sosial (medsos). Menurut Hasanuddin Tisi, saat ini media sosial kadang jadi ajang saling menghujat dan saling hina.
“Sebaiknya saat ini kita bijak menghadapi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Manfaatkanlah teknologi untuk kebaikan dan kemakmuran sesama manusia,” ujar Hasanuddin Tisi dalam rilisnya, Jumat (1/3/2019).
“Jangan jadikan teknologi untuk saling menghujat, menghina dan saling menjatuhkan. Marilah kita sebagai orang Sulawesi Selatan yang dikenal dengan budaya siri’ na pacce, sipakainga, sipakatau dan sipakalabbiri, tetap memegang nilai-nilai budaya ini dalam pergaulan kita sehari-hari, dimanapun kita berada. Jangan sampai nilai-nilai budaya kita itu hilang tergantikan dengan budaya “media sosial” yaitu perilaku yang hanya memntingkan diri sendiri, tidak mengindahkan lagi keharmonisan sosial manusia,” tambah Hasti, sapaan Hasanuddin Tisi.
Caleg yang maju di dapil Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng dan Kepulauan Selayar ini mengatakan, saat ini seakan kita telah diperbudak media sosial.
Waktu dan perhatian kita, katanya, lebih banyak terkuras berinteraksi dengan media sosial, mengurangi interaksi manusia dengan manusia secara langsung sehingga rasa kemanusiaan kita terkikis menjadi rasa media sosial saja.
“Media sosial seakan mengajak kita untuk tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Kita sibuk pada hubungan kita dengan media sosial. Bahkan orang tua dengan anaknya berada dalam satu rumah yang sama, tetapi sibuk dengan media sosial masing-masing. Media sosial telah berubah menjadi orang tua bagi anak-anak kita, mereka banyak menerima informasi dari media sosial, yang tentu saja informasi itu belum tentu seluruhnya untuk memperbaiki karakter anak-anak,” ujar ipar Ketua Umum DPP Partai Hanura, Oesman Sapta Oddang ini.
Menurutnya, dengan media sosial, mudah sekali orang menebar kebencian seakan kebencian itu suatu hal yg lumrah disebarkan. Padahal, lanjutnya, dalam agama, kita diperintahkan untuk berlomba-lomba mengajak kebaikan.
“Perlu diingat, bhwa yang kita lakukan itulah menjunjukkan kualitas kita, jadi mengapa orang terus menerus menyebarkan kebencian, itu karena hanya itu yang dia miliki. Kalau dia punya kebaikan, pasti dia akan menyebarkan kebaikan.
Oleh karena itu, saya mengajak masyarakat Sulawesi Selatan tetap bijak terhadap perkembangan zaman, walaupun zaman ini serba teknologi tapi kita tetap pada lintasan nilai budaya kita, saling sipakatauki, sipakalbbiriki, sipakaingaki kalau ada yang keliru, dan sipammaling-malingiki,” ujar putra pejuang asal Takalar, Tisi Effendi ini.
“Bila nilai budaya ini tetap dijaga dalam keseharian kita, maka tidak ada lagi saling hujat, saling hina, dan saling menjatuhkan. Untuk menjaga nilai itu, kita membutuhkan peran pemerintah setempat bersama tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh pemuda, menjadi pengarah, pembimbing, penasehat dan teladan bagi masyarakat. Dan perlu diingat bahwa nilai budaya tersebut merupakan pengejewantahan dari ajaran agama islam, dan itu bisa kuat tertanam dalam diri manusia, apabila ditanamkan sejak kecil dalam keluarga. Jadi peran orang tua dalam keluarga sangat menentukan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” kata Hasti yang kini menjadi pengusaha sukses di Jakarta. (rls)