MAKASSAR, UJUNGJARI.COM — Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar, menolak hasil audit perhitungan kerugian negara yang dilakukan BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan) perwakilan Sulsel, terkait kasus dugaan korupsi pembangunan gedung Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (MAN IC).

Berdasarkan putusan PTUN Makassar, nomor perkara: 73/G/2018/PTUN.MKS. Dimana dalam amar putusannya menyebutkan, bahwa tidak sah hasil audit perhitungan kerugian negara oleh BPKP perwakilan Sulsel nomor : SR – 403/PW21/5/2018, tanggal 13 Juli 2018. Sebesar Rp7.257.363.637.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Seperti yang diungkapkan Dajalaluddin Djalil SH selaku kuasa hukum tersangka direktur PT Cahaya Insani Persada Hendrik Wijaya.

“Gugatan yang kami lakukan itu dikabulkan, dan PTUN menyatakan membatalkan. Hasil audit kerugian negara yang dilakukan oleh BPKP,” kata Djalaluddin Djalil SH, Minggu (20/1/2019).

Ia menuturkan dengan adanya putusan PTUN tersebut, hasil audit tersebut tentu tidak bisa digunakan, sebagai dasar perhitungan kerugian negara. Sebelum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap (Inkracht) dari Pengadilan TUN.

“BPKP telah menyatakan banding, artinya gugatan tersebut telah berstatus quo atau tunggu putusan inkracht. Baru bisa perkara tersebut di proses ke persidangan,” tandasnya.

Selain itu juga kata Djalaluddin, seharusnya BPKP tidak menghitung, total loss proyek tersebut. Karena dalam kontraknya itu unit price.

“Artinya pekerjaannya dibayarkan berdasarkan prestasi kerja. Bukan nanti selesai secara keseluruhan, baru di bayarkan,” ungkapnya.

Meski demikian, perkara tersebut telah ditahap dua oleh penyidik pada Rabu (16/1/2019). Hanya saja penahanan ketiga tersangka tersebut, justru dikembalikan ke sel tahanan Mapolda Sulsel.

“Baru kali ini ada tahap dua perkara korupsi, dikembalikan ke sel tahanan Polda. Biasanya kan langsung ke sel tahanan Lapas klas I Makassar,” bebernya.

Djalaluddin mengaku aneh dengan proses penanganan kasus ini, yang diduga dipaksakan oleh penyidik.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Anti Corruption Committe (ACC) Sulawesi, Abdul Muthalib, mengatakan bahwa seluruh aparat penegak hukum termasuk pengadilan sudah menyesuaikan dengan putusan tersebut. Dengan memfokuskan kerugian negara sebagai syarat materil delik korupsi.

“Artinya penyidikan dalam perkara korupsi, mesti jelas jumlah kerugian negaranya,” tandasnya.

Menurut Muthalib menghilangkan frasa “dapat” secara tidak langsung, memaksa penyidik untuk lebih profesional dalam menangani kasus korupsi.

“Secara keseluruhan saya yakin penyidik, sudah menyesuaikan dan akan semakin profesional dalam pembuktian kerugian negara, dalam setiap perkara yang mereka tangani,” pungkasnya.

Terkait dua pendapat hasil perhitungan kerugian negara, antara BPK dan BPKP menurut Muthalib. Itu tergantung pertimbangan hakim nanti yang menentukan, dalam perkara tersebut.

Sebab porsi kemandirian hakim lebih besar dalam menentukan, kerugian negara. Apakah data BPK, BPKP atau inspektorat yang digunakan hakim untuk menentukan kerugian negara.

Dikonfirmasi terpisah Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Sulsel, Kombes Pol Yudhiawan Wicaksono, membenarkan terkait penahanan ketiga tersangka kasus ini. Yang dititipkan di sel tahanan Mapolda Sulsel, itu atas permintaan Jaksa Penuntut.

“Betul oleh JPU dititip di polda. Ditahanannya ketiga tersangka itu di Polda, sama saja kalau ditahan Rutan,” ujarnya.

Saat ditanya soal adanya putusan PTUN menggugurkan hasil audit yang dijadikan alat bukti untuk menetapkan tersangka, Yudhiawan menyebut, itu urusan BPKP dengan mereka.

“Itu urusan BPKP dengan mereka. Mau banding atau tidak,” tutupnya.  (mat)