GOWA, UJUNGJARI. COM — Komisioner Bawaslu Gowal Kordiv PHL Juanto mengatakan, soal pernyataan Ketua Bawaslu RI bahwa ASN bisa mengikuti kampanye yang banyak di media sosial, itu tak benar.
“Gaklah. Beritanya sudah lama dan sepertinya sengaja disadur dan diviralkan ulang. Dan pemaknaannya setelah ditelusuri ternyata memang berbeda. Dan itu berita sejak Mei 2018 saat Pilkada dimana ASN boleh saja hadir mendengarkan visi misi tapi tidak boleh ikut aktif berkampanye termasuk gerak-gerik dan tindakan yang mengarah ke memberikan dukungan. Saya sudah jelaskan sebelumnya,” kata Juanto.
Juanto pun membeberkan dasar hukum untuk ASN dalam kampanye. Dasar hukumnya yakni UU Pemilu, Perbawaslu No 33 tahun 2018, UU ASN No 5 tahun 2014, surat edaran (SE) Menpan-RB, Peraturan Pemerintah No 53. Juga sesuai dengan ketentuan Pasal 4 angka 15 Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010.
“Ini dapat dikategorikan pelanggaran nilai dasar, kode etik dan kode perilaku sebagaimana tersebut pada ketentuan Pasal 4 huruf d dan Pasal 5 ayat (2) huruf d, e, h dan huruf l. Terhadap oknum ASN yang melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku dikenakan sanksi moral sebagaimana disebut dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS dan bahkan sesuai Pasal 16, dapat dikenakan tindakan administratif sesuai peraturan perundangan-undangan, atas rekomendasi Majelis Kode Etik,” tandas Juanto.
Juanto juga mengatakan, begitu pula diatur dalam UU Pemilu
(ketentuan pidana) Pasal 494 jo Pasal 280. Pasal 494 menyebutkan setiap aparatur Sipil Negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa,
perangkat desa, dan/ atau anggota badan permusyawaratan desa
yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.
Sedang Pasal 280 kata Juanto disebutkan bahwa pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung dan hakim pada semua peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim
konstitusi pada Mahkamah Konstitusi.
Selain itu juga, kata dia, dilarang mengikutkan ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa
Keuangan, Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur Bank Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Bukan itu saja, pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural juga dilarang. Termasuk
Aparatur Sipil Negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa,
perangkat desa, anggota badan permusyawaratan desa, dan
Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.
“Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (21) dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim kampanye pemilu. Pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat (1) huruf c, huruf f, huruf g, huruf i, dan huruf j, dan ayat (21) merupakan tindak pidana Pemilu,” jelasnya. (saribulan)